Raven sedang mengerjakan tugas di lantai atas ketika Asa berlarian menuju lantai atas sambil meneriaki Raven.
"Sista!" dia membuka pintu kamar Raven dengan terengah engah, wajahny tampak semangat. 'Ada apa?' batin Raven. Raven pun berlarian menuruni anak tanggal setelah mendengar Asa bilang bahwa Ilyas pindah ke rumahnya, 'Pantesan seneng si Asa,'. Pub belum tutup waktu itu, tidak ramai tapi masih ada beberapa orang mengobrol disana. Ilyas menurunkan barang barangnya yang tak terlalu banyak itu dari taksi. Dia akhirnya menyetujui tawaran Danny.
"Kenapa malem malem si Yas?" tanya Raven sambil menjinjing satu tas bawaan Ilyas, Ilyas membawa dua tas besar yang mungkin berisi pakaian dan sepatunya, satu kardus yang berisi peralatan fotografinya, dan satu kardus berisi printer. Satu tas lain dan kardus berisi peralatan dibawa oleh Ilyas sendiri, kardus printer dibawa oleh Asa.
Asa adalah orang paling dekat dengan Ilyas, Asa sepertinya mulai tertarik dengan fotografi setelah ia mendapatkan kamera digital jadul milik Ilyas yang sudah tidak terpakai. Dia sudah beberapa kali menunjukkan hasil fotonya pada Ilyas, dan Ilyas bilang Asa berbakat.
"Bang, saya bantu rapih rapihin ya?" tawar Asa setelah sudah sampai di lantai atas, Asa anak yang baik hati, ia selalu ingin membantu. Ia bilang ia adalah orang yang kurang beruntung, ia percayabahwa semua yang ia lakukan akan mendapat balasan yang lebih besar, makanya dia ingin menanam sendiri keberuntungannya yang mungkin akan ia tuai nanti ketika ia tak bisa mencarinya.
Rumah ini sekarang akan selalu ramai meski pub sudah tutup, meski tanpa kehadian keponakan keponakan Raven. Jika sudah ada Ilyas disini Asa juga bisa tidur disini, keluarganya tidak akan keberatan. Untuk kali ini Raven merasa seperti punya adik dan kakak dalam keluarganya, hanya saja tanpa sosok ibu yang ia harapkan kehadirannya.
"Anggep aja rumah sendiri ya Yas, gue seneng kalo lo betah disini," kata Raven, Ilyas hanya menanggapi dengan tersenyum, kemudian menata semua barangnya.
.....
Dengan malas malasan Raven membuka pintu depan pub untuk mengambil surat kabar, dengan matanya yang masih setengaj terkatup ia berjalan ambil memegang secangkir kopi. Asa sudah tiba sejak tadi, dia sudah selesai mencuci tumpukan piring.
"Asa!" panggil Raven.
"Iya kak," Asa yang tadinya sedang duduk mengelap gelas pun berdiri.
"Kamu semalem pulang jam berapa?" tanya Raven, kasihan Asa jika dia selalu pulang larut dan datang pagi pagi setiap hari.
"Aku ga pulang kak, aku tidur di tempat ka Ilyas semalem." jawab Asa. Tentu saja Raven tidak tau jika Asa tidur di tempat Ilyas, Raven kan tidur lebih awal--dan bangun lebih siang.
"Si Ilyas belom bangun?"
"Udah, abis ibadah terus mandi dia," Raven terdiam sejenak, entah apa yang lewat di benaknya.
"Istirahat loh Sa! Kamu tuh masih kecil jangan memforsir diri sendiri," masih dengan wajah ngantuknya ia kembali mengingatkan Asa, yang diingatkan hanya tersenyum geli melihat gadis dewasa yang bersikap seperti anak anak. Jika dibandingkan dengan Raven, Asa mungkin lebih dewasa daripada Raven.
.....
"Rav, babe!" teriak Amber dari belakang, ia baru saja turun dari mobil, mungkin itu mobil Arthur. Dia berlari dan kemudian memeluk Raven seperti orang yang lama tak bertemu.
"Lo ga lagi sakit kan?" tanya Raven yang masih bingung karena pelukan tiba tiba dari Amber, badan Amber yang sesikit lebih tinggi itu membuat Raven hampir ambruk.
"Gua lagi seneng banget Rav," akhirnya Amber melepaskan pelukannya, dia tersenyum sangat lebar.
"Kenapa? Arthur ngelamar lo?" tanya Raven penasaran.
"Engga, kemaren gue cari ngelamar kerja di Echo, gue keterima Rav." terangnya, itu bagus, jika Amber sudah bekerja dia tidak akan terlalu sibuk dengan Arthur yang kadang membuat Raven bergidik ngeri.
"Oh," respon Raven. "Di bagian apa?" tambahnya.
"Di bagian editing aja si, tapi lumayan daripada nganggur," jawab Amber, memang benar bekerja jauh lebih baik daripada berdiam diri di rumah setelah pulang kuliah.
"Lo harus bisa bagi waktu ya buat kerja sama kerjain tugas, gua gamau lo lulus belakangan--atau malah ga lulus lulus kaya Ilyas." Raven maupun Amber tertawa.
"Eh iya, Ilyas pindah ke rumah lo ya? Gue denger dari Arthur Ilyas udah hampir seminggu di rumah lo."
"Iya, lumayan lah buat tambahan tenaga bantu bantu di pub." Raven tertawa lagi, meskipun peran Ilyas jelas jauh lebih penting dari sekedar tenaga pembantu.
"Ishh, jahat lo gue bilangin Ilyas loh." ancam Amber.
"Jangan, ntar Ilyas gamau bagi bagi Indomie sama gua lagi."
Amber dan Raven berjalan menuju ke studio untuk melakukan praktikum mengenai penyiaran. Mempelajari semua peralatan audio yang ada di sana, bagaimana memakainya dengan baik dan merawatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAVEN [Completed]✅
FantasyHanya sebuah karangan fiksi unfaedah dari gadis kuker. Berisi curhatan receh dan mimpi-mimpi yang semoga dapat terkabul. Selama typo masih bisa dibaca harap dimaklumi. Terima kasih. Aku cinta kamu.