7

865 97 1
                                    




Asu.

Gara-gara Xukun sekarang banyak pasang mata yang ngelihatin gue, termasuk anak-anak basket. Gue langsung beresin barang-barang dan memutuskan cepat-cepat pergi dari situ.

Aduh sialan Xukun, padahal gue masih pengen lihatin Donghan ekstra. Besok-besok juga nggak tahu apakah gue masih bisa nontonin Donghan diem-diem, orang tempat persembunyian gue udah ketahuan gitu.

Gue masuk ke kamar mandi buat nenangin diri dulu bentar sebelum pulang. Nggak disangka ada beberapa cewe masuk ke kamar mandi juga. Kalo nggak salah mereka kan pengabdi Xukun yang tadi ada di tribun juga.

Salah satu diantara mereka menyenggol gue dengan tidak sopan. Tentu saja gue nggak terima diperlakukan seperti itu, walaupun sekarang gue belum ambil tindakan untuk membalasnya. Gue hanya memelototinya supaya dia menjelaskan apa maksudnya.

"Gue udah pernah peringatin lo supaya nggak deket-deket Xukun ya." ujarnya judes sambil memelototi gue juga.

"Iya, masih kurang ancaman kita?" sahut cewe berbando sok unyu di belakangnya.

"Adik kelas aja belagu." timpal cewe di sebelahnya.

Berani-beraninya mancing emosi gue nih cewe-cewe kuker. Gue tersenyum biasa untuk langkah awal. Mereka kebingungan karena gue nggak kelihatan keder sama sekali.

Gue menyilangkan tangan di depan dada. "Oh, jadi kalian-kalian ini yang suka ngirimin surat-surat sampah itu ke laci gue?"

"Sampah?!" seru cewe di depan gue yang bername tag Momo.

"Iya sampah! Cupu banget ngancem orang pake surat-surat begituan. Mana kakak kelas lagi, nggak malu apa?"

Gila gila, gue bangga banget sama diri gue sendiri haha. Salah siapa nantangin cewe galak kaya gue.

Cewe berbando yang nametagnya bertuliskan Sana itu mendekat seperti hendak memukul gue, tapi nggak jadi.

"Ngapain lo foto-foto Xukun tadi?!" tuntutnya tidak santai.

"Yakin banget gue ngefoto Xukun? Jangan sok tau deh." Nggak salah kan kalo gue lebih nyolot?

"Trus lo ngefoto siapa kalo bukan Xukun?!"

Sudi amat ngejelasin ke mereka kalo gue ngefoto Donghan. "Bukan urusan lo, jadi nggak usah kepo!"

Mereka nampak tidak terima gue katain kepo. "Heh kurang ajar ya lo sama kakak kelas!"

"Lo-lo duluan yang nggak sopan bangsat!"

Nggak tahu gimana ceritanya sekarang kami jadi main fisik. Tentu saja mereka duluan yang memulai. Gue hanya menahan serangan yang mereka luncurkan.

Sekuat apapun gue, 3 lawan 1 merupakan pertarungan yang nggak imbang. Tubuh gue mulai terhuyung karena gue nggak sempat memberikan serangan balik. Tahu-tahu Sana menyikut rahang gue cukup keras sampai gue mengaduh kesakitan.

"Berdarah woy!" paniknya melihati wajah gue.

"Goblok lo San!"

"Ayo cabut!" seru Jungyeon.

Mereka bertiga meninggalkan gue di kamar mandi. Gue memegangi beberapa bagian tubuh gue yang sempat kena serang, lengan gue yang nyeri, dan yang paling parah sudut bibir gue mengeluarkan darah.

Baju dan rambut gue berantakan. Badan gue mulai gemetar. Gue melangkahkan kaki keluar dari kamar mandi, berjalan di koridor yang sudah sepi sendirian.

Gue mulai menangis. Walaupun tadi gue nanggepin bacotan mereka dengan nggak kalah nyolot, bohong kalo gue bilang gue nggak takut.

Galak-galak begini, kuat-kuat begini, gue tetaplah cewe. Siapa sih yang mau dilabrak cewe-cewe itu? Apalagi gue nggak bikin kesalahan.

Meskipun selama ini gue selalu mengabaikan dan tidak pernah ambil pusing soal surat-surat teror dan gunjingan mereka. Sebenarnya dalam hati gue selalu sedih.

Dan dipuncaknya sampai gue di keroyok gini juga nggak ada satupun orang yang nolong. Napa sih hidup gue gini amat?

Mana udah sore nggak ada bis jurusan ke rumah. Gue buka hape mau pesen gojek malah lowbat.

Belum cukup penderitaan, sekarang gue nabrak orang gara-gara lihatin hape mulu. Nggak tahu gue yang nabrak dia atau dia yang nabrak gue, yang jelas kami tabrakan dan itu kena lengan gue yang nyeri bekas ditonjok Jungyeon tadi.

"Huwaaaaaaa..." Tangisan gue pecah.

Lo nggak salah baca, gue cewe yang katanya tegas, galak, ketua kelas yang suka ngomel-ngomel ini nangis sambil duduk di lantai.

Iya gue tahu ini malu-maluin. Tapi gue nggak peduli lagi, perasaan gue campur aduk remuk berantakan kaya map yang gue pegang.

Orang yang yang tabrakan sama gue itu berlutut di depan gue, membereskan isi map gue sedangkan gue masih sesenggukan belum selesai nangis.

"Kakak nggak papa?"

Gue mendongak mengenali wajah orang yang nabrak gue. Dia adik kelas yang numpahin jus di kantin beberapa hari lalu.

"Hape gue," rintih gue sambil memungut hape gue yang ikut tergeletak dilantai. Layarnya tetap hitam walaupun berkali-kali gue coba hidupkan. "Huwaaaa, nggak bisa pesen gojek. Yawlah cobaan mulu hidup gue hari ini."

"Sini kak saya bantu."

"Ng-nggak perlu."

Jatuh harga diri gue nangis-nangis di depan adik kelas. Tapi yagimana lagi ya. Gue mengambil alih map itu, berusaha berdiri sendiri, menggumamkan terimakasih lalu pergi.

Sambil berjalan gue mengeluh cemas. "Gimana gue pulangnya ini?"

Tiba-tiba tangan gue ditahan, sama adik kelas yang tadi.

"Kak, pulang sama saya aja."



***

Sori slow

KAKAK PRADANA +Cai XukunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang