Malam ini, Stefan mengajak Yuki untuk bertemu di kamar Stefan. Yuki menyetujuinya. Saat itu, Kevin sudah pulang duluan sesuai perintah Stefan.
"Bukannya lo mau pulang ya malem ini?" tanya Yuki yang sudah duduk anteng di sofa kamar Stefan. Ia duduk sembari menonton TV.
"Nggak jadi, soalnya ada elo." balas Stefan santai. Dia tengah sibuk mengemas barangnya.
"Emangnya lo belom beli tiket?" tanya Yuki bingung.
"Belom." jawab Stefan sekenanya. Setelah selesai mengemas barang-barangnya ke dalam koper, Stefan menghampiri Yuki dan duduk di sebelahnya.
"Lo ngapain ngajak gue ke sini?" tanya Yuki penuh kecurigaan. Meski percaya pada Stefan, Yuki tetap merasa harus waspada. Ia tidak boleh lengah.
"Gue mau ajak lo nonton film bareng." jawab Stefan tersenyum lebar.
"Di sini?" tanya Yuki mengernyit.
"Iya." Stefan mengangguk yakin.
"Jujur aja, gue sebenernya capek banget hari ini." celetuk Yuki agak ragu.
Stefan mendesah kecewa, "lo mau balik sekarang ya?" tanyanya.
"Iya. Gue mau tidur cepet soalnya kemaren gue mesti begadang karena kerjaan." jawab Yuki dengan helaan napas berat.
"Oke deh, gue jujur." celetuk Stefan pasrah dan berniat mengutarakan maksudnya.
"Jujur soal apa?" tanya Yuki dengan penasaran dan agak gugup.
"Gue sengaja ajak lo ke sini biar bisa rayain ultah lo pas jam 12 malem nanti." ungkap Stefan dengan berat karena harus mengutarakan rencana kejutannya.
"Lo tau ultah gue?" tanya Yuki terkejut.
"Taulah." balas Stefan seadanya.
"Emangnya lo mau kasih surprise apa buat ultah gue?" tanya Yuki dengan mata memicing.
"Karena dadakan, gue mau kasih kue sama tiup lilin aja sih." jawab Stefan tersenyum kikuk.
Yuki terkekeh, "dasar, yaudah gue tidur dulu deh, nanti lo jam 12 baru bangunin gue." candanya.
"Emangnya lo mau tidur di sini?" tanya Stefan dengan suara ragu.
"Emangnya gue bilang mau tidur di sini?" tanya Yuki dengan tatapan tajam.
Stefan terkekeh lalu mengacak pelan rambut Yuki, "iya iya, pertanyaan gue salah." Stefan mengalah.
"Oh iya, kok tempat tidurnya dua, Stef? Lo tidur bareng siapa?" tanya Yuki kebingungan sembari menoleh ke ranjang tidur kamar itu
"Gue bareng Kevin, Ki. Dia udah balik duluan malem ini." jawab Stefan.
"Ooohhh gitu." Yuki mengangguk paham.
Stefan tiba-tiba beranjak menuju kopernya lalu kembali lagi.
"Gue punya hadiah buat lo." ungkap Stefan dengan senyuman antusias.
"Hadiahnya duluan?" tanya Yuki tertawa ringan.
"Iya nih." Stefan ikut tertawa mendengarnya.
"Hadiah lama sih karena lo waktu itu belom bisa nerima." ucap Stefan sembari menunjukkan sebuah kalung. Yap, itu adalah kalung yang diberikan Stefan saat awal pacaran tetapi Yuki menolak.
"Gue bahkan udah lupa." Yuki tersenyum manis melihat kalung itu.
Stefan tiba-tiba mendekatkan wajahnya. Yuki lantas memejamkan matanya dengan jantung yang berdebar cepat. Stefan tersenyum lucu melihat reaksi Yuki. Stefan dengan perlahan memasangkan kalung tersebut pada leher Yuki.
Yuki perlahan membuka matanya saat merasakan sesuatu pada lehernya. Yuki tersenyum kikuk saat membuka matanya.
"Makasih ya, Stefan. Bagus kalungnya." ungkap Yuki tersenyum tulus saat memandangi kalung yang menggantung di lehernya.
Stefan tersenyum tipis lalu mendekatkan wajahnya lagi. Yuki terkesiap dan berusaha untuk tidak memejamkan matanya. Yuki sudah merasa malu karena reaksinya tadi, jadi Yuki berusaha untuk bersikap normal meski jantungnya kembali berdebar cepat.
"Kenapa nggak merem lagi?" tanya Stefan jahil.
"Eum, gpp." balas Yuki kikuk.
"Kali ini beneran kok." bisik Stefan menggoda.
"Maksudnya?" tanya Yuki dengan suara lirih dan hampir tidak terdengar.
Cup
Stefan menempelkan bibirnya pada bibir Yuki. Yuki terkesiap atas tindakan Stefan. Stefan perlahan memperdalam ciumannya dengan mata terpejam. Yuki akhirnya ikut terpejam menikmatinya.
Tangan Stefan tergerak mendekap leher dan punggung Yuki seiring ia memperdalam ciumannya. Yuki terbawa suasana dan mulai membalas ciuman Stefan dengan instingnya. Stefan lantas makin intim saat Yuki membalas ciumannya. Ia jadi makin berhasrat saat bibir halus Yuki membalas ciumannya. Stefan dengan aktif terus mencium, mengulum, melumat dan menghisap bibir Yuki. Bunyi kecapan bibir mereka memenuhi ruangan. Keduanya pun larut dalam ciuman tersebut.
Selang beberapa menit, Stefan menyudahi ciuman tersebut. Keduanya menarik napas dalam-dalam seusai berciuman.
"I love you." ungkap Stefan sungguh-sungguh. Ia menatap dalam mata Yuki dengan jarak wajah dan tubuh yang masih dekat dan intim.
Yuki tersenyum malu, "i love you too." balas Yuki menatap balik Stefan.
Stefan kemudian mencium lagi bibir Yuki secara singkat dan lembut. Ia menciumnya dua kali dengan jeda.
"Stefan.." panggil Yuki dengan suara tercekat dan perasaan gugup karena diciumi terus.
"Bukannya lo pengen dicium ya?" tanya Stefan menerka-nerka.
"Hah? Lo tau darimana?" tanya Yuki keceplosan.
Stefan tertawa puas mendengar respon Yuki. Ternyata benar dugaannya selama ini.
Yuki tersadar kalau dirinya salah ngomong. Gadis itu benar-benar merasa malu dan kesal. Yuki terus memaki dirinya dalam hati.
"Udah ah, gue mau balik." ungkap Yuki yang sudah tidak tahan dengan situasi tersebut. Wajahnya tampak masam.
"Kenapa? Gue kan mau ciumin lo sampe lo resmi nambah umur." ucap Stefan dengan masih tertawa.
"Godain aja terus." balas Yuki dengan suara tercekat. Wajahnya mulai tak bersahabat.
"Sorry kalo selama ini gue ga memahami kode lo." ucap Stefan tersenyum iseng dan berusaha menahan tawanya.
"Tuh kan dibahas lagi." Yuki menggerutu dengan wajah masam.
Cup
Stefan mencium lembut dan dalam bibir Yuki selama beberapa detik.
"Stefan..." ucap Yuki dengan suara tercekat. Ia ingin sekali berteriak atau memekik namun suaranya tertahan efek dari ciuman Stefan.
Stefan tersenyum geli lalu membawa Yuki ke dalam pelukannya. Ia memeluk Yuki hangat sembari menciumi pelipis Yuki sesekali.
"Lepas ah, gue mau balik." ucap Yuki cemberut sembari berusaha lepas dari pelukan Stefan.
"Nggak mau." balas Stefan tegas. Stefan tersenyum senang dan semakin mengeratkan pelukannya. Yuki sendiri akhirnya pasrah dalam pelukan Stefan.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY BOSSYFRIEND
RomanceStefan William Yuki Kato Yuki, seorang lulusan baru, merasa senang ketika mendapat pekerjaan pertamanya dengan gaji yang lumayan besar bagi orang kecil sepertinya. Tetapi, rasa senangnya tidak bertahan lama ketika ia harus menghadapi dunia kerja yan...