“Lo sesering ini teleponan sama Annan, Ar?”
Aria menelan ludah. Sial, kenapa lupa menghapus history call-nya dengan Annan?!
Sial. Triple sial.
“Eh—”
Kania menggeleng sambil berdecak seolah perbuatan Aria benar-benar dosa besar.
“Dia nelepon mulu, udah di-reject-in juga masih nelepon mulu. Pengin gua block sih, cuma salahnya dia apa? Emang nyebelin sih, nggak jelas juga, tapi, ya, gua nggak sejahat itu tau,” ucap Aria sambil membalik-balikkan buku geografinya.
Kania membuang napas. “Terus?”
“Ya nggak pake terus,” jawab Aria. “Period.”
“Kurang lengkap kayaknya.” Kania tak percaya, dia masih melihat-lihat history call Aria, rata-rata lamanya mereka on the phone itu sekitar lima sampai tujuh menit saja.
“Ini dari jam sepuluh sampe jam sebelas, di hari yang sama, tapi bisa nyampe empat kali nelepon. Lo yang hang up?” tanya Kania.
Aria mengangguk. “Pernah dia sih, katanya jaringan jelek.”
Kania mengangkat alis, tapi Aria memang berkata yang sejujurnya, maka dia tak berkata apa-apa lagi.
“Nggak kapok sama Mahavira bersaudara?” tanyanya.
Aria terdiam beberapa saat. “Lo tau jelas kenapa gua mutusin buat ngejauh dari Aga.”
“Untung belum pacaran, ya?”
Aria tertawa. “Emang nggak berniat 'kan.”
“Tapi kenapa nggak move on move on, Ar?”
A/N:
Cinta kalian semua para pembaca dan para komenters cerita ini, salam dari aria dan annan!<3
happy 1k! yuhuu
KAMU SEDANG MEMBACA
tell me it's okay
Short Story"KAN, GILA LO TAHU NGGAK?" "..." "Gini, tadi tuh, Pak Bowo udah hampir aja ngelihat gua ketiduran." "..." "UNTUNG AJA BEL BUNYI." "Salah sambung." "HAH?" ©2018 | cover by @worteloren