CHAPTER 20

1.6K 124 18
                                    

Seminggu berlalu.
Hari ini, pukul satu pagi, Stefan terlihat menunggu Yuki di luar halaman lobi gedung perusahaan klien Yuki bekerja saat itu. Stefan sengaja menunggu di luar mobil untuk menghirup udara segar. Karena perusahaan sudah sepi, Stefan jadi bisa memarkir mobilnya di halaman lobi tanpa harus diusir oleh satpam. Gedung perusahaan itu besar dan tinggi sehingga halaman luarnya luas yang memang digunakan sebagai tempat penaikan dan penurunan penumpang dan juga sebagai pintu utama gedung.

Dengan berbagai bujukan, Stefan akhirnya bisa berkesempatan untuk mejemput Yuki. Stefan tahu hal tersebut sangat mengganggu jam tidurnya, tapi Stefan ingin menemani dan mendukung Yuki dalam hal pekerjaannya.
Stefan berkali-kali mengecek ponselnya karena Yuki tidak muncul-muncul. Yuki minta dijemput jam setengah satu pagi tapi malah belum muncul sampai jam satu pagi. Stefan jadi lama menunggu. Meski begitu, Stefan tetap sabar berdiri menunggu dan tidak ingin protes terhadap Yuki.

"Stefan."
Stefan lantas menoleh dan mencari suara yang memanggilnya. Chika? Stefan membatin heran saat melihat Chika melangkah ke arahnya.
"Lo ngapain di sini?" tanya Chika bingung.
Stefan memandang Chika dari atas sampai bawah. Jangan bilang kalau Chika adalah senior Yuki? Stefan langsung berpikir ke arah sana dengan cepat. Stefan tahu kalau Chika adalah auditor di tempat yang sama dengan Yuki, tapi Stefan tidak pernah menyangka jika Chika bisa satu tim dengan Yuki.
"Lo sendiri ngapain di sini?" tanya Stefan dengan tatapan menyelidik.
"Gue kerja." jawab Chika santai.
"Ckck. Rizki nggak nyariin lo ya?" tanya Stefan dengan nada prihatin. Rizki adalah suami Chika.
"Dih, nggak jelas lo. Rizki di rumah, gue yang minta dia buat di rumah aja. Kasian kali kalo jemput gue tiap hari." Chika mengoceh.
"Cukup tau aja gue, Chik." Stefan geleng-geleng kepala. Entah kenapa, ia yakin kalau Chika adalah senior Yuki.
"Nih anak kesambet ya?" tanya Chika keheranan karena tak mengerti maksud ucapan Stefan.
Di saat seperti itu, Yuki muncul dan menghampiri Stefan. Karena saat itu posisi Chika membelakangi pintu utama, Yuki jadi tak menyadari sosok Chika.
"Ki, ini senior lo?" tanya Stefan tanpa basa-basi saat Yuki menghampirinya.
Yuki langsung menoleh ke arah orang yang berbicara dengan Stefan.
Yuki terkejut bukan main lalu buru-buru tersenyum kikuk dan menunduk sekilas sebagai bentuk rasa sopan dan hormat, "hai kak Chika." sapanya.
"Bener dugaan gue." celetuk Stefan puas.
"Wah, jadi Yuki yang ini pacar lo?" tanya Chika dengan tatapan tajam ke arah Stefan.
Yuki memandang Stefan dan Chika bergantian dengan perasaan bingung. Ada apa di antara mereka? Apa mereka saling kenal? Yuki membatin dengan sangat penasaran.
"Iya, Yuki ini pacar gue." jawab Stefan kalem.
Yuki menatap Stefan bingung dengan senyuman kikuk. Tatapannya mengisyaratkan tentang hal apa yang harus diperbuatnya.
"Chika ini jabatannya apa, Ki?" tanya Stefan santai.
"Kak Chika itu manajer." jawab Yuki pelan.
"Oh gitu." Stefan mengangguk paham.
"Sekarang gue tau kalo Yuki itu pacar lo. Udah ya, gue mau pulang dulu." Chika langsung pamit karena menyadari taksi pesanannya sudah datang menjemput. Taksinya sudah menunggu di jalan.
"Gue nggak minta apa-apa loh, Chik." celetuk Stefan menatap Chika intens.
Chika tertawa kecil. Dasar Stefan. Untung pria itu adalah sahabat baiknya, jadi Chika bisa bersikap baik juga pada Stefan.
"Iya, Stefan, iya. Gue duluan yah, taksi gue udah dateng soalnya. Bye Stefan, bye Yuki." Chika berpamitan dengan senyuman ramahnya. Ia segera berlalu dari Stefan dan Yuki.
"Cepet-cepet nikah yaaa..." Chika berseru kencang dari kejauhan sebelum memasuki taksi yang sudah dipesannya. Saat itu sudah sangat sepi, Chika jadi berteriak dengan santai dan tanpa tahu malu.
Stefan terkekeh singkat mendengar seruan Chika. Stefan pun akhirnya menarik Yuki pergi ke mobilnya untuk pulang juga.

-

"Lo kenal kak Chika, Stef?" tanya Yuki pada Stefan yang bersiap untuk menyetir.
"Kenal banget malah. Dia sahabat gue, Ki." jawab Stefan seadanya.
Yuki menautkan alisnya heran. Sepertinya Stefan mengenal semua orang di dekatnya. Apa kebetulan? Yuki membatin bingung.
"Pantes tadi dia ramah." komentar Yuki.
"Bagus dong." balas Stefan seadanya.
"Lo beneran gpp jemput gue jam segini? Nanti lo kurang tidur." ucap Yuki dengan perasaan tak enak.
"Gpp, Yuki. Lo tenang aja ya." jawab Stefan manis.
Yuki menghela napasnya, "elo kan mesti masuk pagi, Stef." ucapnya cemas.
"Iya, gue tau. Gue gpp kok." respon Stefan berusaha menenangkan.
Yuki tersenyum kecil lalu mendekatkan wajahnya untuk mencium lembut pipi Stefan, "makasih ya." ucap Yuki tulus. Yuki rasanya tidak bisa membalas semua kebaikan Stefan.
Stefan terkekeh kecil setelah Yuki mencium pipinya, "makin semangat jemput tiap hari kalo dapet ginian." kata Stefan menggoda.
"Ih jangan!" larang Yuki cepat dengan wajah tak suka. Yuki benar-benar tak suka jika Stefan jadi kurang tidur karena menjemputnya.
Stefan tertawa melihat raut wajah penolakan Yuki, "harusnya elo nggak bakal digalakin lagi sama senior lo nih." celetuk Stefan percaya diri.
"Jangan-jangan lo ngadu ke kak Chika kalo gue ngatain dia galak lagi?" tanya Yuki kesal.
"Suka-suka gue dong." balas Stefan sengaja memanasi Yuki.
"Jangan dong, Stefan. Nanti kak Chika sakit hati gimana?" ucap Yuki cemberut.
"Iya iya." Stefan akhirnya menurut.
"Kapan ya gue bisa pulang sore lagi." celetuk Yuki asal dengan helaan napas dalam.
"Pulang sore itu kan pilihan." jawab Stefan santai.
Yuki mencibir mendengarnya, "gue kalo udah nikah mau jadi pengangguran aja ah." ucap Yuki asal. Rasa capek bekerja jelas membuat para pekerja sering mengandaikan hal yang menyenangkan.
"Nikah sama siapa, Ki?" tanya Stefan iseng.
Yuki tersenyum kecil, "sama siapa aja yang bolehin gue jadi pengangguran." jawabnya.
"Emang nggak bosen di rumah kalo jadi pengangguran?" tanya Stefan bingung.
"Nggak tau. Kan belom pernah jadi pengangguran." jawab Yuki polos.
Stefan berdecak mendengarnya lalu mulai menjalankan mobilnya setelah benar-benar siap.
"Elo nggak mau nikah sama gue ya kalo guenya pengangguran?" tanya Yuki asal.
Stefan yang baru menjalankan mobilnya sedikit langsung ngerem mendadak. Untungnya, jalanan saat itu kosong.
"Stefan!" tegur Yuki yang kaget karena rem mendadak tersrbut.
"Lo ngelamar gue?" tanya Stefan yang entah kenapa jadi merasa gugup.
Yuki tertawa, "masa iya gue ngelamar lo? Yang ada harusnya lo yang ngelamar gue." katanya.
"Terus lo ngapain nanya-nanya soal nikah?" tanya Stefan memastikan.
"Gue nggak boleh nanya?" tanya Yuki bingung.
"Hmmm." Stefan berdehem pelan sebentar, "oke gue jawab, lo boleh pengangguran kalo nikah sama gue." lanjut Stefan.
"Seneng banget dengernya." ucap Yuki dengan perasaan lega.
"Udah ya, gue mau fokus nyetir. Lo jangan nanya aneh-aneh lagi." Stefan mengingatkan sebelum menjalankan mobilnya.
"Iya, Stefan." Yuki mengiyakan dengan manis.
Stefan akhirnya melajukan mobilnya untuk mengantar Yuki pulang.

MY BOSSYFRIENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang