BAB 41

1.7K 317 19
                                    

-Beberapa hari, sebelum hari dimana Harry berhenti bermimpi-

"Kau tidak akan memperbaiki apapun, kau tahu itu?"

Harry berbalik dari cermin, memeriksa riasan matanya untuk pemotretan hari ini. Melirik Hermione yang sedang menyeruput pelan Starbucksnya setelah komentar tadi. "Aku tidak sedang memperbaiki apapun."

"Aku tidak sedang memperbaiki apapun." Hermione meng-copy kalimat Harry dan mengeluarkannya dengan anda mengolok-olok. Harry membiarkannya saja. Ia sedang tidak dalam mood untuk bertengkar.

2 hari lalu ia menceritakan kejadian sehabis hujan antara ia dan Draco pada Hermione. Gadis itu tidak begitu bisa menerima alasan Harry yang melepaskan Draco, hanya karena ia tidak bisa menjawab teka-teki. "Kau terdengar konyol, kau tahu itu?" Harry tidak yakin sejak kapan. Tapi Hermione sekarang sudah seratus persen berada di pihak Draco.

"Ia bisa saja bertahan jika dia mau..." suara Harry keluar lemah. Ia mengingat hari itu, tatapan Draco padanya hari itu. Kilatan kesedihan seraya kepasrahan yang absolut dalam matanya.

Harry mengerti bahwa Draco tahu pasti, hari itu bukan keputusannya untuk bertahan.

Itu keputusan Harry.

Harry tidak belajar medis, tapi ia tahu kesedihan semacam itu bisa mengancam kesehatan jiwa.

Harry merasakannya sebelumnya.

Jika ia keras kepala untuk menolak kembali pada Draco saat ini, itu bukan karena Harry tidak peduli. Ia hanya... entahlah.

Sesuatu menahannya.

Keraguan...?

Bisa jadi.

Seseorang seperti berbicara dalam kepala Harry setiap kali Harry melihat telepon genggamnya dan begitu saja membuka kontak nomor telepon. Jarinya menari ragu di depan kontak itu. Dan setiap kali ia mencoba memantapkan hati untuk menyentuh kontak itu. Deret nomor itu.

Seseorang mengusik.

Seseorang di kepala Harry berbisik.

Kau yakin ia akan berubah?

Kau yakin dia sudah berubah?

Apa kau bisa berubah?

Si pelacur yang merebut kekasih orang dan menyebutnya cinta? Hah? Kau tidak berharga Harry...

Semua orang melihat seperti yang Cedric lihat.

Semua orang melihat seperti yang Draco lihat.

Seorang lelaki murahan yang jatuh cinta pada lelaki-lelaki yang jelas terlalu jauh dari kelasnya.

Dan Harry akan menutup mata. Berusaha keras untuk tidak berteriak. Genggaman tangannya yang begitu kuat membiru.

Ia berusaha menghindari pandangan siapapun. Bahkan pantulan dirinya sendiri.

Karena di sana ada kelabu. Di iris hijau yang berukir sembilu.

"Harry!" Lelaki dengan kontak lens hitam itu terbangun dari lamunannya. Akhir-akhir ini ia tak butuh tertidur untuk mimpi buruk.

"Kau baik-baik saja?" suara Hermione lagi. Seakan kekesalannya sebelumnya sama sekali tidak ada, Hermione kini bernafas dengan penuh kecemasan.

Kau hanya beban.

"Ya... Aku baik-baik saja..." suara monoton Harry tak mengelabui siapapun. Termasuk Hermione yang mengernyit dalam dahinya.

"Kau yakin...?" Hermione bertanya hati-hati. Di belakang Hermione sekretaris fotografer yang akan memotret Harry siang ini mendekat. Mengisyaratkan mereka akan segera mulai.

Kau seonggok sampah.

"Ya..." ujarnya pelan. Kemudian bangkit.

Harry membiarkan perisanya merapikan lagi eyeliner di matanya. Tema hari ini gothic. Harry terlihat gelap dan antik.

"Kalau kau mau, aku bisa membuat schedule hari ini dikurangi..." Hermione gadis cerdas. Ia tidak mudah dibohongi.

Tapi satu hal soal Harry, ia mungkin bukan pembohong ulung.

Namun ia bisa dengan keras kepala berdusta.

Jadi ia tersenyum. Seharusnya sayatanmu malam itu lebih dalam lagi.

"Tidak perlu." Semua orang bisa hidup lebih baik tanpamu.

Harry tahu ia memaksakan senyum. "I'm fine."

Ya. Seharusnya aku sudah mati.

.

.

.

.

[Sudah Terbit] Folie à Deux 🌟 Drarry [⏹]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang