12

13 3 3
                                    

Sore hari yang indah di Liverpool. Udara mulai menghangat, lagit terlihat sedikit lebih cerah, lebih banyak burung yang berterbangan di langit. Liverpool sedang sibuk sore itu, orang orang pulang kerja memenuhi jalanan saat Raven dan ayahnya sedang dalam perjalanan menuju restaurant Italia di kawasan dekat Goodison Park. Ada beberapa restaurant Italia di dekat pub milik Danny, tapi Danny bilang pasta restaurant itu yang terbaik. Dan memang benar. Raven juga suka gelato yang disajikan oleh restaurant itu, semua rasanya ia suka, tapi rasa hazlenut adalah favoritnya.

Mereka sedang memutar episode terbaru dari podcast yang memenangkan penghargaan untuk podcast dengan pendengar terbanyak se-UK dan juga podcast terproduktif. apalagi kalau bukan TAW. TAW adalah singkatan dari The Anfield Wrap. Podcast yang membahas segala sesuatu tentang Liverpool FC. Saat itu John Gibbson ditemani oleh Melissa Reddy sedang membicarakan banyak hal, termasuk beberapa gelar yang berhasil di sabet oleh Liverpool FC. Tak bisa dipungkiri kemajuan mereka beberapa tahun belakangan sangat menggeliat, selalu lapar saat jendela transfer dibuka, mendatangkan pemain hebat yang bisa menambah kekuatan tim.

Sudah hampir 1 tahun Raven berada di Liverpool, itu artinya sudah 5 tahun Jürgen Klopp menjabat sebagai pelatih utama skuat Liverpool, banyak hal terjadi saat itu. Salah satunya, Liverpool mendapatkan kembali kejayannya.

"Here we come," kata Danny dengan aksen khas Scouses. Ia memarkirkan mobilnya di depan restaurant itu, kemudian masuk. Sambutan hangat diberikan oleh pelayan, restauran itu cukup ramai. Raven teringat ulang tahunnya beberapa bulan lalu yang dirayakan di restaurant ini, itu terakhir kali ia kesini sebelum hari ini.

Danny menduduki tempat kosong yang tersisa, diikuti Raven. "Aku inget banget, aku pernah duduk disitu, di samping Stevie G." Kata Raven saat mengingat momen ulang tahunnya. Saat ayahnya mengundang teman lama yang tak lain adalah Steven Gerrard, sang legenda Liverpool.

"Ah, daddy lupa mau tanya apa aja yang kalian obrolin waktu itu," balas Danny.

"Kita ngobrolin Daddy," jawab Raven sambil membolak balikkan buku menu. "Kata Om Stev, dulu dad itu pemain yang paling sering teriak teriak di lapangan, sampe katanya dia pengen nyumpel mulut dad pake sepatu," kemudian dia tertawa. Danny sebagai pemain bola, posisinya adalah seorang Centre Back, ia sering sekali meneriaki temannya.

"Ya wajar, sebenernya Stev juga bukan orang pendiem seperti yang kamu kenal ini," kata Danny, "Makanya sampe sekarang kita temen deket," lanjutnya sambil tersenyum.

"Dad..."

"Yes?"

"Dad pernah ke London--sendiri?"

"Pernah, sering dulu"

"Pernah denger Fake Taxi?" seketika Danny mendongak ke Raven, "Eh, aku cuma nanya dad," jawab Raven tergagap. Danny menghembuskan nafas.

"Kamu kalo pengen ke London bilang sama daddy," kata Danny, Raven mengangguk. "Kamu tau fake taxi dari mana?" lanjutnya.

"Amber," jawabnya, "Amber sering ketemu fake taxi katanya," lanjutnya.

"And...?" tanya Danny menyelidik.

"Daddy tau Amber, gausah nanya."

"Kamu jangan ikut ikutan dia, remember Raven, you're different, you're special." kata Danny sambil memegang tabgan Raven.

"Engga dad, Amber udah punya pacar sekarang, dan dia tinggal disini. Dia ngga akan ketemu fake taxi lagi--kecuali nanti kalo dia pulang--itupun kalo dia beruntung." balas Raven.

Singkat cerita, mereka sudah selesai makan. Hari semakin larut. Sudah saatnya pulang.

.....

"Hai Rav!" sapa Ilyas pagi itu di pub milik Danny, "Hai om!" sapanya pada Danny yang duduk di deretan bangku bar.

"Hai Ilyas, udah sarapan?" tanya Raven saat Ilyas mendudukkan diri disampingnya.

"Udah, sarapan indomie," balas Ilyas sambil menghidupkan laptopnya, 'siapa yang nanya?' batin Raven.

"Indomie lu banyak ya Yas?" tanya Raven kali ini.

"Lumayan, kemaren pas lu nanyain gue di gedung teater itu, pulangnya gua beli sekardus, rasa soto." ungkap Ilyas senang yang terkesan kekanakan. Ilyas baru saja kembali dari trip-nya ke Glasgow, selama satu minggu dia disana bersama dengan teman temannya melakukan camping, dan memancing.

"Lu dapet apa aja disana Yas? Ada cewe yang nyantol ga?" seketika Ilyas merengut ke arah Raven. "Ya, kali aja ada cewe Eropa yang seleranya cowo ke Timur Tengah-an kek elu ini, Zayn Malik dia juga keturunan Pakistan ato Afghanistan gitu loh Yas, atau India ya? Gue lupa." jelas Raven.

"Ya lu bandingin gua sama Zayn Malik? Rambutnya aja gua ga nyampe Rav," sahut Ilyas. "Selera cewe Eropa tuh kek si Arthur noh yang bongsor gitu badannya" sambung Ilyas.

"Arthur ga bongsor Yas, dia cuma banyak otot ditambah badannya yang super tinggi itu," kata Raven sambil tersenyum, Ilyas tampak tak peduli, "Arthur olah raga tiap hari, ga kaya lo yang jeprat jepret tiap hari, makan makanan bergizi--bukan indomie." Ilyas kali ini menoleh.

"Lu lama lama kek umi gua di Bandung tau ga? Baweel banget kalo soal Indomie" kata Ilyas.

"Ya itu artinya gue peduli sama lo, gue mau ngingetin lo soal makan sehat, pola hidup sehat." kata Raven.

"Yeu! Mentang mentang bokabnya atlet ceramah soal sehat," kali ini Raven yang melotot, takut Danny mendengar kata kata Ilyas. Takut Danny tersinggung, pasalnya Danny sudah tidak sehat lagi, ada penyakit yang bersarang ditubuhnya yang semakin tua dan melemah hingga dia tak bisa melakukan banyak hal, tidak parah, hanya saja perlu perawatan intensid dan tidak boleh melewatkan sesi apapun selama pengobatan.

"Tapi serius Rav lu mirip sama umi gue, padahal dia Arab lu Eropa," kata Ilyas sambil terkikik.

"Diem lo, cakepan umi lo daripada gue,"

"Ko tau?"

"Dia udah laku, nah gue belom"

"Sianjir," sahut Ilyas sambil memukul kepala Raven, seperti yang biasa Raven lakukan pada Revan.

Ilyas adalah pemuda asal Bandung yang datang ke Liverpool sekitar tiga tahun yang lalu, dia belum pernah sekalioun pulang ke Indonesia setelah itu. Dia adalah pemuda keturunan Arab yang lumayan tampan, tingginya juga sama dengan rata rata tinggi orang Eropa, hanya saja jika dibandingkan dengan Arthur si atletis yang tingginya hampir dua meter itu Ilyas terlihat sangat pendek meskipun Ilyas sudah sangat tinggi untuk ukuran orang Indonesia.

Ilyas sering main ke tempat Raven setelah saling kenal, Ilyas sudah seperti Revan bagi Raven meskipun mereka sangat berbeda. Jija Revan adalah pria pandai, Ilyas bukan. Jika Revan punya tingkat kepekaan super, maka Ilyas bukan orang seperti itu. Revan humoris, tapi Ilyas super humoris. Revan suka olahraga, berbanding 180 derajat dengan Ilyas yang jauh lebih memilih untuk bermalas malasan, menonton film dan membaca buku. Ya, membaca buku adalah hobi positif Ilyas, dan Revan tidak suka membaca. Revan orang yang cukup disiplin, Ilyas? Oh, dia terlalu seenaknya. Tapi Revan dan Ilyas punya kesamaan juga, mereka sama sama gigih dalam melakukan sesuatu, sama sama tidak bisa menyimpan pendapat. Mereka juga sama sama menyukai musik, mungkin dengan satu kesamaan itu maka mereka bisa berteman. Terkadang lucu membayangkan jika Ilyas bertemu dan berteman baik dengan Revan. Mungkin suatu saat nanti nereka harus berteman.

.....

Amigos!!
Maaf kalo dari part ini udah agak kotor ya? Tapi emang bener di London banyak fake taxi. Buat kalian yang penasaran mohon maaf saya gabisa jelasin, dan sepertinya kalian gaperlu juga googling soal itu, takutnya nyesel, wkwkwk.
Dan untuk podcast TAW bisa di denger lewat platforn streaming musik seperti Spotify dan Deezer. Untuk video mereka punya channel Youtube sendiri, dan untuk artikel, mereka juga punya website sendiri so cek aja la ya. Dan kalian juga bisa follow follow akun sosmednya juga.
Cerita ini boleh bergenre fiksi. Tapi masa kejayaan yang kembali ke Liverpool semoga segera terkabul dan bukan sekedar fiksi lagi, Amin.

Pokonya makasih terus buat kalian yang udah baca dan vote dan komen juga meskipun kadang unfaedah komennya😆 tapi gapapa, muchas gracias amigos!
Te amo💙 You'll Never Walk Alone.

RAVEN [Completed]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang