VOTE SEBELUM BACA!!!
"Ini sudah pukul sembilan dan dia belum tidur?!" Dokter tampan itu menyusuri lorong dan naik lift, tujuan lantai 7.
Ting!
Lift terbuka, langkahnya Ia buat lebar-lebar, Mengimbangi setiap detikan waktu. Ia menghembus nafas berat saat berada di hadapan pintu kamar. Mencoba menetralkan diri untuk tidak langsung 'meledak' disana.
Cklek
"Halo?" Sapanya
Senja terlihat acuh, Ia masih ingin menyibukkan diri dengan ponselnya.
"Hai" Dokter itu mengangguk lalu melangkah maju.
Merasa mengerti, Suster Anne melangkah ke arah pintu lalu menutupnya dari luar.
"Kenapa belum tidur?" Ia menarik kursi dan duduk di samping ranjang Senja.
"Belum ingin"
"Bagaimana jika ku bacakan cerita?"
Senja mengernyit, menatap dokter di hadapannya. Bersumpah bahwa dokter ini memang sangat bodoh walau tampan dan gelarnya terpampang jelas.
"Apa kau gila?! Apa kau pikir aku anak kecil, pak-dok-ter?!"
"Ya, kau memang seperti anak kecil" Dokter itu menaikkan alisnya.
"Apa?!" Senja menyimpan ponselnya dengan kasar, menatap dokternya dengan marah.
Sementara pria itu, hanya memasang wajah kalem dengan bersidekap yang membuat Senja naik darah.
"Dengar-ya!! Pak-dok-ter!! Aku sudah berusia dua pu-"
"Dan umurku bahkan sudah cukup siap untuk menghamilimu, disini, saat ini juga. Sudah cukup bisa bertanggung jawab atasmu, atau bahkan atas benih yang nantinya kutanam dengan sempurna di tubuhmu"
Wajah Senja menegang. Mendadak nyalinya ciut. Ia takut. Takut sekali.
"Bagaimana?" Goda dokter itu
Senja menggeleng. Ia baru mengetahui, bahwa ternyata dokter lebih parah dari pria normal. Ke-mesum-annya sungguh diluar nalar.
"PEDOFIL!" Teriak Senja.
"Ssstt! Jangan berisik. Atau kau mau kubuat berteriak lebih keras dari ini?" Ia memainkan alisnya dengan menggoda
"A-apa maksudmu?"
"Tentu saja menanam benihku"
Plak!!
"Oke, aku juga normal, Senja. Ini sudah cukup larut untuk seorang perempuan masih membuka mata." Ia berdiri. "Tidurlah. Jika aku tau kau belum tidur dalam 30 menit ke depan.. kau harus setuju ku hamili"
Ia melengang pergi meninggalkan kekosongan pada mata Senja. Membayangkannya terjadi saja membuat Senja frustasi.
Senja meremas selimut diatas pahanya, menenggelamkan matanya pada air.
'Jingga..'
~*~*~
"Senja?" Kepala Jingga menyembul, menatap teduh yang sedang disuapi namun terus menolak.
Ia menatap sekilas jam pada dinding. 'Sudah pukul sepuluh, dan dia baru makan? Yang benar saja'
"Ayolah, sedikiiiittt sajaaa" pinta Suster Anne.
"Tidak Suster Anne, aku tidak mau. Aku mual. Antar aku ke kamar mandi"
Suster Anne mengangguk, lalu mengantar Senja ke kamar kecil. Dan benar saja, begitu tangan tangan Senja menepel pada wastafel, isi perutnya ia keluarkan. Suster Anne menepuk-nepuk punggung Senja. Perempuan itu merasa keheranan dengan yang terjadi pada pasien spesialnya ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Dalam Jingga (ON HOLD)
RomansaUPDATE SETIAP HARI!! BIASAKAN FOLLOW duluyaaa~ "Pergi bukan berarti menyerah. Tapi mengerti bahwa ada hal yang tak bisa dipaksakan" -Senja Jika taruhannya kebahagiaan orang yang kamu cinta, apa yang kau lakukan? Tinggal atau meninggalkan?