04

1.5K 56 3
                                    

bab 4: sudah dapat restu

Hari-hari gue di kelas 9 ini b aja tuh. Gak ada bedanya sama tahun-tahun lalu. Bedanya cuma gak ada kakak kelas, adek kelasnya nambah banyak. Tapi kita di sini bukan penguasa, karena gerak-gerik kita dipantau sekolah, kelas 7,8,9 jadi sederajat. Gak ada yang lebih berkuasa, gak ada yang dikuasai.

Seperti halnya Diego. Gue dan dia kalau ngobrol pake lo-gue, bukan aku-kamu atau aku-kakak. IYA LAH KAN GELI.

Gue dan Diego jadi banyak ngechat. Gue jadi kenal sama temen-temennya. Yaaaa alibi buat deketin Cleo. asique bosque.

Oh ya, kalau kalian tanya, sekarang hari Selasa. Hari ini gue pulang sore, karena mesti mulai nyiapin dan nampung bahan buat majalah sekolah.

Di sekolah gue ini ada semacam majalah sekolah, yang ukurannya sebesar buku tulis. Di dalamnya biasanya ada artikel-artikel kegiatan sekolah, cerpen, puisi, foto-foto kegiatan, dan yang paling diincar anak-anak yaitu 'Dari-Untuk-Pesan'. Jadi kita bisa ngirim pesan untuk teman kita, lewat majalah sekolah ini. Contohnya gue mau kasih pesan buat Dora, gue nulisnya gini:

Dari: Alexa ter-unch
Untuk: Dora ter-ew
Pesan: Kuy jalan

Nah gitu.

Nahh, siang ini gue dan 4 anggota majalah sekolah (yang paling rajin) ada 'rapat' buat 'merekrut' anggota baru dari kelas 7. Dan juga nyari foto-foto MOS kemaren.

Oh ya, forgot to mention, gue ini jabatannya sebagai asisten ketua. Bukan, bukan wakil. Wakilnya mah ada lagi yang lain. Tapi karena si wakil ini gak becus, si ketua akhirnya menunjuk gue untuk menjadi asistennya. Kalo dipikir jabatannya lebih tinggi (sedikit) dari wakil. Kalo ada rapat, gue catetin. Kalo ketua disuruh ini-itu sama guru pendamping, gue bantuin. Gue juga yang ngumpulin segala jenis artikel untuk diserahin ke ketua. Tunggu, kok gue jadi kayak babu ya.

Back to topic. Di jam yang bersamaan, Cleo sekarang lagi ada futsal. (baca: Diego juga) Dan gue jadi gak sabar buat kelar tugas ini.

Gue ngelirik jam dinding kelas. Setengah empat. Belum makan siang. Damn.

"Eh, Prisil. Dah jam segini, nih. Gue boleh balik gak?" Tanya gue dengan tampang memelas.

Prisila sang ketua yang dari tadi gue banggain ngelirik jam yang ada di komputer. "Yah Lex, nanggung. Foto yang lo kirim baru 10."

Gue kembali menatap layar monitor yang ada di depan muka gue. "10 itu udah semua yang ada, Sil."

Prisila garuk-garuk tengkuknya. Sibuk banget dia, padahal masuk sekolah belom ada sebulan.

"Lu udah bikin berapa template?" Tanya Prisila.

Gue melihat beberapa program yang sudah gw kerjakan. "Hmm.. otw 2."

Prisila menjauhkan badannya dari meja komputer dan membiarkan anggota yang lain buat ngerjain tugasnya tadi.

"Ya, deh. Sisanya kerjain di rumah ya." Katanya pasrah.

"Siap!" gue hormat.

"Tapi sebagai gantinya, tolong beliin mie ayam, dong." Katanya nyengir. "Minta anterin Mukti aja." Fyi mukti itu nama orang yang jualan di kantin.

Gue geleng-geleng sambil ketawa. "Ya ya ya."

Prisila nepuk pundak gue. "Thanks ya, asisten."

junior // completedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang