Bab XXVI : Mimpi?

149 26 2
                                    


Ada cahaya yang begitu menyilaukan menggangguku yang saat ini sedang terlelap, hingga akhirnya dengan sekuat tenaga kubuka kedua mataku, menguatkan diri untuk bisa terduduk, "Ini dimana?" tanyaku dalam hati sambil melihat sekeliling. Sejak kapan aku pergi ketaman yang dihiasai padang rumput segini luasnya. Lalu dengan perlahan kubangunkan tubuhku.

"Akhirnya bangun juga" ucap seorang wanita yang sangat kurindukan. Ia berdiri di belakangku seakan menungguku untuk terbangun.

"Mama" panggilku.

"Ya?"

"Aku rindu" ucapku langsung padanya.

"Kemari" panggil mama padaku. Dengan segera ku hampiri ia lalu duduk disebelahnya.

"Mama tidak rindu?" tanyaku manja.

"Dari pada rindu mama justru ingin marah saat ini" ucap mama dengan ekspresi kesal.

"Kenapa?" tanyaku takut sekaligus pensaran.

"Bagaimana bisa-bisanya kamu sampai kesini?!" dengan nada marah yang tertahan

"Entahlah"

"Kamu gak bisa lama-lama disini. Belum saatnya"

"Tidak apa-apa, aku suka disini. Langit senja, angin sepoi-sepoi, pepohonan yang rimbun, rumput yang hijau dan kupu-kupu. Ahhh indah" ucapku mendeskripsikan.

"Tapi belum saatnya kamu disini dan mama gak mau kamu lama-lama disini"

"Kenapa? Aku mau yang lama didekat mama" ucapku yang langsung mengambil tempat dipangkuan mama. Kurebahkan kepalaku dipangkuan mama dengan penuh semangat.

"Ini belum waktunya Dayana"

"Ahhh nyamannya" ucapku mengabaikan ucapan mama.

"Kamu tahu ada banyak orang yang sedang menunggu kamu kembali. Mereka menanti dengan penuh kekhawatiran Dayana Senja".

"Ma?" panggilku.

"Ya"

"Apa langit senja selalu berwarna seperti itu" tanyaku sembari menunjuk kelangit.

"Seperti "Oranye?""

"Iya" jawabku, " Aku benci warna itu" jelasku lebih lanjut.

"Kenapa?"

"Karena warna itu selalu saja menggangguku. Terakhir kali aku melihatnya hatiku terasa sangat sakit"

"Lalu?"

"Tidak ada. Aku hanya membencinya"

"Tapi mama suka"

"Kenapa?"

"Karena dia yang menghiasi Senja" jawab mama sambil mengelus kepalaku.

"Dayana"

"Ya" jawabku.

"Bukankah kamu pernah mendapatkan sekotak hadiah?"

"Mmmm" ucapku sembari berfikir, "Kotak yang berisi surat-surat mama?" selidikku.

"Iya! Sudah dibaca?"

"Belum, apa ada yang harus aku tahu?"

"Iya, makanya segeralah kembali" ucap mama.

"Kenapa tidak mama beritahukan saja. Lagi pula surat-surat itu mama yang menulisnyakan?"

"Mama mau kamu membacanya, bukan mendengarnya"

Oranye Di Langit SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang