Air kamar mandi di apartemen Harry terasa hangat di tubuhnya yang menggigil. Udara malam London cukup menggigit jika hanya dilalui dengan kemeja tuxedo yang tak seberapa tebal. Draco memutarkan sedikit lagi ke kanan untuk menambah suhu air hangat yang mengguyurnya.
"Kau akan membuat kulitku melepuh, Drac," komplain Harry begitu merasakan kulitnya yang sensitif terasa terbakar saat ini.
"Bukan salahku. Kau yang mengikutiku masuk."
Harrry men-deathglare Draco, "Kau yang menarikku, pervert."
Draco tertawa, terbahak dan lepas. Harry yang berusaha mempertahankan wajah cemberutnya tak bisa menahan diri dan tersenyum. Draco berhenti tawanya dan mengecilkan suhunya kembali, "You're welcome..." ujarnya.
Harry tahu ia seharusnya memukulnya atau mengajak Draco beradu panco saat ini. Sekonyol apapun itu terdengarnya untuk dilakukan di dalam bilik showernya yang sempit untuk diisi dua lelaki dewasa. Tapi hal masuk akal saat ini adalah untuk mencium Draco.
Bibir Harry sensitif dan memerah karena air hangat.
Draco merasakan kumis tipis yang dipertahankan pemuda itu menggelitiknya.
Ketika ciuman terlepas, dengan cepat Harry bertanya. "Menurutmu seberapa bahaya melakukan sex di kamar mandi?"
"Entahlah." Draco memasang tampang berpikir. "Kemungkinan kita terpeleset yang mengakibatkan cedera atau gegar otak."
Harry menyeringai, "Kedengarannya menyenangkan."
Draco tertawa sekali lagi. Terbahak. Sebelum kembali mencium Harry.
.
.
.
-Pagi, hari dimana Harry berhenti bermimpi-
Ruang makan di dekat dapur kecil saja. Berisi meja makan kayu dengan plitur krem dan 4 kursi minimalis. Di bibir Harry terselip roti bakar dengan olesan selai coklat, berdiri di counter dapur untuk membuat gelas kedua kopinya hari ini. Ia bilang hari ini ada pemotretan dan ia minum terlalu banyak Vodka semalam. Draco memberikan tatapan I–told-you-so terbaiknya. Dibalas Harry dengan pengabaian kelas profesional. Jadi Draco menciumnya dan membiarkan Harry membuat gelas kopi keduanya. Sementara Draco berusaha terlihat tetap beradab dengan memotongi terlebih dahulu roti panggangnya dan memakannya menggunakan garpu. Harry tidak berkomentar, hanya menggelengkan kepala.
Pagi itu terasa nyaman.
Pagi itu terasa aman.
Namun Harry bisa merasakan mereka berdua menunggu sesuatu.
Lemparan batu pada ruangan kaca. Lalu semuanya terpecah belah.
Harry menunggu mimpi ini berakhir.
Tapi ia sudah terbangun sedari tadi. Dan Draco masih di sampingnya.
Jadi. Ini mungkin kesempatan terakhir mereka.
"Aku—"
"Aku—"
Keduanya berpandangan, lalu terkekeh kecil. "Aku mengatakan bahwa soulmate itu omong kosong. Tapi jika kita terus menerus begini, bukan tidak mungkin aku mempercayainya."
Harry tertawa, "Maksudmu kita akan menua bersama seperti 10 menit pertama film UP?"
"Atau 10 menit terakhir Folie a Deux." ujar Draco ringan.
Harry berhenti mengaduk kopinya. "Kuharap bukan aku yang kau tinggalkan lagi kali ini." Lalu ia buru-buru terkekeh, menutupi nada pathetic yang keluar dari mulutnya barsuan. Tentu. Serahkan pada Harry untuk menghancurkan suasana lovey dovey dengan berbagai metafora angsty di kepalanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
[Sudah Terbit] Folie à Deux 🌟 Drarry [⏹]
Romansa"Terkadang, kita merasakan kenyataan dalam kebohongan." Atau Draco dan Harry terpaksa bertingkah seperti sepasang kekasih untuk mendongkrak popularitas masing-masing. Harry Potter dan keinginannya untuk keluar dari sebutan 'aktor kelas dua'. Sement...