Bab XIX : Kejadian Beruntun

147 29 5
                                    

Pagi ini aku dibangunkan dengan cara yang sangat menyebalkan oleh Ray dan Sakha. Bayangkan mereka berdua menggedor-gedor pintu kamarku seperti ingin mengabarkan sedang terjadi kebakaran. Akhirnya ku buka pintu kamarku dengan ekspresi kesal "Heh, kalian tuh gak bisa apa bangunin dengan cara yang lembut!"

"Kasih tahu Ray, apa aja yang udah kita lakuin untuk bangunin penghuni kamar ini"

"Kita udah dari cara yang paling halus dengan mainin musik didepan kamar kakak, ngetok pintu dengan sewajarnya, sampe akhirnya kita gak sabar. Makannya kita pakai cara yang paling ampuh kayak gini"

"Ampuh? Anarkis iya!" seruku yang lalu menutup pintu kamar sebelum akhirnya berlalu melewati mereka karena mau ketoilet.

Saat aku keluar dari toilet ternyata tante sudah berada diruang makan. "Sarapan yuk" ajak tante. Menyambut ajakkan tante aku segera duduk di ruang makan bersama Ray dan Sakha tentunya.

"Oh iya tante, nanti jam 11-an temen-temen aku dateng untuk ngerjain tugas kelompok" ucapku mengingatkan tante, karena kemarin lusa tante yang menyuruh ku mengerjakan tugas kelompoknya dirumah saja.

"Mau kerumah sekarang juga gak apa-apa" ucap tante sambil tersenyum. Selang beberapa waktu tante mengucapkan hal itu tiba-tiba..

"Assalammualaikum!!!" terdengar suara beberapa orang dari depan pintu sambil membunyikan bel. Seketika aku dan tante menghampiri dan saat tante membuka pintu,,,

Bak sebuah doa, karena ucapan tante benar-benar menjadi kenyataan, "Kalian??!" seru tante dengan senyum yang merekah seakan merasa beruntung doanya terijabah.

"Pagi tante" sapa mereka pada tante.

"Pagi" balas tante.

"Ini tuh baru jam 08.30 Katanya kesini jam 11?" tanyaku heran.

"Sekalian numpang sarapan tante" ucap Khafa seenaknya, yang ditambah senyuman oleh dua orang di sebelahnya yang tidak lain dan tidak bukan adalah Raya dan Inaya.

"Ha ha ha,, Yaudah ayok sini pada masuk sarapan bareng" ajak tante.

Tanpa menanggapiku mereka masuk kedalam dan memulai sarapannya bersama kami. Ya seketika mereka asik mengobrol dengan tante sedangkan aku diabaikan begitu saja. Lalu sesaat kulemparkan pandanganku pada Sakha, mungkin ini yang ia rasakan ketika aku dan Ray datang dalam kehidupannya.

"Non,,Non!! Non Dayana!" panggil seseorang dari luar rumah. Aku tahu dengan pasti bahwa itu suara bibi. Dengan segera aku keluar untuk menghampirinya, diikuti dengan Ray dan Sakha. Jantungku berdegup kencang saat kulihat ekspresi wajah bibi yang terlihat begitu panik. "Apakah terjadi sesuatu pada pak Ujang?" batinku.

"Kenapa bi?" tanyaku.

"Non,, tadi malem bapak bawa perempuan ke rumah, bibi mau kasih tahu non, tapi udah malam takut ganggu non Dayana" jelas bibi.

Tanpa banyak bicara aku langsung berlari menuju kerumah, ku lihat pak Ujang seakan menungguku didepan pagar. Amarahku kini mulai tak terkontrol, secepat mungkin aku memasuki rumah kulihat papaku sedang duduk membaca sebuah koran, ditemani secangkir kopi, bak seorang raja yang sedang bersantai di dalam istananya.

"Pih kita harus ngomong" ucapku sambil melihat kesegala arah untuk mencari tahu dimanakeberadaan wanita yang diceritakan bibi.

"Siapa yang suruh kamu masuk?!" bentak papi.

"BiBI!!! Bi!! Pak Ujang!!" teriak papiku. Seraya datang memenuhi panggilan papi, kulihat papi semakin murka.

"Kenapa kalian biarin anak ini masuk rumah saya?! Saya pecat kalian!"

Oranye Di Langit SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang