Bab XV : Usaha Permohonan Maaf

149 29 1
                                    


Bel berdering memerintahkan seluruh siswa memulai harinya di sekolah. Kulihat Khafa memsuki kelas sambil terburu-buru, kualihkan pandangan saat ia mulai mendekat kemejanya yang berjarak tepat didepanku, jam belajar berlalu seperti semestinya. "Kamu sama Khafa kenapa?" tanya Inaya.

"Kenapa? Gak ada apa-apa" jawabku santai.

Sekitar jam 11.45 bel istirahat berdering, semua anak mulai keluar kelas, entah untuk bermain atau untuk makan dikantin. Saat ini hanya ada aku dan Khafa di kelas karena Inaya sedang ke toilet.

"Day, gua harus ngelakuin apa supaya lo maafin gua?" tanya khafa terus terang.

Ku abaikan karena aku sedang sibuk memakan bekalku.

"Gua tahu gua salah, gua nyesel dan gua minta maaf" ucapnya dengan nada suara yang sungguh-sungguh. "Selama dua tahun ini gua cuma mau bilang terima kasih karena waktu itu lo nolongin gua, dan selama dua tahun ini juga, gua cuma mau minta maaf sama lo karena saat itu gua gak ngelakuin apapun untuk nolongin lo" jelasnya.

Aku tetap diam seolah mengabaikannya. "Sorry, ganggu" ucap Raya yang memecah keheningan diantara kami berdua.

"Khaf, lo duduk sendirian kan?" tanya Raya yang tiba-tiba datang kedalam kelas.

"Iya, kenapa?"

"Gua duduk sama lo ya, mulai besok gua masuk kayak biasa" jelasnya.

"Oh, yaudah" balas Khafa.

"Oke, gua cabut dulu. Oh iya, Day, ada yang mau gua omongin sama lo"

"Apa?" tanyaku enggan menghadapinya

"Bisa minta waktunya bentar?" tanya Raya padaku.

"Ikut gua" pintanya

Segera ku ikuti langkah Raya dari belakang, "Mau ngapain sih Raya, emang gak bisa lo ajak gua ngobrol nanti aja. Laper nih gua" keluhku kesal.

"Lo nantangin gua untuk membuktikan ucapan lo kemarin kan?" ucapnya mengingatkanku.

"Jadi, lo udah nemu buktinya?" tanyaku.

"Udah" jawabnya dengan ekspresi penuh kemenangan, sembari menghentikan langkahnya tepat didepan sebuah ruangan. Dengan sigap ia membuka ruangan tersebut dan kulihat ada tiga orang siswi perempuan yang waktu itu bersikap kurang ajar pada Inaya. Kulihat wajah mereka penuh dengan kekhawatiran saat melihat diriku. Saat kami memasuki ruangan, baru kusadari ada dua orang lainnya datang dari belakang kami.

"Kalian, sebagai ketua dan wakil team cheers yang baru aku minta black list nama mereka bertiga dari keanggotaan" ucap Raya pada dua orang siswi yang baru memasuki ruangan.

"Iya kak"

"Dan kalau sampai kalian ngadu sama pihak sekolah, maka kasus kalian akan gua blow up" ancam Raya.

"Oh iya, nama kalian juga udah gua coret dari ekstra kurikuler dance. Jadi kalian gak perlu capek-capek latihan untuk kompetisi bulan depan" tambah Raya sebelum akhirnya memberikan kode padaku untuk meninggalkan ruangan tersebut. Harus ku akui bahwa semenyebalkan apapun anak ini, ia bukanlah orang yang jahat.

"Kekantin?" ajak Raya.

"Oke" ucapku. Kali ini kantin sudah mulai sepi karena kira-kira lima menit lagi jam masuk kelas akan berbunyi.

"Pak, pesen mie ayam 2 ya" Pesan Raya.

"Heh, bentar lagi masuk pelajaran, lo gak salah mesen mie ayam sekarang?"

"Dua jam dari sekarang akan ada rapat guru. Tadi gua udah taro kertas diatas meja Khafa untuk ngasih tahu anak-anak sekelas kalau ada tugas yang harus diselesaikan setelah masuk" jawab Raya.

"Lo tahu dari mana?" tanyaku heran.

"Dayana, jangan samain lo sama gua. Lo itu dianggep para guru sebagai pembuat onar, sedangkan gua dianggap anak emas" jawab Raya dengan nada yang mengesalkan.

"Mulai lagi nih anak" gerutuku kesal.

"Sorry" ucapnya dengan salah tingkah.

"Liburan kemarin lo pasti sibuk banget ya?" tanyaku.

"Sibuk? Sibuk kenapa?"

"Sibuk memecahkan kasus yang gua kasih. Kasihan, padahal kemarinkan hari libur, apa lo sempet istirahat? Sempet makan,, hahhh,, jangan jangan bahkan lo gak sempet ke toilet?" sindirku penuh kemenangan.

"Kayaknya kita memang gak boleh ada disatu meja kayak gini dalam waktu yang lama ya" ucapnya menahan marah.

"Tapi harus gua akui bahwa lo bisa menyelesaikan ini dalam waktu yang cukup cepat, karena prediksi gua lo butuh waktu satu minggu hanya untuk sekedar tau siapa pelakunya, tapi 5 hari waktu yang cukup singkat" ucapku.

"Dan lo, harus diakui kemampuan lo untuk membuat seseorang merasa di tantang sangat menakjubkan" ucap Raya.

"Thanks ya" tambah Raya.

"Sama-sama" balasku.

"Oh iya, tadi lo sama Khafa kenapa?".

"Males gua ngomonginnya" timpaku.

"Dia udah nyeritain kasus dua tahun yang lalu?" tanyanya yang seketika membuatku kaget.

"Lo tahu?"

"Tahu lah"

"Kok Bisa?"

"Gua sama Khafa lumayan deket, selama dua tahun ini dia selalu aja ngomongin lo. Sampe bosen gua dengernya" tambah Raya.

"Ngomongin Dayana tuh jago banget berantem, Dayana tuh pinter tahu aslinya, Dayana tuh baik banget, masa gua liat dia ngerjain ulangan temen sebangkunya, Dayana tuh masakannya enak banget, Dayana,, Dayana dan Dayana. Bahkan dia gak pernah ngomongoin gua. Selama dua tahun ini dia ngerasa bersalah banget sama lo, dia gak ngerti gimana caranya buat minta maaf ke elo, tapi yang gua tahu dia selalu berusaha buat jagain lo" ucap Raya.

"Ngejagain gua?" tanyaku heran dengan senyum sinis.

"Iya, lo inget dulu waktu ada kasus HP temen sekelas kita ilang?" tanyanya.

"Semua orang nuduh lo yang nyuri dengan alasan kalau lo paling sering didalem kelas pas istirahat, dan karena lo ngasih sumbangan cukup gede untuk salah satu temen kita yang bokapnya kecelakaan. Semua orang nuduh lo, kecuali Khafa. Dia bersikukuh bahwa lo gak akan melakukan hal selicik. Lo memang cuek banget sama semua pandangan orang lain tentang lo, tapi Khafa gak pernah bisa diem aja setiap ada orang lain yang ngejelek-jelekin lo didepannya. Sekuat tenaga dia nyari bukti supaya nama lo bersih, sampai akhirnya ditemukan kalau HP itu gak ilang, cuma si pemiliknya lupa naro dimana. Dan saat dia udah nemuin balik HP-nya, dia gak punya nyali untuk bilang kalau HPnya gak hilang dan malah membiarkan semua anak berasumsi dan tetep menuduh lo. Pas lo sering gak masuk karena lagi sibuk ngurusin nyokap lo di rumah sakit, Khafa membersihkan nama baik lo tanpa lo tahu. Semua anak dikelas ngerasa bersalah karena udah nuduh lo. Dan saat tahu kalau nyokap lo meninggal dia sibuk ngumpulin anak-anak dan buat pengajian kecil-kecilan di deket rumahnya" jelas Raya.

Ada rasa bersalah menyelimuti hatiku saat mendengar cerita Raya, seolah semua amarahku lenyap begitu saja padanya, kini yang ada hanya sebuah penyesalan karena sudah bersikap tidak adil padanya. Beberapa menit kemudian kamipun selesai makan siang, aku kembali kekelas sedangkan Raya kembali melatih.

"Besok lo mau dibawain makanan apa?" tanyaku tanpa tertuju.

"Kamu nanya siapa?" tanya Naya.

"Nanya orang yang duduk didepan gua" jawabku dengan nada suara agak keras supaya terdengar oleh Khafa. Seakan menangkap kode perdamaian dariku, dengan sedikit ragu dan takut Khafa membalik tubuhnya lalu menyahut "Nasi sapi lada hitam" jawabnya.

mendengar jawaban dari Khafa, mungkin ini menjadi tanda bagi kami berdua bahwa kami sudah berdamai.

Oranye Di Langit SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang