Aku dan kamu tidak pernah tahu kapan akhirnya waktu akan menghancurleburkan definisi “kita” bisa jadi sebentar lagi. Sebab semua di luar kendaliku.
Bila esok bukan aku lagi yang kamu risaukan, kamu boleh mengetahui bahwasanya aku sempat terlampau sering memohon pada waktu agar berjalan lebih cepat hingga kamu dan aku dapat menuju satu temu.
Bila esok bukan aku lagi yang mengirimkanmu pesan-pesan singkat yang kerap merekahkan senyummu, kuharap kamu tidak melupakan tiap detil kenangan yang sebentar lagi akan kamu semayamkan.
Bila esok ada tubuh lain yang memelukmu erat kala udara dingin lebih tajam dari lidah para remaja labil, hangat tubuhmu akan selalu membekas tanpa koma dan karena.
Bila esok ternyata ada orang lain yang kamu cintai, ingatlah aku pernah begitu jatuh cinta padamu dalam gugup, debar, namun tanpa ragu.
Terima kasih sudah berkenan untuk menghidupkan hatiku lagi, setelah mengalami mati suri yang panjang. Bila bukan denganmu, aku tetaplah seorang pecundang yang tak berani menciptakan bahagianya lagi.
Dan bila esok hari itu tiba, aku (seharusnya) sudah mengikhlaskanmu.
Sebab merelakan tak pernah sesederhana lambaian tangan. Maka hati ini telah luluhlantak bersama dengan iman, jiwa, dan raga yang nyaris tumbang di tiap kata yang mengakhiri tulisan ini.
Aku tidak memiliki kendali terhadap takdir.