Setetes air mata, mengandung beribu cerita, dan satu kata yang kau keluarkan mengandung sejuta makna yang tak aku mengerti.
____________________________________Sambil memberikan beberapa alat untuk melukis,dan Bryan mengambil beberapa foto dengan kamera yang ia bawa. Dan Bryan juga sempat memotret Shania yang sibuk menggambar.
★★★★★
Bryan tersenyum melihat hasil jepretan nya, memotret Shania. Shania begitu lucu saat fokus menggambar. Saat Shania sadar, Bryan langsung mengalihkan pandanganya dari kamera dan mencoba memotret awan.
"Lo ngapa senyum senyum ga jelas ngeliatin kamera?" Tanya Shania mulai curiga
"Ga, gapapa terserah gue lah." Jawab Bryan terbata bata.
"Sini kamera nya, kayanya ada sesuatu yang lo tutupin." Ucap Shania memcoba mengambil kamera milik Bryan.
"Apa sih lo." Balas Bryan dan menepis tangan Shania yang berusaha mengambil kamera miliknya. Ia tak mau ketahuan memotret Shania diam diam dan membuatnya ke-gran."Ya udah gue mau pulang, nih dah selesai."
Shania menyodorkan selembar kertas yang bergambarkan awan yang sangat indah."Gue anter." balas Bryan setelah menerima kertas yang di berikan shania,sedikit aneh rasanya Bryan bertingkah seperti itu.
"Tapii..." Balas Shania pelan, ia teringat saat dirinya di bonceng Bryan pada saat ke toko buku. Ia takut jantung nya akan copot lagi.
"Gausah alasan, gue bawa mobil." Jawab Bryan penuh penekanan serta menarik tangan Shania menuju parkiran. Dan Shania hanya menurut saat itu entah mengapa sore itu hati nya sedikit tenang, walaupun Bryan sedikit memaksa kepadanya.Tanpa basa basi Bryan langsung menuju ke rumah shania dengan kecepatan sedang, Setelah perjalan beberapa menit akhirnya sampai di depan gerbang orange milik Shania yang dibuka hanya sedikit itu.
Saat Shania ingin turun, ia sedikit terlihat kesusahan membuka seatbeltnya dan ternyata Bryan memperhatikan tingkah shania,ia pun membantu gadis itu saat sedang membuka seatbelt jarak antara wajah Bryan dengan Shania hanya 5 cm tanpa mereka sadari dan tanpa di sengaja tatapan mereka saling bertemu cukup lama. Jantung Shania kali ini ingin copot dan pipinya terlihat blushing. Bryan yang menyadari situasi barusan ia langsung menjauhkan wajahnya dari Shania seolah-olah tidak ada kejadian di antara mereka, dan Shania memalingkan wajahnya ke arah kaca. Dan turun dari mobil,sedangkan Bryan langsung pergi meninggalkan Shania yang masi berdiri di depan gerbang dengan wajah yang terlihat merah itu.
Jantung nya kali ini belum kembali normal mengingat kejadian Tadi rasanya Shania ingin terbang ke langit, entah mengapa ia sakan-akan merasa nyaman di dekat lelaki tersebut, Gadis itu melangkahkan kakinya ke halaman rumahnya yang terlihat sangat luas Shania melihat sebuah mobil jazz berwarna merah terparkir di halaman rumahnya. Ia berfikir apakah Wirda- mamanya sudah pulang dari luar kota, tapi itu tidak mungkin, mamanya akan pulang jika keadaan sangat penting.
Shania berjalan ke arah pintu utama dan membuka kenop pintu yang menimbulkan suara sedikit.Ceklekkk...
"Shasha." Ucap seseorang yang berada di depannya.
"Liona!." Ucap Shania exited dan memeluk sahabatnya itu.
"Lo kapan nyampe jakarta? Kok ga bilang bilang sih." Shania hanyut dalam suasana, Dia sedikit meneteskan air matanya.ia rindu dengan sahabatnya ini yang hampir 3 tahun tidak bertemu."Surprise! Gue kangen sha sama lo." Ucap Liona.
"Gue juga yon." Balas Shania dan mempererat pelukannya.
"Udah ah ga usah nangis." Ucap Liona dan melepaskan pelukannya.Shania dan Liona pun duduk di sofa ruang tamu mereka mengingat masa masa saat mereka SMP dulu. Mereka tertawa bersama sama tiba tiba satu pertanyaan muncul dari mulut Liona.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja
Teen FictionJika dia bukan yang terbaik buat apa dipertahankan, namun mungkin akan sulit buat melupakan semuanya. (Metro, 28 Mei 2018)