Part 4

5K 166 2
                                    

Pagi ini gue siap siap mau ke masjid tempat om Lando melaksanakan ijab kabul. Mana gue gak tau ijab nya dimulai jam berapa. Bodo deh, penting gue kesana aja, mau ngasih tau perihal calon istrinya yang kabur sama kekasihnya. Dengan memakai kaos oblong putih, dan jamsuit biru muda, tas slempang dan flat shoes gue berangkat kesana. Jangan tanyakan naik apa, karena kendaraan gue saat ini cuma sepeda.

Mempercepat laju sepeda gue dan akhirnya gue sampai mesjid terdekat dari rumah tante Ida. Pulang mampir ah ke rumah tante Ida, siapa tau dapet makan gratis. Pas gue sampai mesjid, disana ada keributan ramai sekali. Gue tanya ke salah satu tamu kondangan, ternyata gara gara calon mempelai belum datang. Dengan langkah berat, gue masuk ke dalam masjid, banyak yang melihat gue dengan tatapan aneh.
Ya iyalah aneh. Orang gue cuma pake jamsuit yang panjangnya selutut dan masuk kawasan masjid. Bodo amat deh sama orang orang, gue temui om Lando.

"Hay om. Kenapa om mukanya ditekuk ?" Tanya gue, sebenarnya gue udah tau jawabannya. Ya sekedar basa basi boleh kali ya.

"Kamu ngapain kesini ?" Dia balik bertanya dengan tatapan kaget.

"Gue bawa berita penting om, ini mengenai calon bini lo." Kata gue.

"Ayo ikut saya. Kita bicara dibelakang."

Dia menarik gue kebelakang.
"Berita apa yang kamu maksud ?" Tanya dia lagi.

"Gue kemarin pas jalan jalan ke mall ketemu sama cewek yang waktu itu duduk sama lo di restoran pas lo gue siram sama air es itu. Dia calon bini lo kan ? Kemaren gue ngintilin dia, dia lagi sama cowok. Gue gak sengaja denger kalau dia mau nikah sama lo besok, tapi rencana nya mau kabur sama kekasihnya." Gue jelasin panjang lebar.

"Kemarin ? Kenapa kamu tidak memberitahu kepada saya." Geram dia.

"Ya maaf, kartu nama lo ilang gak tau terbang kemana. Terus kalau gue ngayuh sepeda sampai kantor lo, yang ada kaki gue gempor. Jadi gue putusin kesini sekarang. Udah mending gue kasih tau lo." Kata gue.

"Kalau begitu kamu harus nikah dengan saya sekarang."

"Nikah pala lo. Nikah aja sono sama yang mau sama lo. Lo kan ganteng tuh ya, pasti banyak dong yang ngantri."

"Dan kamu salah satunya."

"Heh kuncup, pede banget lo. Lo tu sebenarnya mau ngajak nikah apa mau ngajak berantem sih."

"Saya tidak punya pilihan lain, saya mohon sama kamu tolong saya, tolong keluarga saya. Saya tidak ingin membuat malu mereka dihadapan banyak orang. Setidaknya jadilah partner saya, anggap saya memberimu pekerjaan." Kata dia memelas.

Kasihan juga, kalau gini mana bisa gue nolak. lagian nikah sama cowok ganteng, siapa yang gak mau coba. Tapi sayangnya dia menganggap gue hanya sebagai partner. Buat gantiin pernikahan dia yang dibatalkan sepihak dari ceweknya. Sedih gak sih, nikah seumur hidup sekali aja gini amat. Untung ganteng. Kecuali kalau gue boleh punya suami dua. Dan bisa dipastikan abis itu, gue tewas digantung sama suami pertama, emak gue, dan mertua gue.

Tiba tiba dari arah belakang, ada yang megagetkan kami. Tante Ida, ngapain disini. Oh iya kan rumah nya dideket sini, pasti diundang lah. Kok gue bego gini.

"Nak Irel." Panggil tante Ida sambil menangis.

"Iya tan, tante kenapa menangis ?" Tanya gue.

"Pernikahan anak tante terancam batal. Tate boleh gak minta tolong sama kamu, kamu mau ya menikah dengan anak tante." Kata tante Ida dengan isak tangis.

Mana tega coba gue nolak kalau semua kayak gini. Tunggu tunggu , anak tante Ida si Om Lando ? What ? Sejak kapan ? Kok gue gak tau.

"Anak tante itu si om Lando ini ?" Tanya gue dan diangguki dengan tante Ida.

"Tante mohon sama kamu Irel." Kata tante lagi.

"Baiklah tan." Kata gue pasrah.

Mereka semua memandang gue dengan mata berbinar. Wehh, kok gue kayak seonggok daging diantara macan disini ya. Tak lama ada tukang rias yang mulai memoles wajah gue. Cantik, batin gue. Tapi kan gue belom ijin sama ayah bunda kalau gue nikah. Moga moga gak ditelen deh ntar kalau tau gue tiba tiba nikah.

Setelah di make up, gue dituntun buat duduk disamping Om Lando didepan penghulu. Pandangan om Lando tertuju pada gue, lah emang aneh ya dadanan gue. Gak tau kenapa abang gue udah ada disini, dia mandang gue dengan tatapan membunuh, gak kayak orang orang yang mandang gue dengan tatapan bahagia. Siapa sih yang ngasih tau dia. Untung ayah dan bunda lagi keluar negeri mengurus bisnisnya disana. Kalau ada disini, udah jantungan paling. Dan gue jadi anak durhaka karena bunuh orang tua gue pelan pelan.

"Saudara Abimana Dwi Orlando, saya nikahkan engkau dengan Saudari Aurelia Ardiansah Putri binti Defan Ardiansah dengan mas kawin uang tunai sebesar Delapan Ratus Juta Dua Puluh Lima Ribu Rupiah dan seperangkat alat sholat dibayar tunai."

"Saya terima nikahnya Aurelia Ardiansah Putri binti Defan Ardiansah dengan mas kawin tersebut, tunai." Ucapnya lantang.

"Bagaimana saksi ? Sah ?"

SAAAHHH .. teriak orang orang. Gue cium tangan orang yang sekarang sah menjadi mukhrim gue. Dia pun membalas mencium kening gue.

Setelah acara ijab dan salam salaman sama orang orang selesai, gue sama abang gue diajak ke rumah tante Ida. Pas nyampek rumahnya gue langsung ditarik abang gue kedepan, alamat tewas sekarang ini gue.

"Maksud lo apa tiba tiba nikah gini ? Dan lo gak ngasih tau kita semua." Marah abang gue.

"Maaf bang, gue sendiri juga gak tau kalau bakal nikah sekarang. Dan lo tau dari mana gue disini ?" Tanya gue lagi.

"Temen gue ada yang disini, dan dia lihat lo. Dia langsung hubungi gue, dan disuruh kemari katanya urgent. Ternyata urgennya ini." Kata abang sambil jewer kuping gue.

"Ampun bang." Kata gue memelas.

"Kalian ini kok bertengkar saja. Yuk masuk. Kalian pasti lelah." Lerai tante Ida.

Kami masuk rumah, dan masih melayani beberapa tamu. Beh lelahnya kaki gue buat berdiri seharian, lebih lelah ini dibanding ngayuh sepeda dari rumah ke tempat kerja.
Tamu tamu sudah pada pulang. Termasuk abang gue yang pamit pulang duluan.

Tinggal gue dan keluarga om Lando. Sumpah gue ngrasa asing disini. Terus ini gue mau kemana, mau ngapain, tidur dimana. Huaaaaa bunda, Irel pengen pulang.

"Irel, kamar kamu sekarang diatas ya sama Lando." Kata tante Ida.

"Iya tan."

"Kok masih tante, panggil bunda dong." Kata bunda.

"Iya bun."

"Ayah bunda, kita mau kekamar sekarang. Lando sudah capek." Kata om memecah keheningan.

"Iya sayang. Jangan lupa buat cucu yang cantik dan ganteng buat kita ya." Kata bunda.

Whatttt cucu ? Apaan nih maksudnya. Gue masih polos tolong jelaskan.
Pintu kamar dibuka, sumpah gue kaget banget. Ini lebih gede ketimbang kamar gue. Dan suasananya dingin, sama seperti pemiliknya.

"Ngapain kamu disitu ?" Kata om Lando.

"Om, kamarnya satu aja ? Lha gue tidur dimana ?" Kata gue.

"Kamu tidur dikasur itu, dan saya disofa ini." Kata dia.

"Lah, gak sakit tu badan tidur disofa ?" Tanya gue.

"Kamu mau seranjang sama saya ?" Katanya.

"Whatttt, enggak. Yaudah deh om disofa aja gapapa. Hehe." Cengir gue.

Gue pengen ngaca, pengen tau bentuk muka lelah gue kayak apa. Ternyata kayak badut yang bedaknya tebel banget. Ngeri gue lihat muka sendiri, untung cantik.
Lando masih mandi, lama banget mandinya. Gue udah gerah nih mana baju gue gak bisa dilepas, tangan gue gak nyampe buka resletingnya.

Kreeeeekkkkkkk....
Pintu terbuka..




              Bersambung.......

Partner HidupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang