"Hai Van, apa kabar?" tanya Raven kepada sahabatnya, Revan diam menatap wajah Raven di layar laptopnya yang tampak mengenakan baju tebal khas suasana akhir tahun, di Inggris sedang bersalju, ini sudah beberapa bulan setelah Raven terbang ke inggris dan musim dingin pertama untuk Raven setelah sekian lama. "Van, kedengeran ga si gue ngomong? Halo" sambung Raven setelah bosan menunggu respon.
"Kedengeran ko, gue lagi benahin resleting tadi," balas Revan.
"Lo apa kabar?" tanya Raven untuk yang kedua kalinya, tampak beberapa orang sedang berlalu lalang di belakang Raven, ia tampak seperti sedang berada si sebuah pub. Pub yang berdominasi warna merah, tapi bukan aksesoris nalal. Pub itu tidak dihiasi aksesoris natal. Melainkan dipenuhi oleh akssoris Liverpool FC kesukaan Raven.
"Gua luar biasa baik, alhamdulillah. Lo lagi dimana si Rav? Rame bener?" jawaban Revan yang diikuti pertanyaan.
"Gue lagi ditempat bokab, sambil ngerjain tugas kuliah. Kenapa? Suara gue ga kedengeran?"
"kedengeran ko," balas Revan lagi, kemudian menyeruput teh hangat buatan ibunya.
"Dingin dingin gini tiba tiba gue kangen sama lo Van," kata Raven sambil tertawa. "Liat lo dilayar laptop gue serasa pen terbang ke Indonesia tau ga? Lo tuh sekarang udah kumisan gitu udah kek cowo beneran lo," lanjutnya sambil terkikik, Revan yang merasa malu pun berusaha bertingkah normal.
"Gua emang cowo beneran kali, emang elu apa, cowo jadi jadian?" balas Revan.
"Xianjir! Gini gini gue udah sampe di Liverpool," jawab Raven membanggakan dirinya.
"Lu gamau pulang Rav?" pertanyaan Revan tanpa basa basi, seketika menyayat hati Raven, ekspresinya berubah. "Nyokab lu kangen sama lu, kemaren dia bilang dia liat postingan lu di instagram lagi bikin snowman sama keponakan keponakan lu." Jelas Revan, Raven hanya menatap kosong. "Lu gaboleh kek gini terus Rav, kasian nyokab lu. Lu gatau keadaan dia sekarang gimana..."
"Van, udah dulu ya? Ponakan gue ngajakin main. I'll call you later, bye!" membicarakan ibunya selalu membuat Raven merasa kecewa, Raven terpaksa harus berbohong kepada Revan karena ia tak mau mendengar lebih banyak tentang ibunya. Raven tetap akan kembali tapi tidak secepatnya.
Raven menatap keluar jendela dimana beberapa mobil terparkir di depan pub milik ayahnya, ya Danny menjalankan usahanya sebagai pemilik pub di kota Liverpool setelah pensiun dari profesi yang belum sempat melambungkan namanya setinggi teman sejawatnya, seperti Steven Gerrard, atau Daniel Agger.
Sekarang perhatian Raven beralih kepada seorang ibu yang melingkarkan syal kepada anaknya yang kedinginan karena udara yang dingin mencapai -2° celcius, sedingin apapun ini bukanlah suhu terendah, Inggris pernah mencapai -10° celcius musim dingin lalu. "Kamu kenapa ngalamun?" Tanya ayahnya dengan bahasa Indonesia yang sudah cukup terlatih, ia duduk di samping puterinya. Raven menyandarkan kepalanya ke pundak sang ayah sambil terus menatap ke arah luar.
"Daddy kenapa dulu ngasih nama aku Raven?" Daddy? Ya, setelah ia berada di Inggris hampir dua tahun dan berteman dengan orang orang sana ia jadi terbiasa memaggil ayahnya dengan sebutan Daddy, buka papa seperti dulu. Dan Pertanyaan itu seperti lewat begitu saja di benak Raven setelah melihat ibu dan anak yang baru saja lewat, yang cukup membuatnya merindukan ibunya.
Danny tampak berfikir sejenak, "Tentu karna daddy pengen kamu jadi seperti Raven (burung gagak besar)." Jawab Danny, "Raven itu kuat, mereka tahan dengan segala suhu, mereka bisa dengan cepat menyesuaikan diri, mereka bisa memakan apa saja, mereka hebat. Dan dad ingin kamu seperti mereka," lanjutnya, Raven tersenyum di pundaknya.
"Makasih ya dad, aku suka nama ini," balas Raven. Raven selalu senang bersama ayahnya, selalu menyukai setiap obrolan bersama ayahnya, selalu mengagumi setiap inci dari sosok sang ayah yang hebat itu. Perpisahan yang cukup lama itu membuat Raven tak mau menyia-nyiakan waktunya disana, ia selalu memanfaatkan waktu luangnya untuk bersama dengan keluarganya disana, entah ayahnya, kakek neneknya, atau keponakan keponakannya.
.....
"Argh, lama lama gue stress sama Arthur, di chat dari tadi ga bales bales kemana si dia?" Gerutu Amber, dengan bahasa Inggris tetunya, gadis itu tampak marah marah pada poselnya. Amber adalah teman Raven, mereka saling mengenal sejak mereka berdua masuk ke kampus yang sama dan di prodi yang sama. Amber berasal dari London, makanya ia memiliki pergaulan ala al anak ibu kota dan fashionnya yang kekinian. Dan Arthur, di adalah pacar Amber, Arthur juga kuliah di kamus yang sama dengan Raven dan Amber, tapi dia mengmbil jurusan lain.
Saat ini mereka sedang berada di salah satu gedung teater, berniat menyaksikan pertunjukan musim dingin dari sekolah drama dimana keponakan Amber yang masih kecil akan tampil disana. Tidak hanya Raven dan Amber, disana juga sudah ada Ilyas, pemuda dari Indonesia, orang pertama yang secara tak sengaja di kenal Raven di kampus. Ilyas dua tahun lebih tua dari Raven dan Amber, tapi dia tak memiliki target kapan dia akan menyelesaikan pendidikan sarjananya, ia sudah terlalu nyaman dengan pekerjaannya sebagai fotografer.
"Yas, kalo lo jadi Arthur, kira kira jam segini, dingin, lo ngapain?" Kata Raven kepada Ilyas yang tampak berfikir.
"Masak Indomie" jawabnya, kemudian dia kembali sibuk ke kameranya, "Rasa soto enak kali ya Rav?" Lanjutya, "Anjir gua jadi kepengen indomie" Ilyas langsung menengok uang dalam dompetnya.
"Lu ngapain?" Tanya Raven bingung dengan tingkah Ilyas.
"Masih, masih cukup buat beli indomie," balas Ilyas sambil nyengir lebar. 'Dasar bego, pantesan ga lulus lulus,' Batin Raven geleng geleng.
"Guys, maaf banget gue telat," Kata Arthur sesaat setelah dia sampai, sepertinya dia baru saja berlari, dengan nafas yang memburu dia membungkukkan badannya yang tingginya diatas rata rata.
"Dari mana aja lu?" Tanya Ilyas sambil menengok ke jam tangan.
"Sorry tadi gue ke asyikan maen game, maaf banget, gue ga telat kan?" Balasnya.
"Menurut lo?" Balas Ilyas ketus, ia kesal karena ia sudah kedinginan menunggu Arthur diluar selama hampir 30 menit dengan suhu udara yang menyiksa itu.
Mereka pun memasuki gedung teater. Anak anak usia 8-12 tahun itu menampilkan teater bertema natal, pertunjukan berlangsung meriah dengan dihadiri wali kota dan beberapa orang berpengaruh di Liverpool. Ilyas sibuk jepret sana jepret sini, dia sangat profesional jika sudah memegang kamera. Sesekali ia mengambil foto bersama Raven, Amber, dan Arthur.
Anak anak itu menampilkan tarian sebagai penutup dari penampilan memukau mereka, saat mereka selesai dan memberikan salam semua orang yang hadir menonton seketika berdiri dan memberi tepuk tangan kepada mereka. Anak anak itu sudah menampilkan totalitas.
"Yas, gambarnya bagus banget, angle-nya pas banget loh," puji Amber pada hasil jepretan Ilyas, Amber memang secara khusus mengundang Ilyas untuk mengambil foto keponakannya itu.
"Iyalah, gua kan fotografer profesional," kata ilyas menyombongkan diri.
"Nanti gue minta semuanya ya?" Pinta Amber sambil melihat foto foto yang lain.
"Entar aja gua kirim ke email lo, jangan liat jauh jauh," kata Ilyas sambil merebut kembali kameranya.
"Ada foto pacarnya ya Yas?" Goda Arthur.
"Iya, dia cakep soalnya takut kalo lu tikung," sambil mengalungkan kamera ke lehernya.
.....
Ola amigos😍 buenos dias!
Ini bukan hari selasa ya but whatever saya cuma mau mengucapkan terima kasih untuk 100x read-nya. Jadi saya kasih lah chapter tambahan di luar hari selasa. But who cares about what day i suppose to updating this shit? Dan saya lagi seneng juga hari ini soalnya Liverpool abis ngalahin Manchester United dengan skor 1-4. intinya muchas gracias amigos.
Te amo💙
KAMU SEDANG MEMBACA
RAVEN [Completed]✅
FantasyHanya sebuah karangan fiksi unfaedah dari gadis kuker. Berisi curhatan receh dan mimpi-mimpi yang semoga dapat terkabul. Selama typo masih bisa dibaca harap dimaklumi. Terima kasih. Aku cinta kamu.