Third

263 13 0
                                    

VOTE SEBELUM BACA !

Semilir angin menyapu rambut perlahan. Jingga sudah berganti diam di belakang Senja, mengawasi. Atas saran Thom, ia mau untuk menuruti perintah Tuan Farizi. Walaupun ya .. sangat menyiksa.

Kini, Senja hanya menatap bunga yang perlahan menguncup karena matahari semakin meninggi.

Pukul 11.30

Sangat cocok untuk diam di bawah pohon. Tangan Senja berusaha menyentuh baguab bunga itu, namun.. terhenti. Terus saja seperti itu.

Dibelakang, nampak Jingga sangatlah gregetan. Ia ingin sekali mendorong Senja untuk menyentuh bunga itu. Namun, ia urungkan

"Kau mau apa disini?" Tanya Senja
Jingga tak menjawab
"Pergilah, aku tak butuh" Ketusnya kemudian menggiring rodanya untuk keluar dari area taman. Namun, urung.

Tangannya lebih dulu tertahan Jingga. Senja menoleh, siapapun yang menatap Senja kali ini, pasti percaya bahwa keadilan dalam hidup itu tak ada. Mata itu tak berbinar, melainkan kelam. Menunjukkan bahwa ia tak luput dari kekejaman dunia. Tak terhindar dari yang namanya rasa sakit,dan pedih melewati hidup.

"Namamu .. Senja?" Jingga membuka pembicaraan
"Bukan! Antonio! Lepas!" Wanita itu mengenyahkan lengan Jingga, dan melanjutkan memutar roda

"Hei, aku tau itu melelahkan. Jadi, biar aku yang mendorongnya. Aku kan-"

"Yaa .. bagus! Kau sadar diri" Potong Senja

Jingga menarik nafas kasar

"Kau kesal?" Tanya Senja

Jingga tertegun "Apa?!"

"Kutanya, kau kesal?"

"Maksudmu?"

"Tidak!"

Jingga manggut-manggut. "Senja .."

"Arisha Rayla" sambung Senja

"Nama yang bagus"

Tidak ada senyum sedikit pun dari Senja, ia lebih memilih melihat sekitaran.

"Namamu?"

"Jingga Panca El-Pratama. Kau bahkan tak me-"

"Apa artinya?" Senja kembali memotong ucapan Jingga

"Pemuda ke lima, yang utama. Bernuansa Jingga" Ia menarik nafas pelan "Apa arti namamu?"

"Aku tidak tahu" Senja menggeleng pelan

Jingga merasa prihatin. Terlebjh, seharusnya anak perempyan seumurannya shopping atau hang out bersama temannya. Namun .. lain untuk Senja, ia justru harus menghabiskan waktu dan hidupnya mendekam di kamar, sendirian.

"Kau punya teman?"

"Tidak" jawab Senja pendek
'Kenapa lama sekali ke kamarku ya Tuhan?!'

"Kau suka apa?"

"Aku tak suka apapun"

"Okay .. but, kenapa namamu Senja?"

"Karena hidupku hampir gelap"

"Kau ini! Kita mau kemana?"

"Kembali saja"

"Tapi-kan? Aku masih mau mengobrol denganmu"

"Oh, ayolah! Kita kembali pun aku takkan langsung tidur!" Protesnya

"Baiklah, tapi.. mungkin nanti suster Emma akan memaksamu untuk tidur"

"Kau perkosa saja, nanti juga dia diam" ceplos Senja

Senja Dalam Jingga (ON HOLD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang