“Duh, Nan, bisa nggak sih, pergi dari otak gua?!?!” gumam Aria, kesal.
Dua bulan yang lalu, waktu mereka menghabiskan waktu di kedai es krim sesudah UN berakhir, Annan bilang, “I love you, as a whole. Ini cuma sekadar pernyataan, nggak ada embel-embel, do you love me too, karena itu bakal sangat dangdut. Ya, intinya gua mau bilang hal ini daripada nantinya gua nyesel.”
Yang membuat Aria kembali memikirkan soal Annan adalah kenyataan bahwa cowok itu besok sudah pergi ke Yogyakarta. Bahkan, dia sampai repot-repot mengingatkan Aria segala.
Kannan M.:
Ar, jangan lupa besok dateng, ya, kalau sempet. [22.45]Dia tak lupa. Sungguh. Bagaimana bisa lupa kalau dua bulan sebelumnya cowok itu sudah menyatakan perasaan tanpa memerhatikan keadaan? Kalau mereka akan terpisah beratus kilometer.
Aria:
Sempet kok.
Jam 10 pagi, 'kan?
See you there [23.00]Aria membuang napas kasar ketika melihat punggung Annan. Cowok itu berhadapan dengan Aga dan Kara.
Aria memantapkan langkahnya dan menghampiri Annan.
“Hei.”
Annan menoleh dan tersenyum tipis. Cowok itu sudah nampak seratus derajat lebih baik. Kantong matanya sekarang sudah tak terlalu hitam. Berat badan Annan juga tampaknya sudah kembali seperti semula, meski masih terlalu kurus karena cowok itu cukup tinggi.
“Buat lo,” ucap Aria sambil menyodorkan gelas karton yang berisi cokelat hangat dan sebungkus roti.
“Makasih ya! Tau aja gua belum sarapan.” Annan menerima gelas dan roti, lalu mulai menyeruput cokelatnya pelan-pelan
“Nan, jangan lupa, kalo ke Jakarta bawain oleh-oleh.” Aria duduk di sebelah Annan, berusaha mengabaikan perasaan kalau ia tak ingin Annan pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
tell me it's okay
Conto"KAN, GILA LO TAHU NGGAK?" "..." "Gini, tadi tuh, Pak Bowo udah hampir aja ngelihat gua ketiduran." "..." "UNTUNG AJA BEL BUNYI." "Salah sambung." "HAH?" ©2018 | cover by @worteloren