Page 25

1.6K 61 1
                                    

Di ruang tamu, dua balita anak dari paman Ahsan yang sudah menginap 2 hari di rumah Angga sedang berkeliaran dengan aksi saling kejar-mengejar sertai tawa bahagia mereka. Farel dan Vallen nama anak itu, melanjutkan permainannya dengan berloncat-loncat di atas sofa besar yang di anggap mereka sangat empuk dan nyaman.

"Eh..eh turun-turun!! Jangan main diatas sofa!! Kalian pikir sofa rumah gue harganya dua ribu, kalau rusak bisa ribet gantinya"
Angga melarang kedua sepupu kecilnya itu yang mengacau dalam ruang tamu. Tidak tau mengapa, Angga tidak senang dengan orang yang mengotak-atik barang-barang mahal di rumahnya contohnya sofa itu, apalagi barang tersebut sampai rusak, Angga bisa naik tensi jadinya.

Farel dan Vallen turun dari sofa dengan wajah murung usai di marahi Angga. Pertama masuk ke rumah istana itu, orang yang paling di segani mereka adalah Angga. Farel dan Vallen merasakan ada hawa-hawa menyeramkan saat mereka memandang kakak sepupunya itu.

"Terus kita mainnya dimana??"
Farel berucap sambil menunduk.
"Main aja di depan halaman, banyak tuh cacing kalian bisa pegang-pegang sepuasnya"
Angga menahan senyumannya, bercanda dengan kedua adik sepupunya yang nampak ketakutan akibat dia. Sebenarnya Angga sayang sama mereka, cuman kalau Farel dan Vallen bermainnya sudah kelewatan maka ia tidak segan-segan memperingati mereka dengan sikap tegasnya.

"Ihhh saya takut sama cacing"
Vallen merinding geli membayangkan hewan yang hidup dalam tanah itu.
"Masa kita di suruh main cacing"
Protes Farel.

"Kalian takut juga sama cacing?? Gue pikir itu permainan favorite di daerah kalian"
Angga duduk santai di sofa, meratapi mereka yang masih berdiri menundukkan kepala. Sebegitu takutnya kah mereka sama Angga.

"Angga,, jangan kasar gitu ngomong sama adiknya"
Tidak sengaja lewat depan rumah mengambil daun serai untuk bahan masak makanan, Ibu Nitya mendengar percakapan Angga dalam ruang tamu.

"Bercanda bu"
Angga langsung menghembuskan nafas pelan mendapat teguran dari nyonya ratu besar.
"Awas kamu sampai kasih nangis Farel dan Vallen, Ibu jewer telinga kamu"
Teriak Ibu Nitya dari halaman rumah, memetik dua helai daun yang dibutuhkan.

Bahu Farel dan Vallen bergoncang kuat, menahan tawa mereka dengan terus membungkuk menjaga agar Angga tidak melihatnya. Dalam hati mereka senang, ada tante Nitya sang pelindung yang nanti akan membela mereka.

"Siapa yang suruh tertawa??"
Wajah datar Angga memperingati anak itu. Farel dan Vallen menghentikan tahan tawanya. Mereka ingin melapor, tapi tidak punya mental untuk melakukannya di depan Angga.
"Pergi main sana di kolam, jangan main lagi disini! Awas kalau gue lihat kalian loncat-loncat atas sofa, gue taruh cacing dalam baju kalian, mau??"
Terlihat serius tetapi di dalam Angga hanya menggertak.

"Tidak abang"
Patut Farel dan Vallen.
"Yaudah lanjutin mainnya"
Perintah Angga seperti orang tua galak yang seenaknya menciutkan nyali anak-anak. Di luar sana Ibu Nitya menggelengkan kepala terhadap kelakuan anak sulungnya itu.

Hari senin Angga hanya berdiam diri dalam rumah. Berbaring di sofa sambil memainkan handphone itulah di lakukannya. Ia membuka aplilasi chat-tan, ada sekitar 10.000 notif pemberitahuan dari orang-orang yang menyapa Angga via Whats App. Dari siang kemarin sampai siang ini Angga sengaja menonaktifkan androidnya karena sedang tidak ingin di ganggu. Baru kali ini ia menyentuh benda layar pipih miliknya.

Orang tua Angga telah menerima dan membaca surat dari sekolah, mengenai Angga yang di skorsing 1 hari. All hasil, nasehat-nasehat Ayah Hendra, Ibu Nitya dan Paman Ahsan tercurahkan semua kepadanya, menuntun Angga seksama dengan kata tekanan, dorongan dan bijak menyarani Angga agar tidak mengulangi tindakannya itu. Pesan terakhir dari Ayah Hendra, kalau sampai Angga terdengar lagi melakukan perkelahian di sekolah, segala fasilitas mewah keperluan Angga akan di sita olehnya hingga moment lulus SMA nanti.

Cowok Arogant Juga Bisa Luluh!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang