16

6 2 0
                                    

"Yas, lo jago juga mancing, dapet ikannya gede gede." kata Arthur yang sedang membaluri ikan dengan saus ditemani Amber disampingnya, hasil tangkapan Ilyas semalam lumayan, meskpipun harus menunggu cukup lama.

"Elu berdua yang enak, tinggal makan doang." balas Ilyas, ia sedang duduk sambil membersihkan lensa kameranya. Amber yang mendengar pernyataan Ilyas pun menggerutu karena dia sebenarnya membantu memasak ikan tersebut. Pagi itu Ilyas berencana mengambil gambar tepi sungai yang agak berkabut dengan dedaunan yang masih berembun. Sedangkan Raven sedang sibuk mengobrol dengan Revan.

"Bagus dong Van, terima aja lah lumayan divisi Dua juga nanti bisa promosi ke Divisi Utama." kata Raven saat mendengar kabar kalau Revan yang sudah SUKSES berkarir di tanah Air mendapat tawaran dari klub Divisi dua Inggris. "Lagian kan klub itu pernah di Divisi Utama Van, meskipun ga finish di top 10." lanjutnya.

"Gua tuh bingung Rav, gua si pengen ke sana. Tapi ninggalin orang tua gua dan nyokab lu, gua ga siap." balas Revan.

"Kalo bisa lo ajak aja nyokab gue Van! Gue kangen juga sama omelan dia." Raven menahan air matanya, terlalu lagi untuk menangis meskipun sudah siang hari di Indonesia.

"Lu tau sendiri ga gampang bujuk nyokab lu, lu aja bisa kesana pake berantem dulu kan? Sampe sekarang ga saling sapa." Revan benar, itu bukan hal yang mudah, terlebih chef Ranti juga punya pekerjaan yang tidak boleh ditinggalkan.

"Yaudah Van, besok besok ngobrol lagi. Lo pikir bener bener dah tu tawaran! Kesempatan ga dateng dua kali" Raven menutup.

Kemudian Mereka pun sarapan bersama disana. Belum selesai sarapan ponsel Raven kembali berbunyi, panggilan dari ayahnya.

"Halo dad," sapa Raven masih dengan mulut terisi penuh. Raven mendengarkan suara dari seberang yang membuat ekspresinya berubah seketika. Itu bukan ayahnya, melainkan Asa. Asa memberi tahu Raven tentang Danny yang masuk rumah sakit, seketik itu juga Raven panik, begitu pula dengan Ilyas, Arthur dan Amber. Mereka pun bergegas membereskan tenda Mereka Untuk kembali ke pulang dan menengok keadaan Danny. Saking paniknya Raven tidak mau makan lagi, Ilyas dan Amber cemas karena Raven. Amber beberapa Kali mengingatkan Arthur yang mengebut karena dia pasti juga cemas.

Sesampainya di rumah sakit Raven berlari dengan panik ke dalam gedung, air matanya tak bisa dibendung lagi. Amber juga ikut menitikkan air mata saat berusaha berjalan secepat mungkin mengejar Raven bersama Arthur dan Ilyas.

Asa sedang terduduk disana bersama dengan beberapa anggota keluarga Adams. Raven mulai menangis tersedu Setelah sang bibi meneluknya. Danny masih hidup, hanya saja kondisinya memprihatinkan, gangguan Serebrovaskural yang di deritanya selama ini semakin memburuk, membuatnya kehilangan kesadarannya untuk beberapa saat.

Asa lah yang pertama mengetahui kondisi Danny, dia menemukan Danny telah pingsan di lantai atas rumahnya saat Asa hendak menyiram bunga yang ada di lantai atas rumah itu. Asa yang panik langsung meminta bantuan seorang karyawan pub untuk membawa Danny ke rumah sakit, setelah itu barulah ia menelpon Raven dan kemudian menelpon keluarga yang lain.

Mata Asa juga terlihat sembab, sepertinya ia juga sempat menangis. Setelah lebih Tenang, Raven menguatkan diri Untuk melihat sang ayah lebih dekat. Ditemani oleh Ilyas Raven masuk kedalam ruangan dimana Danny dirawat.

.....

Mobil yang di kemudikan Ilyas hening, hanya ada suara desir angin yang keluar masuk melalui pintu mobil yang kacanya terbuka. Asa duduk didepan di samping Ilyas. Raven duduk dibelakang, sibuk dengan pikirannya, sedih rasanya melihat Raven yang tampak kacau. Sejak tiba di Inggris dia memang tak banyak bicara seperti saat ia berada di Indonesia, dia selalu sedih setiap kali pulang dari rumah sakit untuk memeriksakan keadaan ayahnya yang semakin buruk. Pikiran pikiran negatif selalu datang ketika Raven teringat kata kata dokter di setiap pertemuan. Sedih.

Raven, Ilyas, dan Asa pulang sejenak Untuk memberihkan diri Mereka. Ilyas dan Asa juga Sama sedihnya.

Sore itu langit di Liverpool cerah, mengingtkan Raven akan momen momen saat ia pertama datang kesini, ia memutari kota dan mendengarkan podcast TAW, dan ssekali bercerita masa lalu.

Mobil sudah terparkir di garasi samping pub, Raven berjalan di belakang Ilyas dan Asa. Sesampainya di dalam Raven langsung menuju kamarnya, ia menatap hiruk pikuk kota Liverpool yang sibuk di sore itu. Ia ingat saat pertama kali ia datang, ia habiskan minggu pertamanya untuk mengelilingi kota itu bersama sang ayah sampai ia menghafal setiap sudut kota itu. Perlahan air mata membasahi pipi, ia mengingat ibunya yang ada di rumah, bagaimana kabarnya? Apakah dia baik baik saja? Apakah dia juga terpikirkan hal yang sama dengannya sekarang?

Saat ia sedang terisak tiba tiba pintu kamar terbuka, ia tak menghiraukan siapa yang membuka pintu itu, ia mulai terisak. Ternyata Ilyas, Ilyas mencoba menenangkan Raven, ia mengusap pelan pundak Raven dan meyakinkan Raven semua akan baik baik saja. Raven semakin terisak, sekarang ia menumpahkan semua air matanya di pelukan Ilyas yang sudah dianggapnya sebagai kakaknya sendiri.

"Everythings gonna be okay," kata Ilyas sambil membelai rambut Raven yang terisak dipelukannya. "Jangan nangis lagi, kasian daddy kamu, kasian Asa." tambah Ilyas. Ya, Asa mungkin yang paling sedih diantara semua orang, dia yang paling deka denga Danny, sejak ia masih kecil ia sering main main disana dan bekerja di pub. Asa pasti sangat terpukul.

Satu jam kemudian merek kembali lagi ke rumah sakit, orang tua Asa sudah disana. Asa kembali menangis di pelukan ibunya, Raven dan Ilyas berusaha keras untuk tidak menangis lagi, terutama Raven. Dia memilih menepi dan menelpon Revan.

"Huwallohhh..." Revan menyapa sambil menguap. Tentu saja dia sedang tertidur.

"Hay, Van. Ganggu ya?" Raven mengusap wajahnya seraya bicara ditelepon.

"Menurut lo?" kata Revan yang masih mengantuk.

"Tadinya gue mau nelpon nyokab tapi gue takut ganggu dia."

"Kalo gangguin gua ga takut ya?"

"Bukan gitu--," Raven terdiam, begitu pula Revan.

"Lu kenapa?" Revan akhirnya bertanya, Revan yang super peka itu pasti tau sedang ada sesuatu pada Raven. Raven mengehela nafas.

"Bilangin sama nyokab gue kalo dia punya waktu longgar minta tolong bilangin ke da buat telpon gue, gue takut ganggu dia, soalnya dia sibuk banget kan."

"Lu gamau cerita dulu ke gua?" tanya Revan.

"Bokab gue sakit, Van-- udah lama dia pengen ketemu sama nyokab, tapi lo tau sendiri kan gimana nyokab?"

"Yaudah nanti gue sampein deh," Revan menguap lagi.

"Lo balik tidur sana! Good night, Van." tutup Raven.

......

A few chapters left, yay🙌
Te amo💙

RAVEN [Completed]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang