BAB 35

1.5K 311 13
                                    

Ada gesekan yang berkesan-terburu-buru dari suara biola yang mengiringi suara Draco. tak seutuhnya seirama dengan ringkihnya suara Draco kali ini.

My Pretty sleeper

Your twisted mind

Like snow on the road

Your shaking shoulder

Proof that is colder

Inside your head

Than winter out there

Harry menatap ke piringan hitamnya kali ini. Berhenti berpikir dan hanya menatap ke temaram ruangan tengahnya.

Suara Draco berlanjut.

Draco hanya bernyanyi di piringan hitam ini.

Tidak ada suara lain.

I will tell you

I love you

But the mocks on your ears

Cradle your fear

"Aku tidak takut, Drac..." ujarnya pada kegelapan.

Please, take my hand

We're in foreign land

As we travel trough snow

Together we go...

Piringan hitam berhenti. Harry berdiri, menyalakan kembali lampu utama ruangan dan televisi.

Kehebohan beredar di luaran sana.

Draco masih Malfoy tentu saja.

Tapi ia tak lagi berhak atas apa-apa yang seharusnya menjadi warisannya.

Seorang pembawa berita cantik berkulit hitam, beraksen Irlandia dengan lantang dan tertata menceritakan, "Pencabutan hak waris atas Draco Malfoy, aktor dan penyanyi ternama yang juga selama ini dikenal sebagai pangeran dari keluarga Malfoy salah satu keluarga tertua dan terkaya di dataran Inggris. Disinyalir memiliki hubungan dengan pernyataan Draco Malfoy yang kontroversial di beberapa media mengenai affairnya dengan aktor muda berbakat lainnya Harry Potter. Sejauh ini kami belum mendapat pernyataan resmi baik dari Draco Malfoy maupun Harry Potter. Namun, kuasa hukum keluarga Malfoy mengatakan bahwa pencabutan hak waris tersebut benar dan saat ini posisi Draco Malfoy sama seperti pegawai biasa lainnya di perusahaan mereka."

Harry mematikan televisi lagi.

Mendekati piringan hitamnya, memutar kembali piringan hitam yang sama.

Piringan hitam terakhir yang Draco kirimkan padanya kemarin malam.

Please, take my hand

We're in foreign land

As we travel trough snow

Together we go...

.

.

.

"Kau tidak mau bicara dengan mereka?"

"Tidak perlu."

Severus menatap putra baptisnya dengan penuh ketidakpercayaan. Lelaki muda ini baru saja dibuang oleh kedua orang tuanya dan bukannya datang ke mansion Malfoy dan mempertanyakan ketidakadilan yang menimpanya. Ia datang ke perusahaan seperti biasa. Masuk ke bagian departemen kosmetik dan menjalankan tugasnya sebagian direktur bagian produksi. Ia bekerja seperti biasa sampai setidaknya ketika Severus masuk dengan dramatisnya dengan mantel hitam kelamnya dan wajah bersungut-sungut.

Selama beberapa saat mereka beradu tatap. Severus menantang Draco lewat ancaman di matanya.

"Mereka membuangku sebagai anak, tidak berarti mereka memecatku sebagai pegawai."

"Dan kau tidak peduli tak lagi mereka anggap sebagai anak selama kau masih menjadi salah satu 'buruh kasar' mereka?" sekretaris pribadi Draco di perusahaan, bukan Blaise tapi Martha, mendelik ke arah Severus setelah kata-kata terakhirnya.

"Jangan tersinggung, Miss Lane..." ucap Draco yang akhirnya bangkit dari duduknya di meja dan menutup file yang sedang di-scanningnya. "Dan mungkin ada baiknya kau antarkan dokumen ini ke Mr. Higgins dan minta dia untuk memeriksa kontraktor persediaan kita sampai bulan depan." Gadis yang sedari tadi berdiri diam dan patuh menunggu Draco memeriksa dokumen akhirnya pergi meninggalkan ruangan.

"Severus." ujarnya sambil menatap ke bawah gedung dua puluh dua lantai tempat kantornya berada. Jendela besar yang menjadi dinding di bagian belakang meja kerjanya menampakkan pemandangan yang luar biasa setiap harinya.

Draco tidak pernah berpikir untuk berhenti sejenak dari bekerjanya sebelumnya. Dan menggunakan fungsi relaksasi yang ditawarkan pemandangan di luar sana. Ya, ini masih jalanan macet di salah satu pusat kota London. Berbaris bersama begitu banyak gedung tua dan gedung modern lainnya. Gedung ini yang paling menjulang setidaknya di jalan ini.

"Aku tidak heran dengan tindakan ini."

Severus menatap Draco dengan dingin matanya, "Oh yeah... I bet..." ujarnya penuh sarkasme.

Berdiri di pinggiran jendela, jika tanpa jendela, tarikan untuk menjatuhkan diri terdengar menggoda. Mungkin ini yang Harry rasakan ketika melihat pisau atau silet atau benda tajam apapun yang ia pergunakan untuk mengiris nadinya. Dengan segala kegaduhan di sekitarmu dan di kepalamu. Kau hanya ingin mati, sekedar membuktikan bahwa neraka yang kau tinggalkan adalah kehidupan?

"Dan anehnya lagi, aku tidak menyalahkan mereka." Draco mempelajari konsep baru saat ini. Pasrah.

Severus melihat kedamaian di kilau kelabu Draco. Tapi ia tidak bisa mengerti. Karena Draco adalah putra mahkota yang mendapatkan apapun yang ia inginkan. Apa yang tidak bisa ia dapatkan dengan mudah, tak akan dibiarkan begitu saja lepas tanpa perlawanan.

Maka jangan merasa aneh jika melihat Severus terheran-heran saat ini menatap Draco.

"Drac..."

"Tidak perlu." Potong Draco tegas. "Kita lihat, jika memang layak, maka aku akan dapatkan kembali semuanya." Draco mengusap kaca jendela, berusaha terlihat melankolis dan dramatis namun justru menemukan debu. Ia berpikir untuk meminta cleaning service lebih teliti dalam membersihkan ruangannya.

"Ada lagi yang mau kau sampaikan?" Draco berbalik, kembali menatap tatapan dingin yang ditawarkan Severus padanya. Lelaki paruh baya itu hanya mendesah, dan melangkah keluar ruangan tanpa salam perpisahan.

.

.

.

[Sudah Terbit] Folie à Deux 🌟 Drarry [⏹]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang