My PAIN_Chapter 18

2.3K 136 10
                                    

Maaf ya sedikit lama.
Aku lagi ngejar nulis Arthur, buat ikut lomba ala ala gitu, ya ngga boong klo ngga pengin menang ya.
Tapi, kalo dapet ya syukur kalaupun ngga ya nope ya. Seengganya udah seru-seruan aja ikut :D

Yuk jangan lupa bintang kecilnya.
⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐


Dalbert berjalan dibelakang Flafia dan Charlie.
Iya.
Setelah makan mereka selesai, Flafia terus meminta Dalbert untuk mengizinkannya pergi bersama Charlie.
Akhirnya Dalbert mengizinkan, tapi dengan syarat ia harus ikut. Dengan alasan takut Flafia kabur, karena ia sudah kenal lama dengan Charlie, jadi patut dicurigai.

Dalbert terus memperhatikan Flafia yang jalan didepannya, sesekali ia menarik tangan Flafia ketika Charlie hendak menggandengnya.
Entah apa maksudnya, tapi sedikit risih jika melihat orang yang biasa bersamanya, bergandengan tangan dengan pria lain.

"Dalbert! Apaan sih dari tadi narik-narik mulu." Flafia akhirnya protes, ia seperti diikuti oleh hantu saja. Sebentar nyolek, sebentar noel.

Tanpa menjawab Dalbert langsung merangkul pundak Flafia. Lalu mencium ujung kepala Flafia "udah jangan banyak bicara, aku cuma mau deket kamu."
Whattheshit.! Ngomong apa gua barusan?

Seolah waktu berhenti saat itu juga, entah tipuan apa lagi yang Dalbert berikan untuknya. Pria itu selalu berhasil membuat Flafia seolah terbang ke langit ketujuh, ditemani kupu-kupu dan peri.

"Pipinya ngga usah dimerah-merahin sayang." Ucap Dalbert yang membuat Flafia cepat-cepat kembali kedunianya.

Kenapa bisa memalukan seperti ini? Pipinya memerah dan Dalbert malah meledeknya? Manusia jenis apa dia ini?

Sadar Flafia, ini hanya tipuan. Tipuam buaya darat.

Charlie hanya tersenyum melihat kelakuan pria yang katanya pacar sahabatnya. Entah kenapa Charlie tidak suka ada Dalbert disana, pria itu terlihat posesif kepada Flafia.
Mungkin seperti rasa cemburu, tapi Charlie sulit untuk mengakuinya.

Sejak awal Charlie sudah menaruh hati pada Flafia, tapi gadis itu terlalu sulit didapatkan. Flafia selalu menganggapnya sahabat, sampai Syifa terang-terangan jatuh hati padanya. Entah kenapa, Charlie merasa akan semakin rumit, jika ia terus di Indonesia. Maka dari itu Charlie melanjutkan kuliahnya di London, tapi rasanya kepada Flafia tek berkurang sedikitpun.

"Fla, kamu mau ice cream?" Ucap Charlie, saat ia melihat sebuah mobil penjual es krim di pinggir jalan.

Dengan antusias Flafia mengangguk, lalu melepaskan tangan Dalbert dari pundaknya, dan berlari menyusul Charlie.
"Aku mau, rasa vanila dan coklat. Oh iya tambah toping keju."

Charlie tersenyum, lalu mengacak ujung kepala Flafia "kamu ya, badan kecil tapi masih rakus aja makannya."

"Ini es krim, cuma cemilan. Sebanyak apapun, cuma lewarmt ditenggorokan."

Charlie memesankan untuk dirinya dan Flafia. Tak menunggu lama pesanannya datang, ice cream vanila mix coklat untuk Flafia, sedangkan strawberry untuknya.

"Thanks Lie."ucap Flafia menerima pemberian es dari Charlie.

Sedangkan Dalbert, berdiri ditempatnya dengan matanya yang terus memperhatikan Flafia. Kenapa gadis itu bisa terlihat bahagia disamping Charlie, berbeda saat mereka bersama.

Dadanya sesak melihat Flafia bisa tertawa lepas dan bukan karenanya, melainkan dengan pria lain.

"Dalbert, mau?" Suara Flafia membuyarkan lamunan Dalbert sebelumnya, gadis itu berjalan menghampirinya.

"Tidak"

Flafia mengarahkan ice cream miliknya ke mulut Dalbert "ayolah coba, sedikit saja. Tidak akan membuat mu diabet."
Tetap memajujan ice creamnya sampai mengenai bibir dan hidung mancung Dalbert.
"Maaf"

"Pegang dulu es nya Dal, aku mau ambil tisu." Ucap Flafia.

Dalbert menahan tangan Flafia "tidak ada tissue, bersihkan dengan bibirmu."

Flafia langsung membulatkan matanya "Dalbert, kamu gila ya? Aku bisa membersikannya dengan tangan k-"

Entah secepat apa, bibir Dalbert sudah mendarat dibibir Flafia. Menghisap pelan bibir atas Flafia lalu bawah secara bergantian.

"Aku bilang, dengan bibir mu bukan tangan mu." Lalu kembali mencium bibir Flafia. Melakukan hal yang sama  dengan sebelumnya.

Setan apa yang telah merasukinya, Flafia tidak menolak, ia malah menikmati ciuman Dalbert dibibirnya. Mengabaikan orang-orang yang berjalan melewati mereka dan Charlie yang sudah membatu ditempatnya, melihat pemandangan itu.

Dalbert melepaskan ciumannya, lalu menggigit ice cream yang ada ditangan Flafia. "Ternyata aromanya sama dengan bibirmu, aku suka vanila. Tapi aku suka bibirmu."

"Aduhh Flaaa. Kamu kenapa?" Dalbert mengaduh saat Flafia tiba-tiba mencubit pinggang Dalbert.

"Ngomongnya jangan ngelantur." Ketus Flafia. Menoleh ke arah Charlie, dan Flafia bisa melihat tampang terkejut dari wajah sahabatnya.
Dengan senyum kikuk dan dipaksakan. Flafia menarik tangan Dalbert, menggampiri Charlie.

"Lie, maaf ya di-"

"Maaf ya, dia menggoda ku. Jadi aku tidak bisa jika tidak menciumnya" Dalbert memotong ucapan Flafia.
Langsung saja Flafia menginjak kaki Dalbert dengan helsnya.
"Flaaaaaaa."

Charlie tersenyum "tidak apa-apa. Kalian kan sepasang kekasih, jadi wajar. Tapi, lagi-lagi jangan ditempat umum."

Okeh.
Charlie membohongi hatinya, membohongi dirinya. Ia mencoba tersenyum walaupun hatinya sakit.
Sakit, melihat orang yang ia cintai dari dulu, berciuman dengan pria lain dihadapannya.
Apakah tidak ada sedikit pun perasaan Flafia untuknya?.

"Charlie, abaikan ocehannya. Dia gila, jadi suka melakukan hal tidak terduga. Kau tau kan maksudku?"

Charlie mengangguk, lalu meraih tangan Flafia. "Tidak apa-apa Fla, akupun akan melakukan hal yang sama jika memiliki kekasih secantik dirimu."

"Iya Charlie. Jadi, beranikan dirimu untuk mengungkapkan perasaan mu, pada gadis yang selalu kamu ceritakan. Pasti dia cantik."

Fla, jika kamu tahu gadis yang aku maksud adalah kamu. Bagaimana?
Aku hanya ingin kamu selalu disisiku.
Aku takut, dengan pengakuan perasaan ku malah membuat mu menjauhiku.
Charlie mencium tangan Flafia.
"Akan ku utarakan, tapi aku menunggu waktu yang tepat."

"Aduhh, ngga usah dicium kelamaan. Nanti kulitnya nempel." Dalbert menarik tangan Flafia dari Charlie.
.
.
.
***
Bersambung....
***

Follow instagram :
@alexanderfam_

Follow instagram :@alexanderfam_

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
My PAIN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang