8

16 4 3
                                    

Walk on trough the wind, walk on through the rain
Though your dreams be toast and blown
Walk on, walk on with hope in your heart
And you'll never walk alone...
You'll never walk--alone...

Walk on, walk on...

Pintu kamar Raven dibuka secara paksa dari luar saat Raven sedang berduet dengan ayahnya via skype. Chef Ranti berkacak pinggang didepan pintu, Raven menoleh kebelakang dan melepas headset yang terpasang ditelinganya sambil menyengir lebar. Ia memberi isyarat kepada sang ibu untuk menutup kembali pintunya kemudian menunjuk laptop dihadapannya. Chef Ranti seketika menilik layar laptop Raven yang menunjukkan wajah tua sang mantan suami, kemudian ia buru buru menutup pintu kamar Raven. Raven kembali menoleh ke layar laptop.

"Siapa tadi Rav?" tanya Danny dengan bahasa Indonesia yang terdengar aneh karena pada dasarnya ia bukan orang Indonesia.

"Mama," jawab Raven "Mama gapernah suka kalo aku berisik, jam segini biasanya lagi taping di dapur makanya mama suka marah kalo jam segini berisik," sambil tertawa Raven menjelaskan kepada ayahnya.

"Oh," Danny terdiam sejenak, "Gimana rencana kamu mau kuliah disini? Jadi?" tanya sang ayah kepadanya.

"Jadi pa, insyaAllah pokonya aku mau berperang melawan ego mama," jawab Raven bersemangat. "Nanti aku juga bakal minta bantuan temen temen aku buat bujuk mama supaya izinin aku lanjutin kuliah disana." Raven tersenyum.

"Papa harap kamu bisa disini ya Rav, kalo bisa sekalian kamu ajak mama kamu kesini, papa kangen sama kalian," Raven menatap ayahnya lamat lamat, guratan wajah sang ayah yang semakin tegas membuat matanya terasa panas terbakar, serasa tubuhnya ingin memeluk tubuh sang ayah.

"Yaudah pa, udah dulu ya? Nanti mama marah lagi." Sambil cengengesan Raven pamitan pada ayahnya, ayahnya pun mengamini dan kemudian melambaikan tangannya sebelum Raven mematikan video call-nya.

Kemudian Raven membaringkan tubuhnya ke ranjangnya, mengusap air mata yang sempat keluar dari ujung matanya. Ada ingatan ingatan manis yang berputar dikepalanya, wajah ayahnya yang semakin tua, kenangan kenangan di tempat latihan bersama teman se-tim ayahnya dulu. Tak tertahan lagi air matanya ingin keluar

Esok paginya, di sekolah sangat sibuk anak kelas 12 sedang berjubal di depan mading untuk melihat hasil USBN mereka. Ya, hari memang berjalan begitu cepat, hingga menyisakan satu tahap lagi untuk menjalani kehidupan baru sebagai seorang mahasiswa/mahasiswi.

Raven, Revan, dan Tedi sedang menunggu kerumunan itu sepi dengan sendirinya, mereka berdiri sambil membicarakan pertandingan antara Liverpool kontra Watford yang berakhir 5-0 untuk Liverpool. Tedi menjadi banyak bicara sekarang, mengingat Raven dan Revan yang talk-active tidak menutup kemungkinan kalau Tedi juga akan menjadi seperti kedua temannya. Revan dan Raven tak lagi terlihat seperti anak kembar yang tak punya teman lain, karena sekarang Tedi ada bersama mereka. Raven memprotes Tedi yang terlalu sibuk di dapurnya bersama chef Ranti, karena itu Revan dan Raven sering menculik kemudian membawa Tedi ke sesi latihan rutin Revan. Sesekali belajar kelompok meskipun tak banyak pelajaran yang masuk kedalam otak mereka, pertemanan mereka berjalan dengan baik, sudah terlihat seperti golden trio dalam sekuel Harry Potter.

"Gue deg degan liatnya, gue disini aja deh." kata Raven setelah kerumunan berkurang, "Lu bedua tolong liatin punya gue ya?" pinta Raven kepada kedua temannya.

"Rav..." panggil Revan setelah ia benar benar menghadap tulisan tulisan di mading. Raven menengok kepadanya, menatap wajah memelas Revan membuat Raven gusar meju melihat mading itu, wajahnya nampak khawatir sesaat sebelum ia melihat ribuan daftar nama itu.

"Puas??" tanya Revan sambil menyengir.

"Lu emang bangsat ya Van?" sambil memukuli Revan wajahnya mulai berubah sumringah, "Tega lu ngerjain gue," kemudian ia menghentikan pukulannya dan mulai tersenyum haru.

RAVEN [Completed]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang