Jangan lupa tekan tanda bintang sebelum membaca😇 Komentarnya juga kalau mau.
-----O0O----
Pada jam istirahat gue berniat untuk menghampiri Vanessha, menceritakan tentang apa yang gue alami malam minggu kemarin. Ah, soal malam minggu kemarin, setelah Obet and the genk mempermalukan gue, Mario, dan Furqon di depan seluruh anggota The B’BOK. Ternyata Obet meminjamkan gue, Mario, dan Furqon baju salin. Lalu, mereka dengan pasukannya mengawal kami pulang sampai ke rumah. Ya, walaupun yang mereka lakukan itu kejam setidaknya mereka bertanggung jawab-tidak membiarkan kami malu dengan baju yang bau.
Kata Obet, untuk menjadi anggota The B’BOK tidaklah mudah. Mereka-para calon anggota, harus ditatar terlebih dahulu. Sejenis masa orientasi, persis ketika ingin masuk sekolah baru. Katanya, untuk melatih fisik, dan mental. Karna fisik dan mental adalah bekal utama untuk menjadi bad boy. Tak ada bad boy yang lembek! Mereka harus terlihat sangar dan gagah! Gue mengerti apa maksud Obet dan gue menjalaninya dengan sabar.
Gue sudah mencari Vanessha kemana-mana, entah itu di kantin, perpustakaan, kolam renang, semak-semak, selokan, bahkan sampai ke toilet cewek sekalipun- hingga membuat gue kena timpuk roti jepang, tetep gak ada.
Dimanakah engkau bidadariku?
Gue mencoba fokus sambil memejamkan mata. Berharap Vanessha mengirim suara melalui telepati . Tapi, tetep tak ada suara apa-apa. Hingga gue tersadar akan kebodohan gue sendiri.
Emangnya Nessha Sun Go Kong bisa telepati?
Hingga, kaki ini sampai di depan gedung jurusan Broadcasting dan Multimedia. Seorang gadis berambut hitam, sedang menaiki anak tangga menuju lantai dua. Langkah kakinya seperti diperlambat seperti menghitung sesuatu. Gue tersenyum lebar, sudah tau siapa gadis itu.
Vanessha!
Dalam hati gue agak heran, tumben Nessha sendirian? Biasanya ada dayang-dayang setia yang selalu menemaninya kemanapun, Kemana mereka sekarang? Apakah mereka sekarang pensiun? Gue gak tau.
Gue pun melangkahkan kaki gue dengan mantap, berlari kecil agar menyamai langkah Vanessha yang sedikit jauh di depan gue.
“Sembilan belas, dua puluh-“
“Dua puluh satu!” Ucap gue mengikuti Nessha yang sedang menghitung anak tangga. Ia menghentikan langkahnya, menoleh sebentar ke arah gue, gue menampilkan senyuman maut, tapi ia acuhkan lalu ia melanjutkan kegiatan uniknya kembali.
Mungkin dia enek ngeliat muka gue.
“Dua puluh dua!”
“Dua puluh dua!” Gue mengikuti apa yang Vanessha lakukan, sampai berada di anak tangga yang terakhir.
“Dua puluh empat!” Ia berucap dengan semangat, memutar badan agar berhadapan dengan gue, lalu melipat kedua tangannya di depan dada.
“Semuanya dua puluh empat.” Dagunya ia tolehkan ke arah tangga, gue mengikuti arahannya, lalu kembali menatap wajah gue. “Persis kayak tanggal lahir gue. 24 April 2001.”
Gue tersenyum menanggapi ucapnya. Tanpa diberitahu pun gue sudah tau. Bukan Doni Irawan namanya kalau tidak tau semua tentang Vanessha. Tapi, gue pura-pura gak tau, Seraya berucap,
“Jadi ceritanya ngode, nih?” Goda gue padanya.
“Enggak, Cuma ngasih tau.” Jawabnya acuh tak acuh.
“Kenapa suka ngitungin anak tangga? belajar ngitung?”
“Dua puluh empat, selain angka ulang tahun gue. Angka itu hoki buat gue, makanya gue suka ngitungin. Tapi, kayaknya angka itu gak hoki lagi, deh. Buktinya sekarang gue ketiban sial.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Gue is Bad Boy
HumorPernah kah kamu mendengar cerita tentang bad boy yang berubah menjadi good boy untuk orang yang disayanginya? Tetapi bagaimana jika seorang good boy yang rela menjadi bad boy untuk orang yang disayanginya? Doni Irawan, seorang good boy yang konon wa...