Jika memang dia bukan untukku..
Tapi, mengapa aku dan kamu selalu bertemu..
Cinta.. Apa kau sedang mempermainkan ku..
Aku lelah.. Aku ingin terbiasa tanpamu..***
Semenjak aku menolaknya seminggu lalu, dia tak lagi menampakkan batang hidungnya di depan ku. Dafa seolah menghilang dan sialnya aku merasa kehilangan.
Biasanya setiap hari dia selalu mengganggu, mengirim sederet pesan tak penting kepadaku, dari mulai ucapan selamat malam, selamat makan, selamat datang dan selamat-selamat lainnya. Mungkin ini hukum alam yang sedang menguji ku. Karena kehadiran Dafa sudah menjadi kebiasaan dan aku kaget sekarang karena merasa di tinggalkan.
Lagian siapa juga yang mau menerima ku sebagai janda. Toh, Dafa juga yang mati-matian mengejar akhirnya gugur juga.
Untung aku tak sempat luluh padanya, walau hampir beberapa kali aku tergiur akan murni cintanya.
Dafa tetap sama. Tetap sama seperti laki-laki yang aku jumpa. Akan mengejar di awal dan berguguran di akhir kemudian.
Sumpah! Ku tak ingin lagi mempercayai cinta, cukup aku hanya percaya pada cintanya Vian seorang.
Ahh, lama juga aku tak menjumpainya di makam.
"Nyee," Panggilan itu membuatku mengerjapkan mata berulang-ulang, ku tolehkan kepala dan terlihatlah wajah anggun Renata, kebetulan aku lagi berada di acara pertunangan nya, jadi, yang bingung aku menyebut Renata anggun tadi, itu yaa jawabannya.
"Hari bahagia gue ini kenapa lo malah cemberut sih," Ku kerutan dahi tapi hidung malah ikutan, memangnya tadi aku cemberut yaa?
"Kepikiran si abang ganteng yaa?" Mataku kini terfokus pada ibu-ibu rempong yang tengah memakan es buah. Sebut Fara.
"Abang ganteng siapa?" Beralih pada si Ossy yang lemot, btw, kasih selamat pada penganten baru yang super songong yuk, dia lagi bunting lho saudara-saudara. Usianya baru satu minggu.
"Si Dafa!"
"Oh," Ia hanya manggut-manggut, eh tunggu! Mereka sedang membicarakan ku yaa?
"Eh, emak-emak gak usah gosip yang enggak-enggak deh," Ucap ku seraya memutar bola mata jengah, lalu dengan santai aku mengambil gelas es buahnya.
"Ih, kampret, ambil aja Nyee, gak ada orangnya ini,"
Aku, Anyelir tertawa, "Rempong dah, tinggal minta ambilin lagi sama si Kafka atau minta nih sama tuan rumah," Ku menunjuk Renata dengan dagu lalu kembali tertawa disana.
"Gak usah kaya gembel, berebut es buah disini, malu-maluin tau gak,"
"Wuuhhh sok lo!" Dan Renata mendapat hadiah toyoran dari Fara.
Aku terkekeh sambil memakan es buah lalu mengamati sekitar, suasananya sungguh ramai tapi kenapa aku tadi melamun seperti disini sepi saja yaa? Aneh memang!
Netra ku terus berkeliaran, sampai pada titik fokus ada hal yang ku tangkap. Aku tertegun sesaat, mengapa disana ada seseorang yang tadi menjadi objek lamunan ku.
Astaga! Benarkah itu Dafa?
Dafa yang hampir seminggu tak mengganggu ku?
"Lo ngundang si Dafa, yaa?" Tanya ku serius pada Renata, kenapa dia jadi seenaknya sih, mengundang tuh makhluk tanpa sepengetahuan ku.
![](https://img.wattpad.com/cover/147604932-288-k11770.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Anyelir
Romance"Seolah terus di genggam, tapi tak bisa dimiliki" Itulah yang dirasakan Dafa yang setia mencintai wanita bernama Anyelir.