Di balik kata Istiqomah, ad perjuangan yang kuat, pengorbanan yang banyak, dan do'a yang tidak pernah berhenti.
* * *
JALAN YANG TERBENTANG
"Karina!!! Bangun!!!," teriak Ibu Rika - Guru Bahasa Arab.
Karina pun terbangun dengan perasaan kaget luar biasa karena mendengar teriakan itu. Ibu Rika mendekat, Syifa memperhatikan Karina.
"Ini sudah keempat kalinya kamu tertidur di kelas saat pelajaran saya berlangsung. Sebenarnya kamu itu tidur atau tidak sih di pondok?," tanya Ibu Rika.
"Afwan Bu..., saya..., tidur terlalu malam. Saya tidak akan mengulanginya lagi," jawab Karina.
"Dua hari yang lalu juga kamu menjawab dengan kalimat yang sama, dan hari ini kamu mengulanginya lagi. Tidak ada toleransi, sekarang kamu pergi ke perpustakaan, gantikan pekerjaan Ibu Mira dan bereskan semua buku-buku kembali ke tempatnya," perintah Ibu Rika.
Karina pun bangkit dari tempat duduknya dan pergi keluar kelas menuju perpustakaan. Ibu Rika menahannya sesaat.
"Dan kamu tidak boleh istirahat!."
Syifa hanya bisa menatapnya tanpa berbuat apapun, Ibu Rika akan marah besar jika ada yang berusaha membantu Karina.
Jam istirahat pun tiba, Syifa pergi ke kantin untuk membeli makanan dan minuman. Bukan untuknya, ia membeli makanan dan minuman itu untuk Karina yang tidak diperbolehkan istirahat.
Mira sedang berbincang-bincang dengan Nilam, Ria, dan Risya di sudut perpustakaan, mereka sedang membicarakan buku-buku pelajaran baru untuk para siswa, ketika Syifa masuk ke sana membawa makanan untuk Karina.
"Apa yang kamu lakukan Ukhti? Nanti Bu Rika marah kalau tahu kamu membawakan makanan untukku," tolak Karina.
Nilam, Ria, Risya dan Mira berbalik ke arah suara perbincangan yang terdengar jelas itu.
"Saya akan ambil resikonya jika Bu Rika harus marah dan menghukumku karena membawakanmu makanan. Lagipula, hukuman ini tidak pantas untuk dijalani..., kamu cuma ketiduran sebentar, itupun tidak sengaja. Dan kenapa juga kamu tidak bilang kalau kamu selalu terlambat tidur malam karena melaksanakan shalat tahajud?," tanya Syifa.
Karina tersenyum, para guru yang ada di perpustakaan itu mendengarkan dengan seksama, apa alasan Karina.
"Ukhti Syifa..., apakah Ukhti mau mendengarkan sebuah kisah yang akan saya ceritakan?," tanya Karina.
"Tentu..., ceritakanlah Ukhti...," jawab Syifa.
Karina mengajak Syifa duduk di lantai dan bersandar pada rak buku yang ada di belakang mereka.
"Pada zaman dahulu ada seorang ahli ibadah bernama Abu bin Hasyim yang kuat sekali tahajudnya. Hampir bertahun-tahun dia tidak pernah meninggalkan shalat tahajud. Pada suatu malam ketika hendak mengambil wudhu untuk tahajud, Abu dikejutkan oleh kehadiran satu makhluk yang duduk di tepi telaganya. Abu bertanya, “Wahai hamba Allah, siapakah Engkau?”, sambil tersenyum, makhluk itu berkata; “Aku Malaikat utusan Allah."
"Malaikat? Subhanallah..., Orang itu sangat beruntung karena bisa bertemu dengan Malaikat...," ujar Syifa, takjub.
Karina tersenyum lagi ketika melihat ekspresi Syifa. Ia pun melanjutkan kisahnya.
"Abu bin Hasyim terkejut sekaligus bangga kerana telah didatangi oleh Malaikat yang mulia. Abu lalu bertanya, “Apa yang sedang kamu lakukan di sini?”, Malaikat itu menjawab, “Aku disuruh mencari hamba pencinta Allah.” Melihat Malaikat itu memegang sebuah kitab tebal, Abu lalu bertanya; "Wahai Malaikat, buku apakah yang engkau bawa?”, Malaikat menjawab, “Di dalamnya terdapat kumpulan nama hamba-hamba pencinta Allah.” Mendengar jawaban Malaikat, Abu bin Hasyim berharap dalam hati semoga namanya ada di situ."
"Apakah namanya ada di situ?," tanya Syifa, tak sabar.
"Sabar dulu Ukhti...," jawab Karina.
Syifa tersenyum malu, begitu pula dengan yang sedang mendengarkan mereka berdua. Mereka mencoba menahan tawa sekuat mungkin agar tak ketahuan menguping.
"Maka ditanyalah kepada Malaikat. “Wahai Malaikat, adakah namaku di situ?." Abu menyangka namanya ada di dalam buku itu, kerana amalan ibadahnya yang tidak putus-putus, selalu mengerjakan shalat tahajud setiap malam, berdo’a dan juga bermunajat kepada Allah Subhanahu wa ta'ala di sepertiga malam, setiap hari. "Baiklah, biar aku lihat,” kata Malaikat sambil membuka kitab besarnya. Dan, ternyata Malaikat itu tidak menemukan nama Abu bin Hasyim di dalamnya. Karena tidak percaya, Abu meminta Malaikat mencari sekali lagi. "Betul... namamu tidak ada di dalam buku ini!”, kata Malaikat."
"Lalu apa yang terjadi?," tanya Syifa, penasaran.
"Abu bin Hasyim pun gementar dan jatuh tersungkur di depan Malaikat. Dia menangis sejadi-jadinya. "Rugi sekali diriku yang selalu tegak berdiri disetiap malam dalam tahajud dan munajat, tetapi namaku tidak masuk dalam golongan para hamba pencinta Allah,” ratapnya. Melihat itu, Malaikat berkata, “Wahai Abu bin Hasyim! Bukan aku tidak tahu engkau bangun setiap malam ketika yang lain tidur, engkau mengambil air wudhu dan menahan kedinginan ketika orang lain terlelap dalam kehangatan buaian malam. Tapi tanganku dilarang Allah menulis namamu.” Abu terkejut, "Apakah gerangan yang menjadi penyebabnya?,” tanya Abu bin Hasyim. Malaikat pun menjawab, "engkau memang bermunajat kepada Allah, tapi engkau pamerkan dengan rasa bangga ke mana-mana. Engkau asyik beribadah memikirkan diri sendiri, sementara di kanan kirimu ada orang sakit, ada orang lapar, ada orang sedang sedih, tidak engkau tengok, tidak engkau ziarahi."
Syifa terdiam. Ia teringat, bahwa ia sudah agak lama tak pergi menziarahi makam Ibu kandungnya - Ziona. Hatinya ikut gemetar seketika.
"Mereka itu mungkin Ibumu, mungkin Kakak dan Adikmu, mungkin sahabatmu, atau mungkin juga cuma saudara seagama denganmu, atau mungkin cuma sekadar mereka menjadi tetanggamu. Tidakkah engkau peduli pada mereka? Kenapa? Bagaimana mungkin engkau dapat menjadi hamba pencinta Allah kalau engkau sendiri tidak pernah mencintai hamba-hamba yang diciptakan oleh Allah?” tanya Malaikat itu."
Karina memperhatikan ekspresi Syifa yang berubah drastis. Ia agak heran, namun tetap melanjutkan apa yang sedang ia sampaikan.
"Abu bin Hasyim seperti disambar petir di siang hari. Dia tersadar hubungan ibadah manusia tidaklah hanya kepada Allah semata, tetapi juga kepada sesama manusia dan juga kepada alam. Karena antara hablumminAllah dan hablumminannas haruslah seimbang. Jadi..., tidak ada gunanya saya shalat tahajud jika saya mengumbarnya pada orang lain. Cukup antara saya dan Allah saja yang tahu," jelas Karina.
"Subhanallah..., Ukhti Karina sangat menginspirasi saya untuk melakukan banyak hal, hanya dari satu kisah yang Ukhti sampaikan. Syukron atas penjelasannya Ukhti...," ujar Syifa seraya tersenyum pada Karina.
"Afwan Ukhti..., saya juga berterima kasih karena Ukhti sudah sangat perhatian pada saya. Insya Allah, saya akan mendo'akan Ukhti agar tercatat sebagai salah satu golongan hamba pecinta Allah," ujar Karina.
"Amin..., kita sama-sama mendo'akan ya Ukhti...," balas Syifa.
Jam istirahat pun berakhir, mereka segera kembali ke kelas untuk melanjutkan pelajaran selanjutnya.
Nilam menatap yang lainnya sambil tersenyum.
"Alhamdulillah..., kita punya penerus-penerus yang hebat di pesantren ini," ujarnya.
"Ya..., dan sekarang adalah giliran saya yang akan membimbing mereka agar mereka menjadi semakin luar biasa," ujar Risya.
"Amin... ."
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
Semerbak Wangi SURGAWI [SUDAH TERBIT]
Spiritual[COMPLETED] Rank #1 in Salwa - 18Mei2018 Rank #34 in Spiritual - 01Juni2018 Insya Allah, aku tidak akan pernah melihatmu dari masa lalumu. Insya Allah, aku tidak akan pernah mengungkit keburukan yang pernah ada dalam dirimu. Insya Allah, aku tidak a...