CHAPTER 7

1.7K 185 3
                                    



Hari sabtu ini, Yuki memutuskan untuk bermain ke apartemen Stefan. Tentu, ia punya alasan kenapa ingin berkunjung ke sana. Alasannya adalah Stefan terlalu sibuk. Hal itu membuat Yuki jadi cemas.
Belakangan ini, tepatnya seminggu ini, Stefan memang sangat jarang sekali menghubunginya. Stefan tak pernah meneleponnya seperti biasa, ia hanya mengirim pesan lewat social media.

Awalnya, Yuki mengira pria itu sudah mulai bosan dengannya atau mungkin telah menemukan gadis lain yang lebih daripadanya. Tapi ia salah, Stefan jarang menghubunginya karena pria itu sibuk dengan pekerjaan dan perusahaannya, ia sedang sibuk dengan proyek besar perusahaannya. Ariel sendiri yang mengatakan bahwa bos besar mereka belakangan ini sering lembur dan pulang malam atau bahkan larut malam. Kevin pun mengakui hal yang sama, ia juga ikut lembur tapi tak selembur Stefan.

Ariel bisa tahu Stefan lembur karena memang ia suka pada Stefan, jadi ia sering mengamati atau bahkan mengintili Stefan. Satu hari di seminggu ini, Ariel bercerita bahwa ia pulang telat karena ada sesuatu yang mesti ia kerjakan. Namun, sewaktu hendak pulang, ia menyadari ada suara dari ruangan Stefan. Dari situ, Ariel langsung tahu kalau Stefan lembur. Ariel dengan sengaja menunggui Stefan karena ingin tahu sampai kapan pria itu melembur. Ternyata sangat lama, akhirnya Ariel menyerah dan pulang duluan.
Itulah sekilas cerita dari Ariel.

-

Sabtu siang, Yuki sudah sampai di area apartemen Stefan.
"Aduh, gue kan rencananya mau surprisein Stefan, tapi gue baru inget kalo apartemen nggak bisa asal masuk." Yuki menghela napasnya lesu. Saat ini, Yuki masih berada di area dalam halte busway. Ia duduk-duduk di salah satu bangku halte.
"Aduh, apa gue kasih tau Stefan aja ya? Daripada gue sia-sia udah sampe sini." Yuki berbicara sendiri sembari berpikir.
"Ah, udahlah, hubungin Stefan aja nanti." Yuki memutuskan setelah berpikir agak lama. Kemudian, ia segera pergi dari halte busway menuju gedung apartemen Stefan.

-

Di gedung apartemen Stefan.
Yuki kini berada di lobby, tepatnya di ruang tunggu. Ia duduk tenang di salah satu sofa sembari mencoba menelepon Stefan.
Tut... tut... tut...
Yuki dengan gugup menunggu Stefan mengangkat teleponnya. Setelah menunggu agak lama, akhirnya teleponnya tersambung dengan Stefan.
"Halo, Ki." sapa Stefan dengan suara datar.
"Ganggu?" tanya Yuki jadi bete karena suara datar Stefan.
"Nggak." balas Stefan seadanya.
Di sisi lain, Stefan sedang sibuk dengan laptop dan dokumennya di ruang kerjanya.
"Serius gue." kata Yuki mulai sewot.
"Gue serius." balas Stefan serius.
Yuki diam. Kenapa sih ia jadi kekanakan jika berhadapan dengan Stefan?
"Gue di lobby apartemen lo." ucap Yuki sedatar mungkin.
Stefan terdiam sebentar, "hah? Lo serius, Ki?" tanya Stefan tak percaya.
"Iya. Kalo lo sibuk, gue pulang aja." balas Yuki seadanya.
"Yaudah, lo tunggu ya. Gue jemput." ucap Stefan seadanya lalu memutuskan sambungan teleponnya.
Yuki menghela napasnya. Ia yang tadinya percaya diri jadi merasa minder karena reaksi Stefan di telepon.

Tak lama, Stefan muncul di lobby dengan pakaian santai yaitu kaos dan celana pendek dengan sendal. Ia segera menghampiri Yuki yang duduk sembari memainkan ponselnya.
"Ayok, Ki." ajak Stefan pada Yuki.
Yuki mengangguk singkat. Mereka pun berjalan beriringan menuju unit apartemen milik Stefan.

-

Di apartemen Stefan.
"Tumben ke sini." celetuk Stefan sembari mengajak Yuki masuk ke dalam apartemennya. Seperti biasa, ia membawa Yuki ke ruang tamu. Sebelumnya, Stefan dan Yuki telah melepas dan menyimpan alas kaki mereka di area pintu depan.
"Nggak boleh?" tanya Yuki jutek.
Moodnya benar-benar berubah.
"Galak amat. Marah ya?" tanya Stefan dengan senyuman tipisnya.
Yuki diam saja. Wajahnya agak masam.
"Duduk, Ki." ajak Stefan karena Yuki masih berdiri di area ruang tamu. Ia segera menarik Yuki untuk duduk. Yuki pun duduk.
"My little girl, lo kenapa?" tanya Stefan selembut mungkin.
Yuki menghela napasnya. Ia tak bisa memungkiri bahwa dirinya jadi manja dan kekanakan di hadapan Stefan.
"Lo kayak nggak suka gue dateng ke sini." Yuki mengutarakan kekesalannya.
"Ya, nggak mungkin lah gue nggak suka elo ke sini." Stefan terkekeh. Tangannya meraih kepala Yuki lalu mengusap rambutnya.
"Lo sibuk pasti, makanya lo tadi kaget gitu di telepon." cibir Yuki.
"Gue akuin sih kalo gue sibuk. Gue akuin juga kalo gue emang kaget tadi pas tiba-tiba lo dateng." jelas Stefan.
"Lo libur masih bawa kerjaan dari kantor?" tanya Yuki penasaran.
"Ya, gitu deh. Gue aja baru bangun." balas Stefan tersenyum seadanya.
Yuki menatap Stefan dengan keheranan, "lo tidur kapan emangnya?" tanya Yuki.
"Tadi pagi." jawab Stefan seadanya.
"Aishhh, elo ya nggak sayang apa sama badan lo. Sakit aja." Yuki mengoceh.
"Gue lebih sayang sama elo." balas Stefan tersenyum menggoda.
Yuki mencibir, "lo baru bangun terus lo baru mandi? Abis ini, lo mau lanjut kerja lagi?" tanya Yuki penasaran. Ia tahu Stefan baru mandi karena rambut pria itu agak basah.
"Sebelum elo dateng, rencananya gitu." balas Stefan seadanya.
Yuki merengut, "yaudah, gue pulang aja." Yuki berniat bangun.
Stefan secepat kilat menahan Yuki, "kan sebelum." Stefan berucap.
Yuki menghela napasnya, "elo udah makan?" tanya Yuki perhatian.
Stefan berpikir sebentar, "belom." balas Stefan seadanya.
"Gue bawa makanan buat lo. Lo mau nggak?" tanya Yuki penuh keraguan.
"Maulah. Mana?" tanya Stefan antusias.
Yuki perlahan melepas tas ranselnya lalu mengeluarkan kotak bekalnya.
"Dipindahin dulu atau?" tanya Yuki ragu.
"Udah, langsung dimakan aja." jawab Stefan langsung mengambil alih kotak bekal itu.
"Gue bikinin minum?" tanya Yuki manis.
"Lo ke sini mau jadi pembantu?" tanya Stefan dengan alis bertaut.
"Ish, apa sih. Orang cuman nawarin." balas Yuki cemberut.
"Yaudah, tolong bikinin gue minuman ya, Ki. Yang seger-seger ya." ucap Stefan manis.
Yuki sedikit tersenyum geli lalu beranjak menuju dapur untuk membuat minuman. Sedangkan Stefan mulai menyantap makanannya. Kotak bekal makanan yang dibawakan Yuki berisi nasi tim ayam jamur dengan tumis buncis wortel.
Tak lama, Yuki kembali dengan segelas es sirup jeruk. Ia segera meletakkannya di meja di hadapan Stefan.
"Ini elo yang masak?" tanya Stefan sembari menikmati makan siangnya.
"Iya, nggak enak ya?" tanya Yuki cemas.
"Enak kok." jawab Stefan senang.
Yuki tersenyum. Ia jadi agak tersipu.
"Lo sendiri udah makan belom?" tanya Stefan perhatian.
"Udah kok." jawab Yuki seadanya.
Stefan mengangguk paham lalu terus menyantap makan siangnya sampai habis.
Yuki tersenyum sendiri. Ia senang kalau Stefan menyukai dan menghabiskan makanannya.
"Makasih ya, Ki." Stefan tersenyum lebar seusai menyantap habis makan siangnya, "ini kotak bekelnya gimana? Gue cuci dulu atau?" tanya Stefan bingung.
"Nggak usahlah." balas Yuki dengan cepat mengambil alih kotak bekalnya. Ia segera memasukkan sendok ke dalam kotak bekalnya lalu menutupnya.
"Ki, tujuan lo ke sini sebenernya apa si?" Stefan mengulang pertanyaan awal saat Yuki baru datang.
"Lo katanya tiap hari lembur ya? Sampe tengah malem?" Yuki bukan menjawab, malah bertanya hal yang lain.
"Iya. Terus, pertanyaan gue gimana?" balas Stefan seadanya.
Yuki nampak berpikir sebentar, "ya, gue khawatir sama lo." ungkap Yuki ragu. Ia agak sedikit menunduk.
Stefan tersenyum geli.
"Stefan, elo jangan sering forsir badan lo dong. Nggak baik tau buat kesehatan lo." oceh Yuki. Ia kembali mendongak dengan wajah tak suka.
Stefan makin tersenyum. Yukinya benar-benar menyayanginya, ini terbukti dengan perhatian gadisnya itu.
"Perhatian ya?" tanya Stefan iseng.
Yuki merengut kesal, "Stefan, gue serius. Gue takut lo kenapa-kenapa." ocehnya.
"Gue udah biasa kayak gitu kok, Ki. Tanya aja anak-anak lain." balas Stefan tenang.
"Tetep aja, itu nggak sehat, Stefan." balas Yuki kekeuh.
"Terus, gue harus apa?" tanya Stefan.
Yuki menghela napasnya, "gue juga nggak tau." balas Yuki seadanya.
"Gue tau gue harus gimana." celetuk Stefan sangat misterius.
"Apa?" tanya Yuki penasaran.
"Gue harus dipeluk mesra sama pacar gue." balas Stefan santai.
Wajah Yuki refleks memerah karena malu, "nggak lucu." ketus Yuki.
Stefan lantas tertawa melihat reaksi Yuki.
"Tapi kok gue ketawa ya." balas Stefan di sela tawa ringannya.
Yuki melirik Stefan kesal.
Stefan beralih tersenyum. Ia dengan cepat membawa Yuki ke dalam pelukannya.
Yuki awalnya terkejut, namun ia tidak berontak, ia malah membalas pelukan Stefan dengan hangat. Berada dalam pelukan Stefan, terlebih kepalanya bersandar pada dada bidang Stefan yang hanya terbalut kaos hitam tipis, membuat Yuki jadi tersenyum malu.
"Ki, gue sayang sama lo." ungkap Stefan. Ia memeluk Yuki dalam. Matanya terpejam menikmati pelukan itu.
"Hemmm..." Yuki berdehem saja.
"Stefan, jantung lo kenceng banget berdetaknya." celetuk Yuki. Ia tersenyum geli bercampur malu.
Stefan terkekeh saja.
"Stefan, lo wangi ya." ungkap Yuki tanpa sadar. Gadis itu nampak sangat menikmati ketika berada dalam pelukan kekasihnya.
"Gue kan abis mandi." balas Stefan seadanya.
Yuki perlahan menarik dirinya dari pelukan Stefan dengan wajah memerah.
"Muka lo merah banget deh. Gue jadi gemes." goda Stefan.
Yuki menggigit bibir dalamnya gugup, "apa sih." protesnya.
"Ki, gue ke kamar bentar ya. Gue baru inget kalo ada kerjaan gue yang nanggung banget." ucap Stefan. Ia menatap Yuki dalam seakan sangat meminta persetujuan dari Yuki.
"Oh, yaudah." balas Yuki seadanya.
"Gue ke kamar dulu." pamit Stefan seadanya lalu pergi ke kamarnya.
Yuki pun menunggu.
Sudah sekitar sepuluh menit, ia menunggu dan itu membuatnya agak bosan. Karena bosan, Yuki akhirnya beranjak ke kamar Stefan. Tujuannya adalah meminta ijin untuk mengambil es krim Stefan jika ada.

MY BOSSYFRIENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang