Chapter 14. David

55 5 0
                                    

"Udah nyampe mana?" Ucap Dafa pada seseorang di seberang sana.

"..."

"Hehhehe.., yaudah bye!" Dafa kembali memasukan ponselnya lalu beranjak seraya tersenyum lebar lantaran kini netranya menangkap mobil yang sedari tadi ia tunggu.

"Mana sih calon lo! Penasaran gue ampe lo takut ditinggal banget kayaknya," David yang tadi sempat melihat adiknya tidak mau diam mengengeluarkan pendapatnya disana.

Masih dengan tersenyum, Dafa kini menoleh demi membalas tatapan kakaknya, "Namanya Anyee, susah banget gue dulu dapetinnya, gue cinta mati sama dia bang," Ucap Dafa seraya menyentuh bahu kakaknya, "Cintaaaaaaaaa banget," Lanjutnya lebay hingga mengundang tangan David untuk menoyornya gemas.

"Hahaha.. Lebay banget anjir..," David terbahak tak memperdulikan Dafa yang tengah meringis kesakitan.

"Sakit ogeb!" Dafa berucap kesal, lalu lebih memilih melihat bidadari nya, Anyelir terlihat berbeda. Semakin cantik dengan warna rambut barunya. Btw, mereka ini akan melaksanakan fitting baju pengantin sekaligus foto prewedding.

"MA PA! MEREKA UDAH DATENG!" Teriak pria itu seenaknya, hampir saja membuat David terjungkal. Jika saja tidak berjaga-jaga.

Adiknya itu, selalu saja membuat David ingin menjitak kepalanya.

"IYA SAYANG! SURUH MASUK SAJA!"

Dengan senyuman manisnya Dafa menghampiri Anyelir yang semakin cantik saja di mata nya.

Kapan sih wanita itu jelek di mata Dafa? Selalu dan selalu cantik bagi Dafa.

"Langsung masuk aja, Pak, Bu," Ucap Dafa sopan seraya menyalami orangtua Anyelir bergantian.

"Dan kamu--," Dafa menoel dagu Mela, tak lain adalah adik dari kekasihnya, "Boleh makan sepuasnya di dalem,"

"Ihh, kak Dafa! Mela lagi diet tau," Ucap gadis itu cemberut, sontak mengundang tawa yang berada disana.

"Mari masuk," Ucap Dafa lagi setelah tadi mengacak gemas rambut Mela, lalu keluarga dari kekasihnya itu menurut untuk masuk ke dalam gedung elit yang sudah tersedia.

Anyelir yang sedari tadi diam disisi Dafa hanya mampu tersenyum, rasanya melihat Dafa yang mudah sekali diterima keluarganya ia sungguh bersyukur. Sejenak menghela napas, Anyelir yang tadinya ingin melangkah, terhenti lantaran di tahan Dafa.

"Apa?" Tanya wanita itu heran dengan dahi yang di kerutkan.

"Kangen," Bisik Dafa tepat di telinga kekasihnya, Anyelir mendengkus sesaat namun setelahnya memberi senyum tulus untuk Dafa.

Dia ini apa akan terus lebay yaa?

"ANYELIR!!" Wanita cantik itu menoleh kilat, lalu menemukan siluet yang berlari kecil menghampiri mereka berdua.

"Anyelir Andeara? SMA SUKA CITA II?" Sempat memandang bingung pria di hadapannya, Anyelir lalu ingat dengan siapa kini ia berhadapan.

"Kak David? Davida Ade? Astaga.. Kak.. Apa kabar?" Wanita itu berucap tak percaya lalu dengan segera membalas jabatan tangannya.

"Jadi kalian...," Anyelir kembali berucap tak percaya, David dihadapannya hanya tersenyum membalsnya, dan kedua orang itu kembali tertawa tak percaya seolah tidak ada Dafa.

Pikirnya, dunia sungguh sempit yaa.

Jangan tanyakan Dafa, dia hanya melongo melihat interaksi kakak dengan kekasihnya.

"Aduh Daf, pantes lo diterima setelah nabrakin diri. Jadi, Anyee yang lo maksud Anyelir!" David berseru heboh kepada adiknya yang memasang wajah cengo, "Kalo ini sih memang dari dulu sukanya nolakin mulu, abang aja susah dapetinnya apalagi kamu..," Lalu pria beranak satu itu tertawa, Anyelir yang merasa di bicarakan hanya mampu tersenyum canggung seraya memukul ringan tangan David dihadapannya.

"Yuk, Nyee masuk," Dengan santai pria itu menggiring Anyelir masuk, menyisakan Dafa yang masih mematung bingung.

Bang David kenal Anyelir?

Sejak kapan?

***

Setelah kepulangan Anyelir beserta keluarganya sejam lalu, Dafa kini tak hentinya membuntuti kakaknya.

Ia tentu ingin meminta penjelasan! Fiks! Dafa penasaran ada apa sebenarnya hubungan antara kakak dan kekasihnya dulu.

"Kepo banget sih lo, Daf," Ucap David seraya terkekeh lucu membuat Dafa mencibir jengkel, rupanya kakak sablengnya ingin bermain-main dengan Dafa rupanya.

Dengan wajah tak bersahabat Dafa kembali mengikuti kakaknya ke ruang kerja, "Gue aduin sama mbak Kharin yaa?" Ancamnaya galak, sesaat David diam namun setelahnya kembali terbahak.

"Ck, gue serius abang!"

"Gue gak pernah pacaran sama dia, puas!" Akhirnya David mengalah, ia membiarkan Dafa bernafas lega.

"Dulu itu, dia salah satunya perempuan yang buat abang rela bela-belain jadi pembina eskul di sekolah," Dafa kembali mencibir melihat kakaknya menerawang jauh mengingat masa silam.

"Gak usah mesem-mesem sok iye ngebayangin calon gue nya!"

David menoleh ke arah Dafa yang cemberut, adiknya ini memang sudah cinta mati rupanya, "Galak amat sih! Gue lagi cerita nih, di lanjut gak nih?"

"Yaudah lanjutin,"

"Karena merasa tertarik abang memang memperlakukan dia sebagai murid abang beda, tapi dia selalu nolak apa yang abang berikan,"

"Hahaha.. Melas," Dafa tertawa mengejek, David hanya mampu menggelengkan kepalanya, ia akan bersikap waras untuk tidak menjitak kepalanya.

"Sampe abang tau, sikap dia selalu nolak ternyata dia udah punya pacar, abang sakit hati disitu, lalu ketemu Kharin dan bahagia setelahnya, tamat deh!" Dafa menyerengit jijik, tak peduli dengan raut wajah adiknya pria mapan itu kembali terbahak atas ucapan konyol di akhir ceritanya.

"Tapi, ini serius, Daf," Ucap David di sela tawanya, lalu pria menegakkan posisinya dan menatap serius wajah adiknya, "Gue kira dia bakal sama pacarnya sewaktu SMA lho, namanya Vian kalo gak salah, soalnya mereka dulu keliatan berdua terus dan saling cinta keliatannya,"

"Tapi, jodoh siapa yang tau yaa? Buktinya si Anyelir yang begitu memikat malah memilih lo yang buruk rupa," Kembali terpingkal-terpingkal, wajah David berubah sampai merah, terlihat seperti semangka yang kematengan.

"Sialan!" Umpat pria itu, "Hina banget perasaan gue bang," Dengan santai ia menjatuhkan punggungnya di kursi kerja sang kakak.

Dafa menatap lurus pandangannya, "Tapi, emang lo gak tau? Si Anyee memang pernah menikah dengan si Vian Vian itu, tapi dia udah lama meninggal," Tuturnya tanpa melihat lawan bicaranya.

Merasa kaget, David menaruh kedua tangannya di atas meja, "Seriosly?"

Dafa mengangguk sambil menggaruk dagunya, "Emang si Vian Vian itu ganteng banget yaa? Ampe dia susah banget move on,"

Diam sejenak, David kembali menjatuhkan punggungnya santai, "Ganteng sih," David seolah kembali mengingat wajah rivalnya dulu, "Jadi, lo dapet bekas dong," Rasanya Dafa ingin membunuh kakaknya yang tak hentinya menertawakannya.

Slompret!

"Cinta gue mah tulus, mau si Anyee janda kek penyakitan kek, gue mah tetep terima dia apa adanya," Dengan sok Dafa menepuk dadanya bangga, membuat David yang melihatnya ingin mencibir terus-terusan.

"Elah, sok banget lo pujangga nista!" Dan David tak harus kaget saat mendapatkan lemparan pulpen ke arah kepalanya.

Adiknya itu memang tak pernah sopan padanya. Dafa Dafa! Semoga lo bahagia, Walaupun adiknya selalu membuat jengkel tapi kakak tentu akan selalu mendoakannya diam-diam.

Yaa, tentu. Karena itu sudah menjadi kodratnya.

***

Anyelir Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang