BAGIAN 18

10.6K 786 10
                                    

Terkadang menyembunyikan sesuatu bukanlah hal yang tepat, karena bisa jadi akan lebih baik jika kau mengatakannya.

* * *

MENELUSURI

Salman berjalan bersama Ardi di area timur Pesantren. Firman sedang meminta bantuan Rasya dan Tio untuk menyelidiki apa yang Ardi sembunyikan selama ini.

"Ada hal yang ingin saya tanyakan pada Akh Ardi, jika Akh Ardi tidak keberatan," pinta Salman.

"Tentu Akh Salman, saya tidak keberatan. Silahkan..., tanyakan saja," ujar Ardi, dengan tingkah konyolnya seperti biasa.

Salman tersenyum sesaat, seakan ia tidak ingin mempercayai bahwa sahabatnya yang konyol itu menyimpan hal besar selama bertahun-tahun.

"Sebenarnya..., apa yang pernah terjadi di antara Akh Ardi dan Ukhti Risya?," tanya Salman.

Deg!!!

Ardi berhenti di tempatnya dan membeku seketika. Tubuhnya seakan bereaksi lebih cepat ketika mendengar pertanyaan dari Salman.

Salman pun akhirnya benar-benar meyakini, bahwa Syifa tak berbohong. Ada sesuatu yang tersembunyi di antara Ardi dan Risya.

"Afwan Akh..., saya tidak bermaksud melukai hati Akh Ardi dengan pertanyaan saya. Hanya saja..., bukankah kita sama-sama tahu bahwa kebohongan hanya akan menjadi bumerang bagi diri kita sendiri pada akhirnya nanti," jelas Salman.

"Saya tidak bisa melepaskan Ukhti Risya..., kami tidak pernah pacaran, sama sekali tidak pernah. Tapi rasanya, kami seperti terikat satu sama lain. Sayangnya, ikatan itu hanya sesuatu yang semu dan tidak akan pernah terjadi," ujar Ardi, pada akhirnya.

Pria itu sangat tahu, bahwa membohongi Salman hanya akan membuat segalanya bertambah runyam. Toh, ia sudah menyimpan semuanya hampir enam belas tahun.

Salman menepuk pundak Ardi dengan tegas.

"Katakan semuanya Akh..., apa yang sebenarnya terjadi?," pinta Salman.

Ardi kembali terdiam beberapa saat, Salman menunggunya bercerita dengan sabar.

"Kami sudah saling mengenal sejak kecil, rumah kami hanya berjarak beberapa meter. Sering main bersama, pulang sekolah bersama, dan belajar bersama. Waktu itu, Ukhti Risya kelas dua dan saya kelas tiga SMP. Orang tua Ukhti Risya termasuk salah satu warga tidak mampu di kampung kami, tapi, Ayahnya penjudi, banyak hutang, dan sering kasar pada Ibunya. Ukhti Risya sering mengadu pada saya jika dia dipukuli oleh Ayahnya, dan saya sering membantunya mengobati luka-luka bekas pukulan dengan cara menemaninya ke puskesmas, dari sanalah..., masing-masing di antara kami memiliki perasaan lebih. Tapi tidak berani saling mengikat," jelas Ardi.

"Lalu apa yang terjadi? Kalian saling mengungkapkan perasaan?," tebak Salman.

Ardi tersenyum tipis, seakan hal itu adalah kebahagiaan terbesar dalam hidupnya.

"Ya..., saya bilang padanya kalau saya suka, dia juga begitu. Tapi..., Ukhti Risya akhirnya memutuskan untuk tidak mengikat hubungan apapun dengan saya. Dia bilang, Orang tuanya sudah menjual dia pada seorang pria yang membayar semua hutang-hutang judi Ayahnya. Tapi saya tidak menyerah Akh..., saya tidak mau kehilangan dia, hingga akhirnya saya yang memaksa dia untuk melarikan diri ke sini," kedua mata Ardi berkaca-kaca.

Pria itu menundukkan kepalanya dan menyembunyikan wajahnya agar Salman tak melihatnya menangis. Namun percuma, Salman sudah tahu.

"Apakah saat ini Orang tua Ukhti Risya tidak tahu di mana keberadaannya?," tanya Salman.

"Tidak..., mereka tidak tahu. Orang tuaku juga tak memberitahu mereka. Mereka membantuku menyembunyikan Ukhti Risya di sini, tapi keputusan Ukhti Risya tentang hubungan kami tetaplah sama..., baginya, dia adalah wanita dari masa lalu saya dan meminya saya untuk mencari wanita lain. Tapi saya tidak sanggup, hati saya hanya untuk dia, sekalipun pada akhirnya saya tidak ditakdirkan untuk hidup bersamanya," jawab Ardi.

Salman merangkul Ardi untuk menenangkan perasaan pria itu.

"Satu hal lagi yang ingin saya tanyakan, apakah Akh Ardi memperbolehkan jika saya dan beberapa orang lain membantu masalah ini?," tanya Salman.

Ardi menatap ke arah Salman dengan serius.

"Sebenarnya..., darimana kah Akh Salman tahu tentang hal ini?," Ardi balik bertanya.

* * *

Bu Nyai mengusap kepala Risya dengan lembut dan membiarkan wanita itu menangis di pangkuannya. Diva dan Kiana berhasil membuatnya menceritakan segalanya dengan jujur.

"Astagfirullah Ukhti..., kenapa kamu harus menyembunyikan rasa sakitmu sendiri seperti ini? Kamu anggap kami ini apa? Kami ini keluargamu..., maka seharusnya kamu mengatakannya pada kami," Nilam merasa marah.

"Afwan Ukhti..., saya hanya merasa malu untuk mengakuinya. Sebagai wanita, saya sudah tidak punya harga diri...," Risya terisak hebat di pangkuan Bu Nyai.

"Jadi..., apakah penolakan Ukhti terhadap Akh Ardi hanya karena hal itu?," tanya Kiana.

Risya menggelengkan kepalanya. Diva, Kiana, Nilam dan Ria pun saling menatap satu sama lain.

"Apa ada hal lain yang belum Ukhti ceritakan?," tanya Bu Nyai, pelan.

Risya semakin terisak, dan isakan itu berubah menjadi tangis pilu. Tubuh Risya terguncang hebat, seakan apa yang pernah terjadi dalam hidupnya adalah pukulan paling hebat yang pernah terjadi.

"Katakan saja Ukhti..., kami tidak akan menghakimi, seburuk apapun hal yang pernah terjadi dalam hidup Ukhti...," bujuk Ria.

Bu Nyai mendekapnya erat-erat, seakan berusaha memberikan kekuatan melalui pelukannya.

"Sa..., saya..., saya diperkosa oleh pria itu...," ungkap Risya dengan jujur.

Semua orang menutup mulut masing-masing dan menahan nafas mereka.

"Sa..., saya..., dipaksa melakukan hal kotor itu agar tidak ada yang bisa memiliki saya selain dia..., dia melakukannya setiap kali Ayah saya kalah judi...," lanjut Risya, dengan nafas terputus-putus.

"Astaghfirullah hal 'adzhim!!! Bagaimana bisa kamu menyembunyikan hal berat seperti ini Nak??? Harusnya kamu bilang pada Ibu..., biar Ibu membantumu...," ratap Bu Nyai.

"Saya..., malu..., saya kotor Bu..., saya..., takut," jawab Risya.

Diva pun segera memberitahukan segalanya pada Salman. Firman, Rasya dan Tio pun mendengarkan semua itu dengan baik, sebelum menyampaikannya pada Ardi. Mereka ingin memberi Ardi pengertian, agar dia bisa mundur tanpa membenci Risya jika tahu kenyataan yang sebenarnya.

Ardi keluar dari kamarnya dan segera berkumpul di ruang tamu bersama mereka berempat.

"Ada apa? Apakah ada yang salah?," tanya Ardi.

"Kami ingin menyampaikan sesuatu yang penting," jawab Firman.

* * *

Semerbak Wangi SURGAWI [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang