2

22 5 5
                                    

"Teh, bekalnya jangan lupa ih," kata chef Ranti dari dalam mobil.

"Punyaku udah di dalem tas ma, itu punya Revan" balas Raven sambil menutup pintu mobil,

"Oiya, lupa tante" dengan segera Revan mengambil bekalnya.

"Kalian belajar yang bener ya--oiya nanti mama pulang sore ya Rav, kamu jangan berulah terus, udah gede kamu harus bantu-bantu bibi di rumah," omel rutin chef Ranti setiap pagi.

"Nanti aku sama Revan kan ada latian bola ma" chef Ranti yang terkejut pun seketika menghentikan gerakan tangannya yang semula sedang mencari ponselnya dalam tas, "Maksud aku nemenin Revan latian, ma" ralatnya.

"Udah sana masuk,!" keduanya melambaikan tangan, tak lama kemudian mobil chef Ranti pun melesat membelah jalanan.

"Eh btw nih Van, lu udah ngerjain pr belom?" tanya Raven sambil berjalan masuk ke area sekolah.

"Udah lah, gila lu!" jawab Revan sambil memainkan bekal dari chef Ranti yang dibawanya.

"Gue nyalin dong Van!" pinta Raven.

"Enak ae! Gabisa!" jawab Revan tegas. Kemudian berlari menghindari Raven.

"Van! Awas lu ya!" teriak Raven sambil berlari mengejar Revan yang semakin jauh. Tiba tiba di persimpangan ada seseorang yang juga tengah berlari, kecelakaan pun tak dapat dihindari. Semua murid yang berada disana seketika mengerumun. Raven jatuh terpental, bekalnya berserakan dengan wadahnya yang rusak, sebagian bukunya juga ikut termuntahkan dari dalam tas. Raven kemudian bangun dengan pandangan yang sedikit berkunang dan rasa malu sebesar gunung. Ia berjalan gontai mendekati korban kedua, seorang laki laki--yang tak berkutik sedikitpun, kepanikan tidak hanya dirasakan oleh Raven, lihat saja semua wajah yang mengerumun ini, mereka semua tampak khawatir dan iba.

Raven terdiam melihat laki laki itu tergeletak tak berdaya, ia sendiri bahkan tidak percaya kecelakaan itu bisa sefatal ini. Di tengah keramaian tiba tiba Revan muncul, Revan langsung menggendong laki laki itu dipunggungnya, dibantu oleh beberapa siswa yang mengerumun tadi. Tanpa basa basi Raven pun mengikuti Revan yang berlari kecil menuju UKS dengan pria korban kedua berada di atas punggungnya.

.....

"Lu inget gua kan?" tanya Revan memecah keheningan setelah hampir sepuluh menit saling diam. Raven hanya menatap Revan dengan tatapan kesal tanpa kata. Dengan suara pelan Revan kembali bicara, "Seenggaknya gua udah nyelametin elu dari pr-nya pak Dika." tambahnya, dengan kesal Raven memukul kepala Revan seperti yang biasa ia lakukan ketika sahabatnya itu membuatnya kesal. "Aww! Sakit bege!" rintih Revan yang masih tidak ditanggapi oleh sahabatnya. "Berarti lu masih temen gua!" kata Revan sambil senyam senyum sok manis, Raven malah mengacungkan jari tengahnya kepada Revan yang cerewet seperti biasanya. "Unch! Gua sayang banget sama lu Rav," karena gemas dengan Raven yang terus cemberut Revan pun memeluk Raven erat erat.

"Iiihh, lu paapaan si?" sergah Raven, Revan cemberut dan kembali mengalihkan pandangan ke depan dimana Tedi--laki laki korban kedua tadi terbaring, laki laki itu sudah sadar sejak tadi, sekarang ia sedang mengobrol hangat dengan beberapa kawan yang menjenguknya. Raven tak henti menatapnya.

"Udah, gausah diliatin terus, ntar jatuh cinta loh" hardik Revan, Raven kembali memukul kepalanya--kembali diam. 

"Gila--baru kali ini gue bikin orang pingsan" Raven angkat bicara, dari nada bicaranya Raven terdengar menyesal.

"Ya kan lu ga sengaja, dia juga lari kenceng kok sebelom pingsan," jawab Revan "Gue justru kaget ternyata lu sekuat itu, bisa bikin pingsan cowok yang badannya bagus," tambahnya.

"Yeu! Dia tuh pingsan gegara tadi kepala doski kepentok anak tangga noh!" jelas Raven dengan gestur tangan khas-nya.

"Nah itu! Berarti lu ga perlu ngerasa bersalah dong, orang doski pingsan gegara kepala doski mentok anak tangga."

"Lu bener minta di cincang ya?" kali ini suara Raven terdengar keras, hingga Tedi--menoleh kepada mereka. Sadar akan tatapan Tedi, Revan pun segera melemparkan senyum terbaiknya, sementara Raven kembali tertunduk.

"Hey bro! Gimana kepala lu?" inisiatif Revan mendekati ranjang tempat Tedi terduduk, kemudian diikuti Raven dibelakangnya.

"Masih rada pusing--tapi gapapa kok, santai aja. Sebenernya gue mau langsung balik aja si, tapi keknya mesti minta surat pengantar, daripada ribet mending gue disini aja sampe jam pulang, lumayan bisa istirahat bentar." jawab Tedi panjang lebar.

"Ted--gue minta maap ya, tadi tuh beneran ga sengaja, dan gue gada maksud buat bikin lo kek gini," kata Raven dengan nada penyesalan.

"Iya gapapa Rav, udah gue maapin kok" balas Tedi, "Gue juga mau minta maap sama lo, gara gara gue lo harus disini seharian." tambahnya.

Singkat cerita, sekolah sudah berakhir untuk hari ini. Raven dan Revan memiliki niat baik untuk mengantar Tedi pulang sebelum sesi latihan rutin Revan dimulai, kebetulan rumahnya searah dengan tempat latihan Revan. Tapi Tedi menolak dengan alasan sudah ada seorang supir yang bertugas khusus mengantar kemanapun Tedi ingin pergi. Sambil menunggu jemputan Tedi datang, Revan dan Raven menyempatkan diri menemani Tedi menunggu sebentar meskipun mobil Grab pesanan mereka sudah datang 15 menit yang lalu. Tak lama kemudian muncul mobil mewah berwarna hitam mengkilap, sudah tidak diragukan pasti Tedi ini keturunan konglomerat, pikir Revan dan juga Raven dalam otak mereka masing masing.

"Gue balik dulu ya Rev, Rav!" Tedi tersenyum hangat sesaat sebelum menutup pintu mobil, Raven membalasnya dengan senyuman canggung. Sementara Revan hanya melambaikan tangannya. Revan dan Raven menatap satu sama lain, seperti melakukan komunikasi ekspresi wajah yang hanya dimengerti oleh mereka. Karena pengemudi Grab sudah menanyakan tujuan mereka untuk yang ke-enam kalinya, mereka berdua pun masuk dalam mobil dan mobil itu segera meluncur ketempat tujuan yang disebutkan.

"Menurut lu Tedi gimana?" tanya Revan setelah duduk di belakang pengemudi.

"Bintang lima si," jawab Raven mulai membuka snack yang di belinya sebelum pulang karena naas bekalnya berakhir berserakan di lantai.

"Lu pikir Review game segala bintang lima?" Tanya Revan sambil mengambil sebagian makanan itu.

"Ya gimana? Tampang? dapet, body? dapet, keren?attitude? dapet, tajir? Gausah gua tanya keknya lu juga tercengang kan liatnya juga," jelas Raven.

"Cuma satu misterinya," cetus Revan sambil fokus ke depan, Raven pun seketika menolehkan pandangan pada pria disampingnya.

"Apa?" tanya Raven.

"Dia straight apa engga." kata Revan bernada dingin sok keren. Seketika Raven tergelak hingga terbatuk batuk.

"Anjir!" Raven memukul kepala Revan seperti biasa, Revan hanya mengaduh sambil mengelus ubun ubunnya.

.....

Baru chapter dua tapi udah makin absurd saja ya wkwk
Pokonya baca terus vote terus comen ea.
Te amo💙

RAVEN [Completed]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang