Bagian paling menyakitkan dari kisah kita bukanlah saat kalimat-kalimat perpisahan kau ucapkan. Oh tidak bahkan kau tidak berucap apapun tidak pamit ah sudahlah dan bagian paling menyakitkan adalah cara kau berbicara padaku tak lagi sama seperti dulu.
Bagian paling menyakitkan adalah saat kedua pasang netramu menatapku, namun tak ada lagi binar yang tersisa untukku. Saat kedua lenganmu berhenti menggenggam lenganku dan hanya menyentuh bahuku. Saat pelukanmu tak lagi terasa hangat seperti dulu karena pelukan itu bukan lagi milikku.
Bagian lain yang menyakitkan adalah saat bunyi notifikasi menghampiri ponselku, saat aku berharap pesan darimu akan datang. Atau saat pemutar lagu di ponselku memutar lagu kesukaanmu, liriknya yang sendu mengiris hatiku, menghancurkannya tak karuan. Membawa rasa sakit itu ke atas, membuncahkannya dalam bentuk air mata yang deras.
Perpisahan tak menyakitiku, hal-hal kecil yang mengingatkanku tentangmu yang melakukannya. Ribuan pesan darimu yang kini tak muncul lagi, suara nyanyianmu yang menemani tidurku, pertanyaan rutinmu tentang bagaimana hariku, semua hal kecil itu menjadi sangat berarti saat sudah tak ada lagi.
Saat-saat dimana temanku bertanya tentangmu, aku tak tahu bagaimana harus menjawabnya. Yang ingin kulakukan saat mendengar namamu hanyalah terdiam dan mencoba menghentikan sakit yang mendera ulu hatiku. Semua hal tentangmu dalam memoriku sudah berubah menjadi hal yang menyakitkan. Bukan, bukan kata perpisahan yang menyakitkan. Namun saat-saat setelahnya, saat rindu sedang gila-gilanya.