20. Menjemput Dea

6 2 0
                                    



Romy menyambar mereka tanpa peringatan, membawa ke dekat Istana. Keduanya sangat terkejut seorang perempuan tiba-tiba menyeret mereka.

"Dea dalam bahaya, kalian bersiaplah menghadapi kemungkinan yang ada," jelas Romy sebelum mereka berusaha memberontak dari genggamannya.

Dengan kata-kata itu mereka langsung paham kalau wanita di depan itu ada di pihak mereka. Sampai di karang-karang istana ia berhenti menhadap San dan Joni. Joni yang mengenali bentuk wajah itu membuka mata lebar.

"Romy?"

"Aku Romy, sekarang kita harus segera masuk ke dalam, tak ada lagi waktu!"

"Jelaskan dulu apa yang terjadi," bujuk San.

"Nanti saja, kita harus memberitahu Dea dan membawanya keluar!"

"Tak bisa, kalian selalu melakukan hal tanpa memberitahu kami detailnya, kau kira kami akan melakukan perintah kalian begitu saja?"

"Apa sekarang itu penting? Dea dalam bahaya!"

"Kalau begitu aku tak bisa membantu, panggil saja kelompokmu itu!"

"Kau!" Romy mencengkram kaos San.

Mereka saling melotot. Kini wajah Romy yang panik bercampur dengan marah.

"Aduh, kalian! para penjaga bisa denger suara tinggi kalian itu. Jangan berengkarlah, yang ada hidup kita juga dalam bahaya," lerai Joni yang kebingungan, "San, kita bahas itu nanti, setidaknya kita harus menyelamatkan Dea dulu. Dan Romy, maafkan San, dia masih kesal dengan pengakuan pamannya. Jadi kalian berhentilah!" Joni melepas paksa tangan Romy dan sedikit mendorong mundur San.

Tatapan keduanya masih saling bertabrakan sampai Joni mengambil alih berdiri di tengah-tengah mereka.

"Begini rasanya punya anak yang berantem," ucap Joni mengubah suasana.

"AKU BUKAN ANAKMU!" teriak keduanya serempak.

Para penjaga menoleh ke arah mereka. Joni hanya tersenyum dan bertepuk tanpa suara memberi selamat kepada teriakan mereka yang berhasil menarik perhatian. Mereka berdua cemberut mengintip penjaga elit yang mendekat.

~~

Dua penjaga itu melempar Dea ke sebuah sel dengan kasar.

"Tunggu tuan Palo datang!"

"Hei! Katamu kau akan membawaku ke kepala pelayan!"

Mereka hanya menyeringai dan pergi.

"Ah! Bagaimana ini?" cemasnya. "Kenapa bisa begini? Aku harus cepat keluar dan menemukan tempat Holdic."

Kepalanya melongok ke luar di antara dua jeruji jika-jika ada penjaga lewat. Akan bahaya jika Palo datang dan mengenalinya nanti. Merasa aman tongkat perak tajam miliknya dikeluarkan dan diayunkan membelah dua batang jeruji. Ia segera keluar setelah empat kali ayunan, menyusuri lorong gelap.

Hanya kunang-kunang laut saja yang menerangi. Ia memepercepat gerakannya mengingat-ingat jalan yang diewatinya saat masuk sambil mengawasi sekeliling. Banyak sekali belokan di sana dan itu membuatnya bingung, belok kanan atau belok kiri. Seingatnya ia belok kanan dua kali lalu belok kiri, jadi keluarnya sekali belok kanan dan dua kali belok kiri. Namun kenyataannya ia malah tersesat entah di mana.

Saat melewati sebuah sel tertutup ia berhenti. Wangi khas bunga caliptun yang hanya tumbuh di wilayah perbatasan utara menarik indra penciumannya. Penasaran, ia mendekat dan melihat dari kaca pintu. Matanya membelalak lebar, dugaannya benar. Seorang wanita yang dikenalnya tergolek lemah di sana. Dengan tangan dan ekor terbelenggu rantai. Ia menutup mulutnya tak percaya melihat wanita itu ternyata masih hidup dan dikurung di sini.

JERUJI BAWAH LAUT (masa rehat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang