13

1.7K 95 5
                                    

^ Ketika kamu mencintai, janganlah terlalu berambisi. Karena cinta tak harus memiliki.^

***

Disaat semua orang memilih untuk berkumpul di aula menyaksikan pentas seni yang menurut mereka mengasikan tapi tidak denganku. Aku memilih duduk didalam kelas yang kosong dengan buku yang ada ditangan ku. Kalian tau bukan kalau aku tidak suka dengan yang namanya keramaian dan disinilah aku dikesepian yang membuat hatiku seakan damai. Apalagi orang tua siswa pada berdatangan akan lebih ramai bukan.

"Aditi?" Mendengar panggilan itu sepontan membuatku menoleh dan mendapatkan Al yang sedang berdiri dengan senyum yang mengambang.

"Lo nggak liat pentas seni nya?" Aku hanya menggeleng mendengar pertanyaan dari Al, tanpa menoleh kearahnya sedikit pun.

"Kenapa? Kan sangat seru, ini loh yang selalu ditunggu para siswa disini." Aku hanya diam tidak menggubis ucapan Al, diam dan terus diam menjadi seseorang yang bisu hanya sesaat.

"Ayo kita ke aula sekarang." Ucap Al sambil menarik tangan ku, namun dengan sekali sentakan pautan tangan kami terlepas setelah lepas aku kembali duduk dengan santai.

"Lo kenapa sih? Coba buka diri lo sedikit aja untuk dunia luar, gue nggak mau lo seperti ini Diti." Aku hanya diam tidak memperdulikan ucapan Al bagiku dia sama saja seperti orang diluaran sana, hanya mementingkan dunia luar.

"Oke kalau itu mau lo, gue capek setiap kali kalau gue ngomong sama lo bawaan nya emosi aja." Ucap Al dan mulai melangkah kan kakinya.

Aku tertawa. Tawa sinis lebuh tepatnya. Dan hal itu membuat Al menghentikan langkah kakinya dan menoleh kepadaku.

"Karna itu yang gue mau. Lo menjauh dari gue!" Ujarku dengan tatapan kearah mata Al.

Dia sudah lelah? Berhenti ditangah perjalanan? Membenciku? Itu yang selalu aku inginkan.

"Kenapa?" Lirihan keluar dari mulut Al.

Aku mengangkat kepalaku menatap Al yang sekarang juga menatapku.

"Karna lo nggak tau siapa gue." Tegas suara yang aku keluarkan tegas dan penuh penekanan.

"Gue tau lo, karna lo adalah saudara gue." Suara yang dikeluarkan Al tak kalah tegasnya dengan suaraku.

Aku membuang nafas mengetur nafas yang sudah terasa sesak didada. "Lo memang saudara gue tapi lo nggak tau apapun tentang gue."

"Kenapa? Gue tau apapun tentang lo." Kekeh Al bahwa dia tau apapun tentang aku.

Aku mengkat kepalaku menatapnya. "Kalau lo tau, lo nggak akan pernah maksa gue buat bergaul. Gue nyaman disini, diantara kegelapan dan kesunyian, karna dengan itulah gue bisa merasakan dunia gue." Ucapku setelah itu beranjak meningglakan Al.

Aku pikir Al akan membiarkan ku. Ternyata aku salah, pria itu malah mengikutiku dari belakang, aku tidak tau maksudnya namun aku berpura pura tidak tau.

Sesampainya aku dirunagan yang amatlah ramai ini, aku melihat kearah pentas yang sedang diisi dengan seni.

Ya aku memilih untuk ke aula, sebenarnya aku sangat malas, hanya saja tadi pagi seorang guru wanita datang dihadapan ku dan menyuruh untuk menghadap nya di belakang pentas.

Saat dibelakang pentas aku melihat guru yang tadi memanggilku sedang mondar manidir tidak jelas.

Aku berjalan mendekat kearahnya. "Ibu tadi memanggil saya, ada apa ya?" Ucapku to the point.

Bu Intan menoleh dan tersenyum kearahku tapi jangan harap aku akan membalas senyum itu. Aku hanya menatap wanita muda tersebut dengan tatapan datar.

Menderita?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang