Eighth

161 6 0
                                    

VOTE SEBELUM BACA!

.. sebuah lengan kekar melingkar di perutku.

"Kau harusnya menungguku, Senja"

Ucapnya tepat dibelakang leher yang membuatku begidik geli.

"Pergilah. Aku bisa sendiri" Tolakku menepis lengan yang melingkar di perutku

Jujur saja, rasanya seperti ada kupu-kupu memenuhi perutku. Tangan Jingga begitu hangat, mengalir dari luar kain yang kupakai.

Aku menatap ke depan, lengan itu masih setia melingkar. Suatu aliran hangat memenuhi dadaku, seakan ingin keluar lewat suatu teriakan.

Aku menikmatinya, hangat. Dan entah kenapa terasa bahagia. Aku tak mengerti tentang rasa yang kini seolah bersorak memenangkan perang.

Ditengah itu, dadaku tiba-tiba berhenti bergerak. Kakiku membujur kaku, peganganku melemas, dan pandanganku mengabur.

"Akhirnya.." lirihku, sebelum semuanya menjadi benar-benar gelap.

~*~*~

Aku meraup wajah frustasi. Sudah lebih dari setengah jam Senja pingsan. Daritadi aku hanya bisa mondar-mandir tak jelas. Aku hanya bisa menempelkan kening pada kaca ruang rawat intensif.

'Suster Em? Kau dimana?' Aku menarik rambutku pelan, menatap pada lantai.

Tap.. tap.. tap..

Jingga menoleh pada asal suara. Itu suster Emma. Tapi, pakaiannya?

"Jingga, Senja mana?" Tanyanya cemas

"Dia di dalam, sedang dirawat intensif" jawab Jingga seraya menoleh pada kaca ruangan.

"Jingga?" Panggil Suster Emma

"Ya?"

"Boleh aku merepotkanmu?"

"Hah?" Jingga berfikir sejenak "oh, tentu. Apa?"

"Jaga Senja dengan baik. Aku tak bisa lagi di sampingnya."

"Hah?! Kenapa?!" Jingga panik

"Aku tak tahu siapa yang melakukannya, Jingga. Tapi aku dipindah ke Jerman untuk mengatasi suatu masalah"

"Kenapa harus kau? Kenapa tidak Senior yang lain? Suster Laras, misalnya?!"

"Aku sendiri bingung! Aku tak ingin melakukan ini, tapi.. Direktur membuatku harus menerima tawaran perpindahan itu" Suster Emma menunduk.

"Berapa lama kau disana?!" Jingga mencari-cari jawaban. Tangannya mencengkram bahu Suster Emma.

"Li .. lima tahun, hiks.. apapun yang terjadi, jangan pernah tinggalkan Senja. Aku mau saja menjadi pendonornya. Tapi, Senja pasti marah dan tak memaafkan aku"

"Oh ayolah, Suster Em?! Tak bisakah kau menolaknya?!"

"Tak bisa Jingga!"

"Kenapa?!"

Suster Emma menggeleng. "Aku belum bisa mengatakannya"

"Jujur, dulu aku adalah orang suruhan nyonya Erlina."

Jingga terperanjat. Mencoba menarik diri dari hadapan Suster Emma, namun tertahan.

"Memang, pada awalnya aku berniat jahat. Namun, mengenai amanat yang tuan Farizi sampaikan, mengenai riwayat hidup putrinya itu.. hatiku luluh. Aku menyayanginya.

"Aku berencana untuk menyerang nyonya Erlina balik, menusuknya dari belakang. Namun, aku gagal. Beruntung kala itu Thomas hadir disana. Kalau tidak, mungkin aku tidak disini.. " Tubuh Suster Emma bergetar.

Senja Dalam Jingga (ON HOLD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang