23. Perasaan Bersalah

5 2 0
                                    


San mendekati pamannya yang menelepon dan duduk di depannya. Melihat sang keponakan memandanginya dengan wajah yang ingin engatakan sesuatu ia segera mengakhiri telpon dengan salah seorang karyawan. Wajah seriusnya tak lepas dari gerakan Heri.

"Joni belum bangun?"

"Dia tidur lagi."

Heri meletakkan ponselnya. "Kalian sudah mengalami hari yang berat, maafkan om membuat kalian terlibat dalam urusan yang seharusnya kalian tak akan pernah tau."

San diam, tak ingin merespon. Hatinya masih merasa antara terima tidak terima.

"Aku tau kau memiliki banyak pertanyaan. Berhubung kita kemarin menyelesaikannya dengan cepat aku tak bisa mengatakan apapun. Sekarang giliranmu, aku akan memberitahu semua yang membuatmu penasaran."

Ia menunduk dengan wajah cemberut, bingung dengan apa yang ingin diucapkannya.

"Kau masih marah?"

Ia mengangkat kepala. "Om, kenapa om memiliki pemikiran untuk melibatkan kami? Om tau perasaan kami saat pertama kali berjumpa dengan mereka!? Dan bagaimana kami memendam sendiri masalah ini seperti orang bodoh tanpa bisa menceritakaannya ke orang lain?"

"Maaf," ucap Heri dengan senyuman.

"Om sudah membodohi kami dengan pura-pura tak tau dan hanya maaf?"

"Begini ..., kalian itu manusia yang macamnya harus dipaksa. Jika aku langsung meminta kalian tiba-tiba sedangkan kalian tak mengenalku sebagai duyung, takutnya kalian malah pergi menjauh. Tapi jika mereka yang mendatangi, mau tidak mau kalian harus mengikuti mereka, benar?"

"Andaikan om manusia biasa yang tak tau apa-apa dan kemudian tiba-tiba seseorang tak dikenal menyuruh hal aneh lalu menodongkan senjata memangnya om akan kabur begitu saja?"

"Hahahaha, kalian sebegitu takutnya ya waktu itu? maafkan mereka, mereka tak berniat buruk."

"Wah, tertawa?"

"Maaf, maaf." Heri membenarkan duduknya.

"Lagian kenapa harus kami? Padahal sudah ada dua manusia disana."

"Meski bisa berenang mereka bukan ahli menyelam, dan meski mereka wizard, bukan berarti mereka bisa melakukan segalanya. Ada batas-batas yang mereka tak bisa lakukan. Andaikan mereka bisa mendapatkan holdic, sebelum mereka bisa kabur, mungkin mereka akan tertangkap. Jarang sekali wizad yang bisa menggunakan kekuatan mereka dengan leluasa di dalam air."

"Tak ada manusia yang lain?"

"Tak ada. Semua teman wizardnya tak mempercayainya kecuali dua orang itu."

"Oh, Aku bingung dengan satu hal."

"Apa?"

"Kenapa Bondan dikurung dan tak dibunuh saja? Bukankah akan lebih mudah?"

Heri tertawa kecil. "Jika mereka bisa membunuhnya, sejak awal dia pasti sudah mati."

San mengerutkan Dahinya. "Maksudnya?"

"Bondan itu wizard yang jenius meski tingkahnya bertolak belakang dengan otaknya. Mungkin masih ada sesuatau yang belum terpecahkan dan mereka memerlukan Bondan untuk melakukannya, aku juga kurang mengerti. Dia adalah keturunan dari wizard yang telah menciptakan..."

"Umari, tante sudah menceritakannya."

Heri menaikkan satu alisnya. "Kapan kalian ngobrol? Ah, lupakan. Kalau gitu, kau sudah tau kalau jalan hidup keduanya sama, hanya menurutku nasib Bondan lebih tragis dari pendahulunya. Ah, kau pasti sudah mendengar ramuan yang dicuri istrinya dulu, ramuan itu dibuat untuk membuat kekebalan tubuh dan pengendalian sihir di luar batas tanpa merasa lelah."

JERUJI BAWAH LAUT (masa rehat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang