VOTE SEBELUM BACA!!!
Bau etanol dan alkohol masih dapat tercium dengan jelas. Aku merasakan pening di kepala, diikuti cahaya yang mulai memaksaku untuk membuka mata.
'Ah, aku masih di ruangan ini ya..'
Aku menoleh ke arah kanan dan kiri. Membukakan sampiran. Tidak ada siapapun. Bahkan Suster Laras ataupun Dokter tadi. Ah, Dokter Hujan!
Aku bangun, kulihat pada jam dinding sudah menunjukkan pukul sebelas siang. Baru saja aku menggantung kaki, kedua makhluk yang tadi sempat masuk kepikiranku, kini benar-benar sudah hadir disini.
Suster Laras melempar papan dan isinya ke atas meja keramik. Sedang Dokter itu kini sedang tersenyum.
"Tidurmu sangat pulas, captain!, hahaha!" Ia menepuk bahu kiriku.
"Kau sudah baikan?" Tanya Suster Laras
Jingga mengangguk. Suster Laras bangkit dan keluar, lalu kembali dengan membawa troli makanan
"Aku akan memasukkan hal ini ke dalam tagihan Pak Farizi."
'Counting' desis Jingga
"Aku bukan perhitungan! Tapi rumah sakit ini pun butuh biaya! Aku juga tidak berniat membayarnya dengan uangku! Karena beban tanggunganku saja sudah banyak! Mengerti?!"
Jingga mengangguk bodoh
"Baguslah" Ia berlalu seraya menerima panggilan pada ponselnya
Dokter Hujan sudah cukup terkekeh geli saat melihat tingkah sahabat karibnya itu.
"Jangan hiraukan dia. Ayo cepat makan"
Jingga mengambil sendok dengan tangan kiri.
"Kau-
"Apa? Kau mau bilang aku tak sopan? Lalu kau ini apa?! Sudah tahu bahuku diperban. Kau sendiri yang bilang tangan kananku tak boleh terlalu banyak digerakkan"
Hujan menggaruk tengkuknya heran. Ada apa dengan Jingga dan Laras? Kenapa keduanya dapat membaca pikiran?
"Aku tidak membaca pikiran! Aku hanya membaca raut wajahmu dan kondisi!" Seru Jingga dan teriak Suster Laras di ambang pintu
"Suapi dia, Jan! Aku perlu keluar untuk memeriksa sesuatu"
"Ehhh! Dimana data pasienku?" Hujan mengejar langkah Suster Laras dengan panik
Sedang Suster Laras melambai dnegan santai "Di meja keramik!" Ucapnya setengah berteriak
Hujan memandang Jingga yang tersenyum jahil lalu mendengus kesal "Aissshh!" Desahnya.
~*~*~
Sekitar 15 menit Jingga selesai dengan masalah makanannya. Suster Laras kembali lalu merapikan barang yang baru datang.
"Itu alat baru?" Tanya Hujan
"Yaa, begitulah" Jawab Suster Laras acuh
"Suras?"
"Kau memanggil siapa, Jingga?" Jawabnya
"Memanggilmu, lah! Siapa lagi!"
"Jangan seenaknya, ya!"
"Seenaknya darimana? Aku kan hanya menyingkat nama panggilanmu. Suras, Suster Laras. Daripada Sugal? Suster galak?"
Laras menoleh sebentar lalu mendelik tajam.
"Suras.." panggil Jingga
"Apa?!"
"Wuisss.. Kalem dong!" Jingga terkekeh "Suster Emma, apa kau-"
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Dalam Jingga (ON HOLD)
RomanceUPDATE SETIAP HARI!! BIASAKAN FOLLOW duluyaaa~ "Pergi bukan berarti menyerah. Tapi mengerti bahwa ada hal yang tak bisa dipaksakan" -Senja Jika taruhannya kebahagiaan orang yang kamu cinta, apa yang kau lakukan? Tinggal atau meninggalkan?