19. Surat Cinta Azka

3.1K 255 11
                                    

Azka keluar dari mobilnya, ia berjalan menuju rumahnya dengan bibir yang bersiul serta tangan yang dimasukkan ke dalam saku jeans-nya. Sesekali ia menggelengkan kepalanya, lalu menahan senyumnya.

Sungguh, kalau boleh jujur Azka sangat ingin berteriak karena kesenangan yang dirasakannya saat ini.

Azka membuka pintu rumahnya, "Mah, Azka pulang!" teriak Azka, lalu badannya berbalik untuk menutup pintu.

"Az, baru pulang kamu. Itu di meja makan ada temen-temen kamu, tadi mereka kesini, terus mamah bilang kamu lagi ke bandara." ujar Devi saat melihat putra tunggalnya itu.

Azka mengangguk, "Yaudah, kalo gitu aku ke mereka dulu yah mah." ujar Azka yang dibalas anggukan oleh Devi.

"Iya, sekalian makan siang. Mandi dulu jangan lupa." peringat Devi.

"Gak mau mah, lagian aku gak bau kok." tolak Azka.

"Ya udah deh terserah kamu, udah sana cepetan! Kasian tau temen kamu nunggu dari tadi." usir Devi.

"Dih, perasaan mamah yang memperlambat aku." gumam Azka lalu mulai mengambil langkah untuk ke meja makan menemui teman-temannya.

Di meja makan, Azka melihat Juna, Umar, dan Hendi tengah makan dengan rakusnya, apalagi Umar yang mengambil ayam goreng sampai dua potong sekaligus.

Ketiganya tak menyadari kehadiran Azka, karena Azka sengaja tidak ingin mengganggu acara makan siang mereka yang begitu khidmat.

Azka terus memperhatikan teman-temannya, sampai Hendi yang mendongak pertama kali-lah yang menyadari kehadiran Azka.

"Az? Sejak kapan lo disitu?" tanya Hendi membuat atensi Umar dan Juna teralihkan.

"Dari tadi." mendengar kalimat Azka, sontak Umar langsung tersedak. Duh malunya, ia pasti dicap rakus oleh Azka, walaupun memang itu kenyataannya.

Umar lantas menggaruk tengkuknya, dengan wajahnya yang ia buat semelas mungkin ia berujar pada Azka, "Lo harus tau, Az, gue belum makan dari pas terakhir kita manggung."

"Santai kali Mar, kayak sama siapa aja," ujar Azka yang langsung bergabung bersama teman-temannya di meja makan.

"Ini nih, yang buat gue seneng numpang makan di rumah lo, yang punya rumah gak perhitungan." ujar Umar lalu pada saat ia mengucap kata 'perhitungan' matanya mendelik pada Juna, menyindir cowok itu. Karena, kalau Umar numpang makan di rumah Arjuna pasti ujung-ujungnya ia disuruh cuci piring, atau gak mijitin Juna.

"Weh, napa mata lo lirik gue kayak gitu? Mau gue colok, hah?! Masih untung gue ngebolehin lo makan di rumah gue, kalo gak udah jadi gembel lo di jalanan." ujar Juna yang langsung membuat Umar mingkem, apalah dayanya yang cuma anak rantau.

Azka dan Hendi terkekeh mendengar perdebatan dua temannya yang memang suka beradu argumentasi itu.

"Jadi, gimana, Az?"

Azka tersenyum mendengar pertanyaan Hendi.










⚫⚫⚫









Halimah menjejakkan kakinya di Pondok Pesantren Ar-Rahman, tempat tinggalnya. Belum selangkah ia masuk kedalam, seorang cewek berhijab sudah menghampirinya.

"Mbak!"

Halimah lantas menyunggingkan senyumnya saat melihat cewek itu langsung memeluknya.

"Mbak, kok gak ngabarin aku?" rajuknya, Halimah menggelengkan kepalanya. Lalu tangannya mengusap kepala cewek tersebut.

[1] Halimah, I Love You [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang