Halaman 16

631 52 0
                                    

Lebih baik diam seribu bahasaKetimbang bersua bersama ular berbisa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lebih baik diam seribu bahasa
Ketimbang bersua bersama ular berbisa

Oktamara

***

Tik..tok..tik..tok

Raina berlari tak tentu arah. Semenjak ia mengira dirinya sudah mati, Raina selalu didatangi dengan makhluk-makhuk tak karuan bentuknya. Seperti saat ini, perempuan berpakain perawat mengejarnya. Kakinya bengkok, tangannya menggenggam sebuah suntikan tajam. Raina berlari mengitari rumah sakit itu. Ia memang tidak merasa lelah, hanya saja ia penat harus bersembunyi dari makhluk-makhluk aneh.

"Hah..hah.."

Gadis itu bersembunyi di balik meja resepsionis yang tampak sepi. Hari ini adalah hari ke-3 bagi Raina dalam menjalani kehidupannya yang baru. Gadis itu melirik jarum jam yang menempel pada dinding di hadapannya.

"Jam 1 malam,"gumamnya.

Ia mengintip kembali dari balik meja resepsionis. Tidak ada siapa-siapa, hanya lampu yang menyala dan padam seperti dimainkan.

"Alhamdulillah,"napasnya lega sambil terpejam.

Ingin sekali ia keluar dari rumah sakit ini. Raina membuka matanya mendapatkan sebuah ide. Di luar nampak gelap, tapi lebih menyeramkan berada di sini. Raina mengintip kembali mencari celah pintu keluar. Matanya sedikit membulat mendapati pintu yang terbuka.

shhh...

Hawa dingin mulai menjalar ketika firasat tidak enak itu datang. Raina tidak berani melihat ke samping.

Hihihi

Matanya terpejam, tangannya gemetar hebat mengambil ancang-ancang untuk lari. Dalam hitungan detik, sosok itu berpindah tempat ke hadapan Raina.

"Aaaaaaaaaaa"

Lari!

Ia berlari kencang tanpa berniat melihat ke belakang. Hanya tinggal beberapa langkah lagi, ia sampai di luar rumah sakit. Hal yang tidak diketahui Raina adalah banyak hal yang lebih menyeramkan di luar rumah sakit itu. Raina tidak pernah tahu, meninggalkan jasadnya di rumah sakit adalah pilihan yang salah sebelum waktunya tiba.

Gadis itu berhasil melangkah keluar dengan selamat. Napasnya tersenggal selepas berlari. Dinginnya kota Bandung menyambut Raina. Seolah mengatakan Selamat datang di kematianmu.

Brak!

Berbeda dengan sang Ayah, tengah malam ia merapalkan segala macam doa untuk bermeditasi. Menutup pintu alam untuk berkomunikasi. Samsul—nama ayah Raina. Ia memejamkan matanya berusaha berkonsentrasi di loteng bagian atas rumahnya. Menyempatkan kembali ke Jakarta untuk membantu anaknya.

Sudah 2 jam lamanya, Samsul tidak dapat berkonsetrasi. Sesekali ia diganggu oleh makhluk berwujud wanita dan berwajah seram. Manusia lain mengatakan bahwa itu adalah kuntilanak. Samsul tetap berusaha walaupun pikirannya gundah gulana meladeni makhluk tak kasat mata itu.

Tengah MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang