Duapuluh lima(25)

91 14 1
                                    

Saat warna itu datang kembali, aku sedikit ragu. Saya ga tau kenapa jadi merasa takut seperti ini. Namun setelah saya mencoba untuk mengukir warna yang telah kamu berikan, semua itu terasa hanyut dalam ombak.
————————————————

Setiap detikan jarum jam kini terasa lebih bermakna, saya bahkan takut kehilangan satu detik kebahagianku yang kamu buat dengan cara sederhana.

Saya tersenyum simpul, bahkan ia selalu saja menghiburku dengan cara nya sendiri, saya ga pernah percaya semua nya menjadi seperti ini.
Semuanya terlihat mudah bahkan, awal pertama saya ketemu dengannya itu terasa tidak mungkin untuk akhir nya kita mengukir keindahan bersama di atas sebuah kertas yang telah lama kita simpan.

Jika di tanya saya takut atau tidak, jawabannya 'iya' tapi untuk apa? Kita bisa bangkit dan menghilangkan rasa takut itu. Dengan mudah.

"Ayo! Ayo! Kumpul, acara penutupan sudah ingin di mulai."
Sabrina memberitahu beberapa siswa yang tengah asik duduk-duduk di atas batang pohon yang tumbang.

"Iya kak, bentar lagi pakai sepatu ini." Celetuk salah satu anak cowok di sana.

"Bryan!!!"
Panggil kak Sabrina sambil berteriak.

"Iya kak?"
Jawab Bryan dari kejauhan, yang kemudian ia mendekati Sabrina.

"Udah siap? Bukannya kalian mau pulang duluan?"

"Iya kak, lagi nunggu Shasha beres-beres."

"Udah jadian?"
Tidak di jawab, hanya di balas dengan anggukan serta senyuman yang hampir tak terlihat.

"Itu dia!" Tunjuk Sabrina, mencoba beri tahu Bryan.

"Gua ke sana dulu ya kak."

"Iya, salam sama Shasha ya."

"Nanti gue sampein."

******

Daun yang begitu berat meninggalkan tangkai nya namun ia tidak menolak walau harus pergi, setiap butir pasir yang terbang bersama angin juga nanti nya akan menjadi debu, sama seperti perasaan.

Saya ga pernah namanya merencenakan apa itu jatuh cinta, itu yang membuat saya sampai saat ini masih percaya dengan rasa benci dan suka itu batasannya hanya tipis. Bahkan saya ga pernah mau menanggapi rasa suka terhadap seseorang, itu sebabnya sampai sekarang sikap saya sangat dingin dengan semua cewek, sampai saya berhasil bertemu dengan mu.

Dentingan suara petikan gitar yang makin terdengar membentuk suatu melody, di sore hari, di sana gua duduk sembari menatap langit yang memperlihatkan suatu mentari yang kian malu, saya tersenyum sipu mengingat beberapa waktu yang lalu saat awal kita jalan berdua.

"Hari ini saya lihat lo beda banget sama hari sebelumnya."
Suara nya sedikit sera'

"Emang nya ada yang beda? Sama aja, saya tetap Shasha yang dulu."

"Beda, bedanya sekarang hidup kamu lebih bewarna."
Shania hanya diam, di sisi lain sebenarnya ia masih malu-malu dan sedikit risih kalau udah di tatap dengan Bryan.

Senja kali ini jauh berbeda, semuanya sudah berubah menjadi lebih sempurna, mereka duduk berdua di sana di lengkapi dengan beberapa rangkaian bungan yang sengaja Bryan berikan kepada seseorang di hadapannya.

SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang