"Dalberttttttt"
Teriakan yang setiap pagi akan selalu ia dengar, seorang tuan putri yang sedang membangunkan putranya.
Dengan cepat Stefia bisa memasuki kamar putranya yang masih gelap tertutup hordeng tebal itu."Ya tuhan , Dalbert bangun. Kamu itu yaa susah banget dibanguninnya"
Stefia memukul pelan pipi kanan dan kiri putranya.Namun, bukannya bangun Dalbert malah menarik selimut sampai menutupi ujung kepalanya.
"Mommy five minute again, pleasee" erang Dalbert dari balik selimutnya."Tidak bisa" Stefia menarik paksa selimut Dalbert.
"Bangun, mandi, Daddy mu udah nungguin makan dibawah, jangan buat dia marah karena kamu telat tiap hari"Dalbert akhirnya menyerah, ia memilih bangun dari pada mendengar ibunya ngomel terus-terusan. Dan, akan lebih parah lagi jika ayahnya yang sudah datang membangunkannya, bukan hanya teriakan, seember air tidak sungkan Alfard siramkan pada putranya itu.
"Aku udah bangun mom, terus ngapain mommy masih disini? Mau mandiin aku?"
Stefia memukul kepala Dalbert gemas "jika bukan karena kau sudah besar sudah mommy geret, dan mommy mandiin, sekarang juga bisa kalo kamu mau mommy mandiin" sedikit menarik lengan Dalbert.
"No! Mommy" teriak Dalbert
"aku bisa mandi sendiri" bangkit dan langsung melangkah cepat kekamar mandi."Nak" panggil Stefia, menghentikan langkah Dalbert saat sudah berada didepan pintu kamar mandi.
"Tadi Katte telfon ke mommy, katanya dia mau kesini, mau ngajakin kamu makan katanya"Dalbert hanya menjawab dengan acungan jempol lalu menutup pintu kamar mandinya.
***
"Aduuuuuuhhhhhhhh, FLAFIAAAAA"
suara menggelegar yang entah sudah berapa kali Flafia dengar pagi ini.
Entah apa lagi yang membuat Liana, bibi Flafia berteriak lebih kencang dari sebelumnya."Apa bi"
Mata Flafia terbelalak saat ia melihat, bibinya duduk dilantai sambil memegangi pinggangnya.
"Bibi ngapain dibawah?" Tanyanya, sambil menahan tawa."Kamu sengaja ya nyiramin air disini biar bibi jatoh hah?" Teriak Liana.
"Ngga bi, asli tadi udah aku pel kering, aku lewat juga ngga jatoh, bibi aja kali yang lari-larian jadi jatoh"
Liana sudah sangat marah sekarang, terlihat dari wajahnya yang memerah dan matanya yang mau keluar.
"Kamu ya kurang ajar, udah numpang. Malah mau bikin celaka, dasar pembawa sial"
Liana mencoba bangkit namun tidak bisa, mungkin sakit punggungnya cukup lumayan.Flafia sudah kebal dengan kata-kata itu, dimana Liana dan Shanon anaknya akan selalu menghujatnya, jika ia melakan hal yang menurut mereka salah.
"Kamu ngapain malah diem, bukannya bantun bibi" bentak Liana.
"Ohh bibi mau dibantuin, bilang dong. Jangan ngomel ajaa" Flafia membantu mengangkat tubuh Liana, dan memapahnya ke kamar.
Tak lama, Flafia kembali menghampiri kamar Liana, sambil membawa nampan berisi makanan dan segelas susu.
"Ini, bibi jangan lupa makan, karena takut susah jalan kebelakang, jadi aku bawain kekamar. Aku kerja dulu"Flafia langsung pergi saat Liana hanya mengibaskan tangannya, dan memerintah agar Flafia agar cepat pergi.
Rasanya ingin sekali Flafia pergi dari rumah itu, tapi saat ini ia tak punya apa-apa. Gaji dari ia bekerja saja, hanya cukup untuk membayar kuliahnya dan makan semapunya.
Bagaimana mau pergi, yang ada ia menjadi gelandangan karena tidak sanggup menyewa rumah.Flafia bekerja disebuah Cafe didaerah Sudirman Jakarta. Flafia bekerja dari jam delapan pagi sampai jam dua siang. Setelah itu ia mengambil jadwal kuliah sore, disalah satu perguruan tinggi Swasta di Jakarta.
KAMU SEDANG MEMBACA
My PAIN (END)
RomanceSebagian cerita sudah dihapus. (18+) (Baca dulu terus-comment baru- vote) Sequel dari "IT'S YOU" bisa dibaca terpisah. _________________________________________ Kisah cinta dari seorang Dalbert Cony Alexander. Putra pertama dari pasangan Alfard Alex...