Bab XXIII : Kabar Buruk Dan Kabar Baik

154 27 11
                                    


Hari ini aku masuk sekolah seperti biasa sesuai keinginan tante. Ku mulai hari ini dengan semestinya, kupakai headsetku dan kubuka buku bacaan yang sengaja ku bawa hari ini.

"Pagi Day" sapa Raya yang duduk di sebelahku. Ya,, tadi malam aku menghubungi Raya untuk memintanya duduk disebelahku mulai saat ini, dengan syarat aku harus menceritakan semuanya pada Raya termasuk alasanku yang tidak masuk sekolah selama bebrapa hari terakhir.

"Pagi" jawabku membalas sapaannya.

Kulihat sekilas Khafa dan Inaya datang bersamaan dan mereka duduk tepat didepanku. Bebrapa waktu kemudian bel berdering dan kami memulai pelajaran seperti biasa. Aku berusaha memfokuskan fikiranku pada pelajaran mengingat bahwa aku sudah kelas 3 dan aku akan menghadapi ujian kelulusan.

Tak ada yang istimewa dihari ini, semua berlalu karena memang harus berlalu saja, aku merasa ada bagian dari diriku yang hilang, mungkin setengah jiwaku sedang sibuk memikirkan keadaan Ray, lalu kemana setengah jiwaku lagi? Karena hari ini aku merasa seperti mayat hidup yang berkeliaran tanpa tahu apa yang aku inginkan sebenarnya.

                                                                                                  ***

Sepulang sekolah aku ingin secepatnya kerumah sakit untuk mengetahui keadaan Ray, tapi hari ini aku bertugas piket, jadi ku selesaikan lebih dulu tanggung jawabku secepat mungkin, setelah setengah jam akhirnya aku bersiap untuk langsung kerumah sakit, sampai seseorang menggenggam tanganku. "Ayo kerumah sakit" ajak seorang pria yang memakai topi dan kacamata berwarna hitam sambil menggengam tanganku.

"Kok Sakha disini?" tanyaku saat menyadari yang menggenggam tanganku adalah Sakha.

"Ya jemput lo lah, pasti lo pengen lihat perkembangan Ray kan?"

"Iya"

Selama diperjalanan, kami tidak membicarakan apapun, mobil pun melaju dengan sewajarnya seakan menegaskan gaya dari si pengemudi yang begitu tenang, entah kenapa setiap kali berada di dekat Sakha aku merasa ada sesuatu yang aneh, seakan aku tak bisa menemukan celah untuk mengetahui isi hatinya. Ia selalu terlihat sangat tenang bahkan ketika ia mendapat kabar yang mengagetkan seperti saat ayahnya masuk rumah sakit. Apakah ia juga sama sepertiku yang berusaha sangat keras untuk selalu terlihat baik-baik saja? Ahh,, tapi tak bisa disamakan, ku kira usahanya lebih keras dariku saat berusaha terlihat baik-baik saja.

Aku tidak tahu apa yang terjadi, ketika sebuah motor melaju sangat kencang membalap mobil yang di kendarai Sakha.

"Itu motor Khafa kan?" tanya Sakha.

Ya benar, itu adalah motor milik Khafa, dan kukira ia juga yang mengemudikannya. Tapi, kenapa ia mengendarai motor secepat itu, bagaimana jika ia sampai kecelakaan. Belum lama fikiran buruk itu datang, Khafa benar-benar mengalami kecelakaa! Ia mencoba menghindar dari sebuah mobil hingga terjatuh bahkan sampai terseret beberapa meter dari motor yang dikendarainya.

Melihat kejadian itu jantungku seakan mau berhenti, kini aku benar-benar khawatir padanya. Aku ingin sekali turun untuk mengetahui apakah ia baik-baik saja? Tapi sebagian lainnya dari hatiku tidak mengizinkanku untuk melihat keadaannya disana. Sakha menolehkan pandangannya padaku, seakan menunggu kapan aku akan meminta berhenti lalu turun untuk melihat keadaan Khafa.

Tapi, itu semua tidak aku lakukan, seketika aku hanya menutup kedua mataku dan menutup kedua telingaku dengan air mata yang tidak tertahan. Sampai kusadari ternyata Sakha menepi dan turun dari mobil entah untuk apa.

Selang beberapa waktu kemudian ia kembali kemobil dan lagi-lagi dengan raut wajah yang biasa saja. "Dia baik-baik aja, cuma lecet sedikit" jelasnya padaku, mungkin ia mencoba membuatku merasa tenang, tapi nyatanya aku tidak perduli.

Oranye Di Langit SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang