"Umur anak ini tidak akan lama lagi."
Di sebuah ruangan seorang dokter tampak bicara pada kedua orang tua seorang gadis remaja yang tampak duduk di atas tempat tidur dengan bantal yang menyangga punggungnya. Mendengar perkataan dokter kedua orang tua anak perempuan itu tampak kaget. Sang ibu mulai menangis karena usaha mereka untuk menyembuhkan anak mereka sia-sia sementara sang suaminya tampak mencoba menenangkan istrinya.
Si dokter beralih menatap seorang gadis remaja yang tampak duduk di atas tempat tidurnya, dokter itu terkejut saat melihat raut wajah gadis itu. Berbeda dengan ibunya si nak malah tersenyum. Ia belum pernah melihat pasien yang tersenyum saat mendengar dia akan meninggal.
Gadis itu senang sebentar lagi dirinya akan pergi dan dengan begitu dia tidak akan membebani orang tuanya lagi. Mereka tidak perlu membayar biaya rumah sakitnya dan obat-obatan mahal yang harus dia minum setiap hari. Dia senang bisa membebaskan kedua orangtuanya dari beban mereka."Ibu jangan nangis."
Perkataan sang gadis membuat ibunya beralih menatapnya. Gadis itu tidak tersenyum paksa dia tampak tersenyum dengan indahnya kepada kedua orang tuanya.
"Aku gak apa-apa, ayo pulang. Aku mau menghabiskan waktuku bersama kalian."
Kedua orang tuanya tertegun mendengar perkataan putri mereka satu-satunya itu. Dia anak yang baik dan tidak suka merepotkan orang lain. Jarang dia meminta sesuatu kepada mereka berdua. Terlebih dia anak yang pintar dan di sukai oleh teman-temannya. Karena itu mereka sangat menyayanginya, ketika tahu anak mereka sakit keras mereka bekerja keras untuk membiayai pengobatan anak mereka. Saking sibuknya mereka bekerja jarang sekali mereka berada di samping anak mereka untuk memberikannya dukungan moral.
Perkataan tadi menyadarkan mereka. Anak mereka membutuhkan mereka sekarang. Sang ibu menghapus air matanya yang mengalir dan berusaha tersenyum kepada putrinya."Iya, ayo pulang."
Gadis itu di pulangkan kembali ke rumahnya. Dia berhenti meminum obatnya dan pergi ke sekolah seperti biasanya seakan tidak terjadi apa-apa. Tanpa sadar tiga bulanpun berlalu begitu saja.
Malam itu ia merasa kalau dia tidak akan bertemu dengan keluarganya lagi jadi dia menulis surat untuk ibu, ayah juga teman-temannya sebelum kemudian tidur di tempat tidurnya.
Ia mendengar suara ibunya yang memanggilnya namun dia tidak bisa membuka matanya tubuhnyapun tidak bisa ia gerakkan.'Jadi begini rasanya meninggal?...'
Lama kelamaan suara ibunya tidak terdengar lagi dan hanya ada kegelapan yang dia lihat di depannya.
'Ah... Aku benar-benar sudah meninggal ya?..., aku gak nyangka bakalan meninggal secepat ini. Aku cuma murid SMA, aku belum ngerasain cinta pertama, aku juga mau ngerasain gimana rasanya punya anak dan di cintai sama seseorang yang may nerima aku apa adanya. Aku bener-bener gak beruntung.'
Fikirnya namun kemudian dia tersenyum.
'Gak apa-apa, ini lebih baik. '
Cukup lama dia hanya bisa melihat kegelapan sejauh yang dilihatnya namun tidak lama kemudian dia melihat cahaya di hadapannya. Cahaya itu sungguh menyilaukan matanya. Iapun membuka matanya tidak lama kemudian dan melihat wajah seorang wanita cantik yang tampak tersenyum kepadanya dan menggendongnya ke dalam pelukannya. Ia sadar kalau dia tidak bisa banyak bergerak saat ini, bahkan bicarapun ia tidak bisa. Dia mengangkat tangannya dan melihat kalau tangannya sangat kecil jika di bandingkan oleh tangan wanita yang sedang menggendongnya.
'Apa aku sudah terlahir kembali?'
Pikirnya sambil menatap wanita itu yang tampak tersenyum dengan lembut padanya.
"Ah lihat dia bangun, Touya liat itu adikmu."
Ujar seorang pria berambut cokelat yang memakai kacamata sambil tersenyum kepada anak laki-laki yang berambut hitam pendek. Anak laki-laki itu tampak berjinjit di pinggir ranjang untuk melihat adiknya yang baru lahir dan sedang di gendong oleh ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Won't change (Editing Process)
FantasíaY/N L/N di diagnosa mengidap leukemia dan umurnya tinggal tiga bulan lagi. Meski begitu dia tersenyum dan menjalani sisa hidupnya dengan tenang karena tidak ingin memiliki penyesalan setelah meninggal. Di detik-detik terakhirnya saat dia terfikir se...