4

17 5 2
                                    

"Rav!" panggil seseorang dari arah belakang, dilihatnya Revan sedang berlari tergopoh gopoh ke arahnya. "Cap... Capek" katanya setelah berhadapan dengan Raven, tanpa permisi Revan menenggak separuh isi air mineral yang dipegang Raven.

"Lu aus Van?" tanya Raven yang masih memasang wajah tercengang karena separuh isi botol itu hilang.

"Capek Rav, abis lari lari juga" jawab Revan, napasnya masih belum teratur.

"Lu dikejar bencong sampe lari gitu?" Revan menatap Raven dengan menyipitkan matanya yang membuat Raven hanya senyum senyum.

"Lu udah liat hasil simulasi belom?--Udah di tempel di mading deket kantor." tanya Revan, Raven yang sat itu sedang menenggak air pun seketika lari tanpa sepengetahuan Revan, "Selamat ya, lu..." kata Revan terpotong setelah menyadari bahwa ia sedang berbicara pada udara hampa, dia pun menoleh kebelakang dan melihat punggung Raven hilang dibelokan, "Sialan tu bocah!" umpatnya, kemudian berlari lagi mengejar Raven.

Ditempat lain yang ramai berjubal banyak siswa berebut melihat papan itu lama lama berkurang, Raven memperlambat langkahnya dan menyiapkan segala kemungkinan yang akan diperlihatkan oleh papan mading itu. Sesampainya disana Raven menarik napas panjang dan mulai mencari namanya, hampir satu menit dia mencari namanya tapi tak ditemukan namanya, sampai seseorang datang. "Raven Valida Adams" dengan terkejut Raven mendongak ke atas. Ternyata Tedi. Kemudian matanya pun tertuju kepada telunjuk Tedi yang menunjukkan letak namanya, ada di urutan ke-4 tertinggi di sekolahnya. Itulah mengapa ia tidak menemukan namanya dari tadi. Siapa yang menyangka akan berada di tingkat itu? Meskipun bukan yang terbaik tapi Raven senang dengan hasil dari usaha terbaiknya. "Selamat ya" kata Tedi sambil mengulurkan tangannya dan disambut hangat oleh Raven.

"Ehem!"

"Hay Van!" sapa Tedi yang hanya dibalas lambaian oleh Revan.

"Tadinya gua mau jadi orang pertama yang ngucapin selamat ke elu, eh malah udah keduluan" kata Revan kepada Raven yang masih tersenyum, "Elu si pake acara kabur segala" lanjutnya.

"Halah siapa yang ngucapin duluan gapenting, yang penying niatnya dong," kata Raven sambil menjabat tangan Revan. "Gue harus nelpon nyokab nih--iya nyokab, siapa tau dia berubah pikiran dengan ini," kata Raven setelah teringat sesuatu, kemudian dia pun memberikan botol air mineralnya pada Revan dan meninggalkan kedua temannya.

"Good luck aja deh Rav!" kata Revan kemudian menenggak sisa air dibotol, ia tak di gubris oleh Raven yang sudah sibuk dengan ponselnya. Kemudian pandangannya beralih pada Tedi yang matanya masih terpaku pada Raven. "Gitu amat lu ngeliatinnya?" tanya Revan sambil cengengesan. Tedi yang tertangkap basah pun hanya menggaruk kepalanya yang tak gatal sambil cengar cengir.

"Eh, gapapa ko Van," jawab Tedi cepat, nampak wajahnya mulai memerah.

"Yakin lu?" ledek Revan.

"Hahha, yakin lah--oiya selamat juga ya buat lo, ga nyangka gue ternyata otak lu encer juga," mereka pun berjabat tangan,

"Oiya sama sama, lu sendiri peringkat berapa Ted?" tanya Revan.

"Ah, jangan tanya deh Van, kalo lu penasaran lu liat aja di situ, malu gue kalo mau ngaku," balas Tedi sambil tertawa.

"Sante aja sama gua mah,"

"Yaudah deh Van, gua cabut dulu, bye!"

"Yoi"

Dari sana Revan dapat menyimpulkan kalau Tedi mungkin punya perasaan terhadap Raven, "Stick it in that old thing!" kemudian dilemparnya botol yang telah kosong itu ke tempat sampah, "Parasin! Anda memang berbakat tuan Revan Reynaldi!" seperti orang gila berbicara sendiri, kemudian pergi.

.....

Suasana makan malam hari ini berbeda, lebih ramai karena ada keluarga Reynaldi berkumpul bersama di ruang makan Chef Ranti. Kebetulan pak Reynaldi yang tak lain adalah ayah Revan sedang ada di rumah jadi keluarga mereka lengkap berkumpul di ruangan itu untuk merayakan acara chef Ranti yang sudah mencapai episode 100.

Bahagia sekali chef Ranti ketika memotong tumpeng nasi kuning yang ia buat sendiri--bahkan untuk perayaannya sendiri. Tepuk tangan mengiringi prosesi potong tumpeng. keluarga Reynaldi sejak dulu selalu menjadi keluarga untuk kami, keluarga yang sempurna untuk saling berbagi.

"Mas Revan rencananya mau lanjut kuliah jurusan apa mas?" tanya Chef Ranti di sela makan malam.

"Oh, saya si pengennya langsung ke profesional tim sepak bola aja tan, kemarin pihak akademi bilang ada yang mau kontrak," jawab Revan.

"Wih, hebat lu Van! Lu malah gada cerita sama gue" potong Raven sambil menyikut lengan Revan.

"Hello, lu siapa ya?" jawab Revan sok, kemudian pukulan mendarat di kepalanya. "Sakit, bego!" pekiknya, Raven hanya mejulurkan lidahnya.

"Revan dari dulu pengen jadi atlet, kita si sebagai orang tua ya cuma bisa dukung aja," kata pak Reynaldi, "Lagian kalo dia berprestasi kan kita juga yang bangga" lanjutnya, berhasil membuat ekspresi chef Ranti sedikit berubah.

"Ah papa bisa aja deh, Revan jadi makin sayang sama papa," kata Revan lebaynya kelewatan.

"Najiss!" timpal Raven, kini gantian Revan yang melet.

.....

Pukul 11.37 acara makan malam sudah berakhir, kini Raven sedang mencuci piring kotor makan malam tadi karena asisten rumah tangga membersihkan yang lain. Bersama ibunya disana tapi tidak ada kata kata yang terucap dari keduanya, meski mereka sudah baikan tapi mereka saling sibuk dengan pikiran mereka sendiri. "Teh Raven gaakan ninggalin mama kan?" Seakan tau apa yang sedang dipikirkan Raven, chef Ranti membuka suara.

"Aku lagi gamau debat ma, udah larut." jawab Raven, kembali fokus lada piring kotor.

"Mama ga ngajak debat ko teh, mama nanya doang--kamu gaakan ninggalin mama kan?" ulangnya seakan Raven tak mendengar pertanyaan sebelumnya.

"Aku gatau ma, masih ada beberapa ujian yang harus aku jalanin,"

"Kalo bisa jangan ya teh?" pinta chef Ranti dengan suara parau, kembali lada piring kotor lagi. Raven hanya diam tak merespon sampai semua piring bersih.

Ini sudah terlalu larut mungkin sebaiknya ia tidur.

.....

Semakin absurd aja eaps? :v
Keep voment lah pokonya! Maapkan typo yang unconditional :v
Te amo💙

RAVEN [Completed]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang