mabar

17 0 0
                                    

"Ra bangun, ntar lo telat" teriak kakaknya dari pintu depan kamarnya.

Sebenarnya Ara malas menanggapi kakaknya satu itu. Untuk apa ia Buru Buru bangun. Toh hari ini tanggal merah.

"Apaan si lo kak? Ngga tau hari ini tanggal merah? Brisik tau ngga lo" ketus Ara dengan wajah bantalnya.

"Oh jadi lo ngga ikut? Bagus deh. Ngga banyak ngrecokin" balas kakaknya sadis.

"Ikut apaan sih?" tanya Ara bingung.

"Lo lupa apa pura pura sih? Tadi malem lo ngga inget kita diruang makan bicara apa?" tanya kakaknya geram.

Dengan hati hati ara mengingat
"Besok kan libur tuh, gimana kalo kita ajak main pacar kita Van?" tanya Rio

"Kemana?" tanya vano

"Ke Dufan aja gimana?" tawar Rio

"Setuju" bukan ini bukan suara Vano. Melainkan suara Ara. Sejak kapan ia ikut nimbrung dalam pembicaraan orang dewasa ini.

"Siapa lo?" tanya Vano datar pada adiknya

"Bang gue ikut ya? Ntar dirumah sendiri takut. Toh boring juga." pinta ara dengan wajah semelas mungkin.

"Tapi gue bawa viona. Ya kali lo mau numpang mobil gue. Ogah gue bawa cabe cabe an mini" tungkas Vano

"Gila lo ya. Adik sendiri lo bilang cabe. Gue lapor mama sekarang juga! Bodo biar sekalian fasilitas lo dicabut" ancam Ara

"Eh, apaan si lo ra. Kagak asyik banget. Yaudah ikut sana. Tapi jangan bareng gue. Gue ngga bisa diganggu. Mau qtime" jawab Vano. Ia benar benar tak bisa membayangkan jika ia harus hidup tanpa fasilitas dari orang tuanya kini.

Wajar saja kan vano memang masih sekolah, jadi apa apa masih minta orang tua lah.

"Yaudah ra, lo bareng Alde aja. Gimana?" tawar Rio

"Cihh ogah gue bang" jawab Alde tak mengenakkan

Sedangkan Ara kini sudah berkaca kaca. Ia tak tau mengapa ia secengeng ini padahal kan sudah biasanya ia diketusi oleh Alde.

RadarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang