quarante-trois // extra part

3.5K 460 230
                                    

"Haloooo?"

"NAN!"

Annan hampir melompat dari tempat tidurnya.

"Lo nggak takut gua mati karena baru bangun terus dikagetin segitunya, apa, Ar?"

"Lo tuh, kemana sih?"

Annan langsung terbangun saat mendengar suara Aria yang sesegukan. Cewek itu bukan tipikal cewek sensitif yang sering menangis. Mungkin, dalam setahun, bisa dihitung jari berapa kali Aria menangis.

"Why?"

Aria berusaha menahan sesegukannya di ujung telepon. "Lo tuh, sialan banget sih? Kemaren gua udah bilang kalo flight-nya malem, terus lo bilang mau jemput, NAH WHERE ARE YOU NOW A$$H$$E?"

Annan melihat jam dinding yang terpampang di kamarnya. Pukul setengah dua belas.

"Better you're screaming than crying. I'm on my way."

Annan langsung beranjak dari tempat tidurnya, mengambil asal kunci mobil yang tergeletak di meja telepon, lalu dengan cepat tancap gas menuju bandara.

Kemarin, Aria bilang dia hendak pergi ke Yogyakarta, liburan ke rumah neneknya, sekalian mengunjungi Annan yang tidak pulang ke Jakarta. Aria bilang kalau dia baru terbang sekitar jam sembilan atau jam sepuluh, kalau tidak salah. Kesalahan Annan adalah, cowok itu janji akan menjemput Aria, dan dia ketiduran.

Annan berusaha tetap berhati-hati meski dalam hatinya dia cepat ingin sampai ke bandara karena dia tahu Aria tidak akan sampai segitunya kalau tidak ada apa-apa.

Annan mengumpat pelan kala posisi parkirnya yang berantakan, membuatnya harus memperbaiki sampai sempurna.

Annan mencari di terminal kedatangan. Cowok itu melihat Aria yang duduk di kursi sambil memeluk lututnya, tak peduli orang berpikir apa soal menaikkan kaki di kursi.

Annan menyentuh bahu Aria, membuat cewek itu melonjak ketakutan, tapi detik berikutnya Aria reflek memeluk Annan erat-erat sampai Annan kesusahan bernapas. Seluruh badan cewek itu tegang, entah karena apa.

"Ar, kenapa?"

"Gua... gua takut parah. Parah."

Annan menggiring Aria duduk lagi, saat Annan hendak menjauh, Aria mencekal pergelangannya. "Lo mau ke mana?"

"Ke... nyariin lo air minum."

Aria tetap kekeh mencekal pergelangan Annan. "Nggak usah. Ayo pulang."

Annan akhirnya mengalah dan membiarkan Aria berjalan di sampingnya. Cewek itu tampak was-was selama mereka berjalan ke arah parkiran.

Annan membukakan pintu untuk Aria, membiarkan cewek itu masuk dan merilekskan seluruh otot-ototnya.

Annan memutar dan masuk ke jok supir, lalu mengambilkan botol air minum yang selalu ia letakkan di mobil untuk jaga-jaga.

"Minum dulu, baru ngomong."

Aria menerima botol air mineral itu, menegaknya beberapa kali, matanya masih nyalang ke mana-mana.

"Lo kenapa, Ar?"

Aria memejamkan matanya sebentar. Di otaknya, dia berusaha menenangkan dirinya. Di otaknya, dia menanamkan kalau Annan bisa melindunginya.

tell me it's okayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang