Bab XXII : Badai Yang Tak Mau Berlalu

162 25 5
                                    


Sekarang sudah tengah malam dan operasi Ray belum juga usai. Entah apa yang terjadi? Kini aku hanya ingin meluapkan segala perasaanku pada sang pemilik alam semesta. Tak ada kata yang ku ucapka selain menyebut namanya, kupanggil Ia terus menerus. Kali ini aku hanya ingin mendapat perhatian penuh dariNYA, agar Ia tahu bagaimana aku begitu tidak berdaya. Hilang rasa percaya diriku sebagai sesosok manusia untuk menghadapi hidup tanpa perlindunganNya dalam menjaga hatiku.

Tiba-tiba ponselku berdering pihak rumah sakit memintaku segera keruang ICU. Secepat mungkin aku berlari menuju ruang ICU. Sesampainya disana salah seorang dokter menghampiriku. 

"Operasinya berjalan lancar, meskipun tadi sempat terjadi pendarahan" jelasnya. "Karena sekarang masih harus berada dibawa pengawasan, jadi kami tempatkan di ruang ICU sampai adik kamu dalam keadaan normal" jelas dokter tersebut.

"Iya dok" jawabku.

"Kamu sakit?" tanya dokter. 

"Enggak. Saya baik-baik aja"

"Muka kamu pucat, sebaiknya kamu beristirahat" ucapnya.

"Iya dok, terimakasih" ucapku.

Hatiku merasa lebih tenang saat mendapat penjelasan dari doketer bahwa operasi Ray berjalan lancar, aku melepaskan lelah dengan duduk di sebuah kursi kosong tepat didepan ruang ICU dimana Ray sedang berjuang untuk kembali pulih, dalam kesendirian aku tetap menanti keajaiban datang membawa kabar yang lebih menggembirakan dari saat ini. Kini kekakhawatiran, rindu, dan kesedihan menyerbu seisi hatiku sampaiterkuras habis tenagaku rasanya.

"Kenapa gak ngasih tahu kalau Ray udah dipindah ke ICU?" seseorang memecah keheningan dengan suaranya, segera kulempar pandanganku kearah suara itu berasal.

"Gimana keadaan om?" tanyaku mengabaikan pertanyaan Sakha.

"Belum siuman"

"Tante pasti sedih banget sekarang. Harusnya tante jangan ditinggalin sendiri" ucapku.

"Ray gimana keadaannya?" tanyanya seakan tidak perduli dengan kata-kataku.

"Operasinya berjalan lancar, sekarang tinggal tunggu dia siuman" jelasku singkat.

Tanpa mengucapkan apapun Sakha hanya duduk diam disebelahku seolah ia mencoba menguatkan hatiku sedangkan ia sendiri membutuhkan tenaga untuk menguatkan hatinya sendiri.

                                                                                     ***

Satu hari sudah berlalu sedangkan adikku belum juga sadar, namun hasil pemeriksaan mengatakan bahwa semuanya normal. Sehingga Ray bisa dipindah rawat inap. Mendapati keberadaan Ray yang sudah dipindahkan aku segera menuju kesana dan betapa kagetnya aku saat ternyata Ray ditempatkan disatu kamar yang sama dengan om.

"Tante?" ucapku kaget saat melihat tante seakan sudah menungguku.

"Kamu tuh ya, kenapa gak kasih tahu tante?" tanyanya dengan nada khawatir.

"Aku gak mau menambah beban fikiran tante" jawabku menahan air mata. Tanpa mengucapkan sepatah katapun dengan lembut tante memeluk dan mencium keningku.

"Om gimana keadaannya tante?" tanyaku.

"Tadi sekitar jam 1 pagi om udah mulai sadar dan gerakin jari-jainya. Kata dokter itu pertanda baik" jelas tante.

"Cepet juga dipindahinnya" ucap Sakha yang tiba-tiba sudah ada di belakangku.

"Kenapa di jadiin satu ruangan?" tanyaku kesal karena merasa bersalah jadi membuat tante ikut sibuk memikirkan Ray.

Oranye Di Langit SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang