17. Malam yang panjang

10 2 0
                                    


Gadis itu mengikat rambutnya naik, sudah berjam-jam dia ada di gua mendengar pengakuan dari lelaki di dalam jeruji.

“Hei, pak tua?”

“Tua? Aku belum terlalu tua nak!”

“Meskipun ceritamu itu begitu menyakinkan, tapi aku tak bisa percaya langsung, karena aku tak mempercayaimu.”

“Jika kau tak percaya kenapa datang kemari?”

“Karena aku penasaran, kenapa ibunda ingin aku datang kemari. Setidaknya aku bisa mendengar dongeng yang menarik. Bisalah kujadikan referensi untuk temanku yang penulis.”

“Dasar anak ini.”

“Aku jadi paham, pertemanan tak selamanya berakhir baik.”

“Ini belum berakhir nak.”

“Begitukah?”

“Kudengar kau juga memiliki banyak teman manusia?”

“Hmm?”

“Teman-temanku sering melihatmu. Kau terliat riang jika bersama mereka dari pada di bawah laut.”

Seila terdiam menyilangkan tangan, melamati jeruji di depannya, “kau memata-mataiku?!”

“Aku bilang sering melihatmu bukan memata-mataimu, berarti mereka tak...”

“Itu sama saja pak tua.”

Mata Bondan berkedip perkataannya dipotong dan dibantah. Diam tak menjawab karena memang sedikit tak ada bedanya walau itu tak disengaja dan kadang sengaja. Ia sangat terkejut ketika tiba-tiba Seila mengunjunginya, mengiranya akan memarahinya karena hal itu. Tapi ternyata ia lebih terkejut saat gadis itu menanyakan tentang hubungannya dengan sang ibunda.

Seila menggerakkan kakinya ke perairan merasa ada yang janggal disana. Berdiri di tepian ia mengeluarkan tombak mengkilatnya mengarah ke air. Lemparannya yang begitu cepat menembus masuk ke dalam air melewati Moji yang entah sejak kapan bersembunyi di balik karang. Tembakannya yang meleset membuat Moji menggerakkan ekornya menghindar pergi.

“He-hei, kau sedang menangkap ikan? Kenpa tiba-tiba melempar tombakmu begitu?”

“Pak tua, kapan-kapan kita ngobrol lagi, bye,” ia melompat masuk ke dalam air.

Ekornya yang jenjang mendorong cepat tubuhnya mengejar Moji dan menyambar senjatanya yang menancap di tanah, meninggalkan Bondan yang tersenyum simpul mengetahui situasi yang terjadi. Ia berusaha mengejarnya diantara remangnya bebatuan.

Seperti peluru yang ditembakkan mereka keluar dari lubang gua. Laut yang gelap menjadi arena kejar-kejaran. Tombak yang berkali-kali ia lemparkan selalu meleset.
Laut benar-benar gelap di bawah langit malam yang mendung tanpa cahaya. Moji sampai dibuat susah berkelit oleh Seila yang teguh mengejar, pergerakannya sangat cepat dan gesit.

~~

Romy yang berhasil masuk dari pintu rahasia lain mengendap-endap di lorong paling belakang. Matanya bergerak ke segala arah mengawasi adanya duyung yang masih berjaga. Bom kecil Mia membuat kosong markaz mereka dengan mudah karena berhasil menarik perhatian mereka yang di sana.

Markaz yang seperti labirin pintu ia masuki dengan mudah, bergerak cepat melewati beberapa pintu dari ruang ke ruang. Melihat pintu kamar Rafi terbuka ia masuk dengan hat-hati. Begitu kepalanya sempurna masuk ia tak mendapati ruangan 7 x 5 meter itu berpenghuni. Hanya ada debu beterbangan.

“Capek-capek kesini malah ngilang, dasar Rafi. Atau.. dia udah di tangkap?”

Bruk!! Tembok di sampinya terbobol hancur.

JERUJI BAWAH LAUT (masa rehat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang