Ruangan berukuran 4x3 meter ini terasa sangat sempit. Raven duduk di kursi yang berada di sebelah ayahnya, mereka sedang menyimak kata kata dokter muda yang cantik, rambutnya pirang panjang dan diikat seperti ekor kuda. Dokter itu sedang menjelaskan kondisi terkini Danny, apa saja yang harus dikonsumsi dan apa saja yang harus dihindari. Dan Danny harus terus memeriksakan dirinya secara rutin.
Setelah kurang lebih 20 menit berada didalam mereka pun keluar dengan resep obat yang sudah diberikan dokter cantik tadi untuk segera ditebus.
"Dad harus banyak istirahat, Raven gamau tau." kata Raven memecah keheningan, Danny yang raganya semakin tua tidak bisa berjalan cepat seperti dulu, apalagi berlari, bahkan seekor kucing pemalas pun bisa mengalahkannya dalam lomba lari.
"Jangan khawatir, dad patuh kata dokter, sayang. Bukan kamu." balas Danny sambil tertawa sejenak.
"Dad, aku serius." kata Raven dengan wajah yang kusut.
"Maaf sayang, dad ga ada maksud ngerepotin kamu. Tapi ini yang terjadi, dan ini yang harus dad terima." Raven memeluk ayahnya, Raven tidak pernah membayangkan mengurus orang tuanya sakit sampai harus melakukan kontrol sebanyak dua kali sebulan, ini pasti parah. Ia bahkan teringat ibunya yang kata Revan semakin buruk keadaanya setelah Raven pergi. "Ayo kita jalan lagi," kemudian mereka berjalan keluar rumah sakit.
.....Musim semi sudah tiba, sore ini sedang hujan lebat di Liverpool, Raven sedang menonton Fantastic Beast bersama Amber dikamarnya. Ya, malam ini Amber menginap di rumah Raven yang berada di bagian atas pub Adams milik ayahnya karena Arthur sedang ada urusan dengan teman temannya. Suasana ramai dibawah tidak sampai ke atas karena suara hujan yang menyamarkan keramaian itu.
"Gue gatau kenapa lo suka banget sama TAW." celetuk Amber setelah film itu usai tinggal menayangkan kreditnya. "Dari tadi gue mikir, cuma gamau ganggu lo nonton film-nya." lanjutnya setelah mendapat tatapan bingung dari Raven.
"Karna ini lebih baik daripada nonton fake taxi." jawab Raven singkat, Amber memutar matanya kesal. Tiba tiba handphone Amber berdering, ada panggilan masuk, panggilan video dari Arthur. Amber pun dengan cepat mngangkat panggilan itu.
"Hi babe!" sapa Amber setelah terlihat wajah Arthur yang sedikit tertutup rambut coklatnya.
"Hi babe, lagi apa?" sapa Arthur diikuti pertanyaan.
"Lagi mau tidut nih, kamu malah nelpon." kata amber samber membaringkan tubuhnya. Raven tetap melanjutkan nontonya
"Aku ganggu ya?" suara Arthur terdengar samar samar dari ponsel Amber.
"Anak anak belum tidur?" suara yang begitu dikenal tiba tiba terdengar. Ilyas.
"Lo ga ketuk dulu? Ga sopan!" amuk Amber.
"Siapa babe" tanya Arthur kepada Amber.
"Ilyas,"
"Terserah gua lah," jawab Ilyas,
"Lo kapan dateng Yas? Tanya Raven setelah Ilyas melepas pelukannya dan duduk di karpet.
"Barusan." balasnya sambil melepas jaketnya, "Pengatur suhu rumah lo berkerja sempurna Rav, ga kaya di apartemen gua, coba tebak." sambung Ilyas.
"Mati?" tanya Amber, kemudian Ilyas mengangguk, "Gue harap elo yang mati Yas," tambah Amber diiringi tawa dari Arthur di telepon, kali ini Ilyas melemparkan kaus kakinya yang super bau itu, mungkin sepanjang musim dingin dia tidak mencuci kaus kaki itu.
"Sumpah si Yas, lo harus jauhin itu kaos kaki dari sini, gila bau banget." kata Raven sambil menutup hidung.
"Maklum, kaos kaki kesayangan." jawab Ilyas sambil menyengir. "Btw, kemana si Arthur, segala pake video call?" kini Ilyas bertanya pada Amber.
"Ada acara sama temen temennya," balas Amber.
"Ah! Dia pasti lagi hunting cewe cewe di club, atau tempat tempat karaoke, atau dipinggir jalan."
"Kalo Arthur hunting cewe dia pasti cari yang berkelas ya Ilyas, bukan cewe hutan." balas Amber ketus.
"Dasar baper!"
"Lagian kita lagi face time dia di hutan nih,"
"Coba sini gue mau ngomong," tanpa permisi Ilyas merebut ponsel Amber. "Bro, lagi dimana bro?" tanya Ilyas, ia hanya mengangguk anggukan kepala atas jawaban Arthur. "Disitu sinyalnya kenceng ya? Lu video call juga cakep kaga ngeblur,"
"Nah iya Yas, keknya kapan kapan kita harus kesini bareng deh, tinggal selama beberapa malem seru tuh pasti," balas Arthur.
"Emang lu mau berapa lama disitu?" tanya Ilyas.
"Gua udah 2 hari disini, rencananya seminggu aja disini ga lama lama," jawab Arthur.
"Yaudah gua mo tidur dulu, lu ngomong lagi ni sam cewe lu!" Iluas menutup pembicaraan dan memberikan ponsel itu pada sang empunya.
"Lo mau tidur dimana Yas? Lo gamungkin tidur disini kan?" tanya Raven saat Ilyas duduk di sofa ujung kamar Raven.
"Ga, bokab lu nyuruh gua tidur di sebelah sono, ponakan lu lagi gada disini, jadi gua boleh tempatin." Ilyas menjelaskan. Ia berjalan keluar dari kamar Raven.
.....
Keesokan paginya. Amber sedang membantu Asa, pemuda tanggung berusia 13 tahun yang sudah lama bekerja di pub Adams. Asa berasal dari keluarga kurang mampu, meskipun ia masih kecil tapi ia sudah bekerja paruh waktu. Asa yang rajin selalu bangun setiap pagi dan langsung menuju pub Adams untuk membantu membersihkan pub, mencuci alat makan dan kadang membantu menyiapkan sarapan seperti yang sedang ia lakukan saat ini, kemudian pergi ke sekolah di siang hari. Danny sangat menyukai Asa, bahkan Danny sering mengajak Asa pergi menonton Liverpool atau pergi kemana mana jika ia butuh teman tapi tidak bisa mengajak Raven, Asa sudah seperti adik Raven.
Amber yang hobi memasak, sama dengan Asa yang juga suka memasak tampak sangat menikmati duetnya di dapur, mereka terdengar sedang bercerita tentang hal hal lucu yang mereka alami di masa sekolah. Raven dan Ilyas duduk di tepi pub sedang mebgelap piring piring dan gelas yang sudah dicuci oleh Asa, menghadap jalanan yang mulai ramai dengan ditemani secangkir kopi hangat buatan Asa.
"Disini enak ya? Rame terus, kalo pengen nyepi tinggal naek aja udah ga kendengeran yang di bawah," celetuk Ilyas, sepertinya dia tidur nyenyak semalam, wajahnya ceria.
"Lumayan, karna disini kawasan rame juga soalnya,"
"Ga kaya diapartemen gua, udah yang punya galak, tetanganya nyebelin semua--rame si, ramenya kalo udah pada ribut." Raven tertawa mendengar curhatan sahabatnya itu, seperti Ilyas memang tidak betah disana. Tapi dia sudah disana selama hampir 3 tahun.
"Kalo kamu mau tinggal disini aja Yas," kata Danny, Ilyas dan Raven secara reflek menoleh kesamping dimana Danny sedang berdiri. "Disini masih ada tempat, dan kamu gaperlu bayar sewa, jadi uang kamu bisa ditabung." tambahnya,
"Bener tuh Yas, bisa buat beli indomie se kontainer," timpal Raven. Ilyas tampak bimbang mendengar tawaran itu, tentu saja ia senang, tapi ia merasa tidak enak terlalu banyak merepotkan.
"Iya Yas, lagian kalo dari sini lebih deket ke kampus dari pada dari apartemen kamu," Danny kembali meyakinkan.
"Dad, Ilyas tuh udah ga niat kuliah lagi," Ilyas memukul Raven tept dikepalanya, namun Raven hanya tertawa terbahak bahak. Danny juga tertawa sesaat.
"Breakfast's ready!" teriak Amber dari dapur. Ilyas dan Raven juga sudah selesai dengan pring dan gelas. Mereka pun membawa piring dan gelas itu ke dalam dan beranjak ke meja dekat bar untuk sarapan bersama.
"Baunya enak," kata Danny yang sudah duduk lebih dulu. Disusul Asa dan Amber, kemudian Raven dan Ilyas.
"Wah, lu jago masak juga ternyata ya?" ledek Ilyas pada Amber.
"Asa yang masak, ya pasti enak dong," balas Danny.
"Aku juga masak tau, iya kan, Asa?" Amber tidak terima. Asa hanya mengagguk sambil mengunyah makanan.
"Oiya Ilyas--pikirkan lagi tawaran saya, biar kamu juga lebih terurus," kata Danny mengingat Ilyas yang sering makan mie instan. Ilyas hanya nyengir lebar soal itu, ia pasti galau memikirkan tawaran itu.
....
Jangan sider pliss,
Te amo💙
KAMU SEDANG MEMBACA
RAVEN [Completed]✅
FantasyHanya sebuah karangan fiksi unfaedah dari gadis kuker. Berisi curhatan receh dan mimpi-mimpi yang semoga dapat terkabul. Selama typo masih bisa dibaca harap dimaklumi. Terima kasih. Aku cinta kamu.