Halaman 9

815 62 3
                                    


(di sarankan untuk di putar, sambil membaca.)

Lembayung ayu
berwarna merah seperti anak ibu
Siapa merayu
ikut ibu pulang ke rumah..

Hmm..hmm..
Matahari tenggelam di ujung pandang
Waktunya kamu pulang
Nyiur kelapa diujung pantai
Manis pandangan seperti nona

Anak manis.. Anak manis
Ikut ibu pulang.
Jangan pakai baju merah
Nanti ibu marah.

***

BRAKK....

Izul menghilang dari balik pintu. Ilham dan Andi mencoba membuka pintu itu. Nihil.

"ARGH!!"umpat Ilham.

Ia bersandar pada pintu. Hujan semakin deras mengiringi mereka. Sedangkan Raina masih belum sadarkan diri. Suara dentingan piano itu pun menghilang seiring menghilangnya Izul dari balik pintu.

"Gue mau pulangg!"rengek Sila memeluk Dina.

Indah dan Sila saling berpelukan, membagi rasa ketakutan mereka. Sedangkan Okta terus berusaha membuat Raina tersadar. Walaupun ia juga takut. Jam masih menunjukan pukul 1 malam. Mereka berharap matahari cepat datang!

Srak..

Srak..

Jantung mereka berdegup kembali. Menatap waspada di sekeliling ruangan gelap tersebut. Mereka saling merapatkan.

"Guys,"

"BARIII!"teriak Dina.

Bari menyalakan lampu senter di ponselnya. Tubuhnya utuh, sama sekali tidak mencurigakan. Berbeda dengan Okta yang menganggap Bari bukanlah Bari. Ia meringsut menjauhi Bari yang berjalan mendekat pada Raina.

"Kita harus bawa Raina,"ucap Bari memegang tangan Raina.

Andi mencekal tangan Bari yang menggenggam tangan Raina,"Izul hilang! Kita gak bisa pulang, sebelum menemukan Izul!"

"Enghhh..."keluh Raina.

Ia sadar!

Cekalan Andi mengendur dan melepaskan tangan Bari. Raina mengerjabkan matanya. Menatap sekeliling sambil memegang kepalanya yang terasa berat.

"Lo gakpapa?"serobot Okta.

Raina tersenyum lemah. Gadis itu seperti ditarik paksa di dalam mimpi. "Gue rasa kita harus pulang,"racaunya sambil memegang kepalanya.

"Tapi Izul?"

Raina menolehkan kepalanya, "Izul kenapa?"

"Izul hilang!"

Indah menghambur ke pelukan Raina, di susul dengan Sila dan Dina. "Syukurlah kamu gakpapa, Na"

"Gua tau Izul kemana!"

Semua mata beralih pada Bari. Matanya menghitam, membuat Okta terjengkit rasa merinding dari aura Bari. Ia menepi menjauh dari Bari mendekat ke Ilham.

"Kita harus berjalan ke hutan lebih dahulu. Sepertinya Izul berada di Hutan Keramat,"

Sial!

Kenapa harus hutan keramat itu lagi?!—pikir mereka.

"Kalo gitu kita nunggu matahari terbit, baru cari dia!"seru Ilham.

Semua mengangguk menyetujui kecuali Bari. Ini hutan yang masih terjaga keasriannya. Tidak ada yang tahu, apa yang bakal mereka temui di malam hari.

Tengah MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang